Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Djarot dan Anies Adalah Korban Sorakan

8 November 2017   23:37 Diperbarui: 7 Desember 2017   10:34 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya dalam demokrasi saling menghormati, saling menghargai. Kalau kita menghormati pasti kita dihormati juga. Karena itu jangan pernah melecehkan, jangan pernah merendahkan. Kalau pemimpin menghargai rakyat, Insya Allah rakyat menghargai pemimpin," ujar Anies, di Jakarta Pusat, Minggu (12/3/2017).

Itulah komentar Anies Baswedan ketika diminta tanggapan atas sambutan tidak menyenangkan yang dialami Djarot Saiful Hidayat ketika menghadiri peringatan Super Semar di Masjid At Tin Jakarta Timur (11/3/2017) malam. Saat itu Djarot yang sempat dihalangi saat akan masuk lokasi masjid akhirnya berhasil masuk dan bertemu Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Namun ketika pulang meninggalkan masjid Djarot disoraki pengunjung.

Peristiwa 8 bulan lalu itu kini dialami Anies Baswedan saat menghadiri akad nikah putri Presiden Jokowi Kahiyang Ayu di Solo Jawa Tengah. Anies yang diundang sebagai Gubernur DKI Jakarta datang bersama istrinya Fery Farhati Ganis. Sesampainya di depan Graha Saba Buana teriakan "huuuuuuu" langsung menggema. Situs merdeka.com melaporkan sebagian besar yang berteriak adalah ibu-ibu.Teriakan itu disambut senyum Anies sambil melambaikan tangan.

Peristiwa ini menandakan "luka" pilkada DKI Jakarta belumlah sirna. Para pendukung Anies di laman komentar berita tersebut menertawakan seraya menyebut mereka sebagai cebong yang gagal move on. Betul.Para cebong itu gagal move on. Karena menemukan Gubernur yang memahami persoalan Jakarta dan tahu cara mengatasinya bagai mencari jarum di atas tumpukan jerami. Gubernur yang serius kerja dan bukan berakrobat kata dari DP nol persen hingga rumah lapis hanyalah mimpi. Setidaknya sampai saat ini. Itulah alasan kenapa mereka gagal move on.

Peristiwa yang dialami Djarot maupun Anies mengingatkan saya pada pernyataan Paulo Freire. Pemikir pendidikan asal Brazil itu mengingatkan dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas bahwa  mereka yang tertindas seringkali menginternalisasi citra penindas dan mengadopsi pedomannya. Sesungguhnya mereka takut akan kebebasan.Artinya Freire percaya bahwa kaum tertindas mudah terjebak untuk mengulangi perbuatan sikap tindak penindasnya. Kaum tertindas tenggelam bersama dendam dan muncul sebagai penindas baru.

Peristiwa yang dialami Djarot Saiful Hidayat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta terulang pada Gubernur DKI yang baru terpilih. Mereka yang dulu jagoannya disoraki kini gantian menyoraki. Persis dengan tesis Freire. Padahal Djarot Saiful Hidayat adalah tamu undangan VIP. Menghormatinya adalah bagaian dari penghormatan kepada tuan rumah. Begitu juga dengan Anies Baswedan. Kehadiranya adalah sebagai tamu undangan yang punya hajat yaitu Presiden Joko Widodo. Memberikan penghormatan kepada tamu adalah bagian dari bukti penghormatan kepada pemilik hajatan.

Tindakan menyoraki adalah perbuatan tidak elegan. Pemilik hajatan pasti merasa malu. Kedatangan para tamu undangan adalah penghormatan besar. Ketika tamu undangan kehormatannya diganggu mau ditaruh kemana wajah pemilik hajatan? Bangsa ini tampaknya memang masih perlu banyak belajar keberadaban.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun