Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Random Thought

5 Juni 2023   11:24 Diperbarui: 5 Juni 2023   14:14 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manusia dalam waktu/usi.ch

Temporibus mores sapiens sine crimine mutat. 

Orang bijak tidak salah dalam mengubah kebiasaannya dengan waktu —  Dionysius Cato (175 SM)

Saat menikmati permainan Max Ostroumov, Promenade, timbul sebuah kekaguman. Remaja berusia 19 tahun ini begitu lepas dari cengkraman tempo. Ia menaklukan tempo tanpa menciderai sakralitas tempo. Kemampuan ini membuat phrase Ostro terasa unik dan lebih asyik. Anak muda berikutnya yang mendorong saya untuk menapakuri tempo adalah Kent Nishimura. 

Saat ia memainkan Hello, lagu yang ditulis dan dinyanyikan Lionel Richie, betapa ia menaklukan tempo. Nishimura seakan bisa merekayasa waktu jadi lebih lama bagi dia, sehingga ia bisa memainkan beberapa hal dalam satu waktu. Kedua anak muda ini merupakan dua contoh dari sekian banyak genius dalam bermusik. Tempo, menurut Britannica, adalah kecepatan atau langkah sebuah karya musik yang memainkan peran penting dalam pertunjukan dan bertindak sebagai detak jantung ekspresi. 

Terbersit dalam benak, untuk membandingkan mereka yang memiliki kecerdasan bertempo — sehingga satu komposisi yang sama bisa diekspresikan dengan sedikit atau malah jauh berbeda — dengan  fenomena yang dialami para wali berkenaan dengan waktu.

 Salah satu contoh yang kisah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra yang masih bisa turut berjamaah Subuh bersama Rasulullah saw padahal secara waktu normal seharusnya sudah habis. Atau, bagaimana para 'alim bisa begitu produktifnya berkarya dalam waktu yang dimiliki sama oleh orang awam lainnya. Waktu seakan melambat bagi mereka, dan terbang bagi sebagian besar dari kita.

Saya sangat buruk dalam hal tempo. Seringkali tenggat waktu atau deadline membuat saya kelimpungan. Mengingat tanggal dan peristiwa penting juga termasuk tidak mudah. Tidak jarang saya kehilangan momentum saat ingin menulis sesuatu sesuai tanggalnya. Setelah berlalu satu atau dua hari baru kemudian tersadar. Saya menghitung ini sebagai buruknya dalam bermain tempo. 

Contoh terdekatnya adalah tentang Hari Lahir Pancasila dan Hari Raya Waisak. Dua hari besar yang membuat kita cuti bersama akhir pekan lalu. Tentang Pancasila, dua tahun lalu saya pernah membuat tulisan kecil, Hari Lahir (Kembali) Pancasila. Berkenaan dengan Waisak saya belum pernah secara khusus membuat tulisannya. Saya kehilangan momentum untuk menulis tentang Hari Raya Waisak.

Sehari kemudian, secara acak terlintas sebuah tanya, apakah Pesakh (Paskah dalam tradisi Yahudi-Kristiani) sama dengan Vesakh (Waisak dalam tradisi Buddha)? Terlalu acak nampaknya. Saya memang tidak berbakat menjadi ilmuwan. Cara berpikir yang loncat-loncat dan tidak sistematis tercermin dalam gaya menulis saya. Itulah mengapa judul tulisan kali ini diberi judul Random Thought.    

Menarik untuk menelisik kedekatan bunyi antara Pesakh dan Vesakh. Terlebih baik Paskah ataupun Waisak sama-sama berisi peristiwa kebangkitan atau kelahiran rohani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun