Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan yang sudah tidak asing namanya di dalam negeri maupun di panggung internasional. Reputasinya dibangun dari sederet penghargaan prestisius. Ia pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik Asia oleh Emerging Markets (2006--2008), masuk dalam daftar Forbes Most Powerful Women sebagai salah satu perempuan paling berpengaruh di dunia, serta menerima gelar Best Minister in the World pada World Government Summit di Dubai (2018). Selain itu, ia memperoleh Distinguished Leadership and Service Award dari Institute of International Finance (IIF) di Amerika Serikat (2021), serta diakui sebagai Leader in Rising Asia oleh Singapore Institute of International Affairs. Tak hanya itu, kiprahnya juga diakui oleh International Monetary Fund (IMF), tempat ia pernah menjabat sebagai Managing Director. IMF memberi penghargaan khusus atas kontribusinya dalam memperkuat tata kelola ekonomi global dan mendukung stabilitas keuangan internasional.
    Kombinasi penghargaan dalam dan luar negeri ini menjadikan Sri Mulyani sebagai figur kebanggaan nasional sekaligus simbol kredibilitas di mata investor global. Oleh karena itu, kabar apa pun tentang posisinya langsung berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kehadirannya dipandang sebagai jaminan stabilitas fiskal, sementara ketidakhadirannya dianggap sebagai meningkatnya risiko investasi. Makanya, Ketika Presiden Prabowo Subianto melantik Purbaya Yudhi Sadewa menggantikan Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan yang baru, layar perdagangan saham seakan membeku. Investor melakukan aksi jual besar-besaran, seolah-olah stabilitas fiskal Indonesia ikut terguncang hanya karena satu kursi di kabinet berubah. Dalam konteks ini, jatuhnya IHSG adalah bukti "efisiensi", pasar bereaksi seketika terhadap informasi pergantian Menkeu.
IHSG ditutup melemah sebesar 1,28 persen atau turun 100,49 poin ke level 7.766,84 pada perdagangan 8 September 2025 dan mencapai level terendah 7.628,61 pada  9 September 2025. Menurut laporan Antara News, koreksi ini terutama dipicu oleh aksi jual di saham-saham perbankan besar, yang mendorong sektor keuangan turun sekitar 1,78 persen. Sektor infrastruktur dan sektor lainnya juga turut mengalami tekanan, meskipun dengan persentase yang lebih moderat. Total nilai transaksi hari itu mencapai Rp 20,15 triliun dengan volume perdagangan sekitar 36,65 miliar saham.
Pasar bukan sekadar membaca nama, tapi menangkap sinyal. Dalam konteks reshuffle ini, investor menafsirkan lebih dari sekadar pergantian individu. Mereka mencari petunjuk arah kebijakan, independensi fiskal, serta keberlanjutan reformasi ekonomi yang selama ini dijaga. Kredibilitas Sri Mulyani dalam menjaga defisit anggaran agar tetap di bawah batas 3 persen dari PDB telah lama menjadi pilar kepercayaan investor asing. Penggantiannya dianggap berpotensi menggeser arah kebijakan fiskal ke yang kurang terkendali, sehingga memicu kekhawatiran pasar atas keberlanjutan reformasi ekonomi Indonesia.Â
Ketika sosok sekelas Sri Mulyani yang dikenal disiplin anggaran dan dihormati oleh pasar global digantikan, maka reaksi negatif bukan semata soal "siapa yang masuk", tapi lebih kepada "apa yang akan berubah". Jika dalam jangka pendek pasar menunjukkan gejolak namun kembali stabil, maka reshuffle dianggap tidak mengganggu pondasi kepercayaan. Tapi jika guncangan berlanjut, itu berarti pasar melihat ada pergeseran arah dan kepercayaan yang susah payah dibangun, sedang mengalami erosi.
Pelaku pasar menginginkan kepastian mengenai pengaturan kebijakan dan kendali fiskal yang stabil. "Dampak perombakan kabinet terhadap setiap perubahan prospektif dalam pengeluaran anggaran dan sumber pendanaan," kata Aninda Mitra, kepala strategi makro Asia di BNY Investment Institute. Pernyataan ini menegaskan bahwa ketidakpastian politik turut menjadi faktor utama yang memengaruhi reaksi pasar, sejalan dengan koreksi tajam IHSG dan tekanan di sektor keuangan yang terjadi pada 8 September 2025.
Selanjutnya, seorang analisis dari Natixis yaitu Trinh Nguyen, menyoroti tantangan pendanaan program makan siang gratis dari presiden, yang sebelumnya berhasil dikelola oleh Sri Mulyani dengan cara memotong pengeluaran lain secara agresif. Nguyen mempertanyakan bagaimana menteri baru akan membiayai program ini sambil juga meningkatkan belanja pertahanan tanpa menciptakan defisit yang lebih besar, yang merupakan kekhawatiran utama bagi para investor.Ketergantungan pemerintah terhadap utang juga menjadi isu, mengingat pelemahan rupiah memperbesar jumlah utang luar negeri dalam rupiah.
Hal ini memberikan tekanan pada sentimen pelaku usaha yang bergantung pada pendanaan dari pasar modal dan pinjaman bank. Pelemahan rupiah meningkatkan biaya impor untuk bahan mentah dan peralatan berat, berpotensi memperlambat proyek infrastruktur. Investor serta kontraktor menunda ekspansi akibat tingkat suku bunga pinjaman yang lebih tinggi. Dampak ini merembet ke rantai pasok industri konstruksi dan berpengaruh pada tenaga kerja. Selain itu, melemahnya daya beli karena harga barang impor yang meningkat juga menekan aktivitas di sektor riil.
Nilai tukar rupiah menjadi instrumen paling rentan terhadap perubahan di pasar. Setiap kali isu tentang pergeseran Menteri Keuangan muncul, rupiah langsung merespons dengan cepat. Pada 8 September 2025, ketika isu reshuffle semakin meningkat, IHSG merosot lebih dari 1% menuju level ditutup 7.818,12 (CNBC Indonesia, 2025), diiringi dengan penurunan nilai rupiah terhadap dolar AS. Ketidakpastian mengenai kebijakan fiskal mendorong investor untuk menahan atau menarik modal, sehingga menyebabkan rupiah kehilangan stabilitasnya. Jika penurunan terus berlanjut, beban utang luar negeri dalam dolar akan meningkat dan inflasi impor juga akan semakin melonjak. Akibatnya, masyarakat merasakan dampak langsung dalam bentuk kenaikan harga barang pokok, yang pada gilirannya membebani daya beli dan kestabilan ekonomi makro.
Dalam beberapa pekan terakhir, pasar modal Indonesia mencatatkan perkembangan yang signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level psikologis 8.000 dan terus menunjukkan tren penguatan. Salah satu faktor utama yang memicu sentimen positif ini adalah kebijakan fiskal dan moneter yang saling terkoordinasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengambil langkah strategis dengan mengalihkan sebagian dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia ke bank-bank Himbara. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil. Dana tersebut secara tegas tidak boleh digunakan untuk investasi di obligasi, melainkan harus diarahkan untuk pembiayaan sektor produktif. Menurut Kemenkeu, langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%--7% dalam dua tahun ke depan.