Mohon tunggu...
Doddi Ahmad Fauji
Doddi Ahmad Fauji Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis Mandiri, penulis puisi, aktivis tani ternak

Another Voice

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bertani, Mata Pencaharian Primadona Kini dan ke Depan

26 Juni 2022   05:46 Diperbarui: 29 Juni 2022   10:58 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa harus menunggu daun beringin rontok, nasib para petani Indonesia saat ini, yang tidak punya jejaring ke pasar, juga tidak punya modal kuat, akan berhadapan dengan kondisi sulit, yang membuatnya terseret ke rumah jagal: rentenir, tengkulak licik, atau pengijon.

Rumah jagal itulah yang paling mematikan, sebab sebagus apapun hasil pertanian, untuk dapat menghasilkan uang, ujung tombaknya ada pada marketing. Dalam pada itu, ilmu dan strategi marketing, tak pernah di-workshopkan oleh dinas terkait.

Belum lagi membahas pupuk yang kian tergantung pada pupuk kimian, yang sebenarnya menyebabkan tanah menjadi sakit, dikuasai pemerintah dengan regulasi yang kurang memihak para petani. Pupuk organik, humus, kompos, yang ramah lingkungan, murah bahan bakunya, sehat bagi tanah, kadung terenggut dari tradisi pertanian.

Banyak faktor yang menyebabkan para petani jadi meriang. Kondisi musim yang kian tak menentu akibat perubahan iklim, harus dicatat juga sebagai katalisator kemunduran kinerja pertanian.

Ada harapan di sisi lain, usaha tani dan agribisnis, akan terus dibutuhkan, dan menghasilkan uang yang makin besat. Perang Rusia-Ukraina misalnya, telah menjadi ancaman krisis pangan di beberapa negara. Dalam krisis pangan itu, Indonesia mestinya tidak terdampak, justru malah harus diuntungkan. Namun ironisnya, harga cabe rawit naik setelah minyak goreng langka, lalu harganya meningkat.

Populasi penduduk yang terus meningkat, sementara alihfungsi lahan tani juga meningkat, secara hukum ekonomi, akan menyebabkan harga pangan terus meningkat. Maka pertanian akan pula menjadi matapencaharian yang seksi. Namun para petani garis depan, di barisan grassroot, tetap tidak akan sejahtera, jika juru marketing dikuasai para tengkulak licik, jaringan pengijon yang kuat dari pusat hingga desa, dan para rentenir menabur jala di tiap jengkal tanah.

Harus turun tangan para aktivis, tapi dengan semangat aufklarung, dan memiliki wawasan luas di berbagai sektor yang terkait langsung maupun rak langsung, mikro atau makro, dengan pertanian dan para petaninya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun