Mohon tunggu...
DLIYAUN NAJIHAH
DLIYAUN NAJIHAH Mohon Tunggu... Semacam mood menulisnya ditentukan oleh kebutuhan dapur saja

Konon katanya, berkarya bisa menghidupkan yang mati dan menulis adalah salah satu caranya | Alumni Industri Kreatif

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

JNE, Doa Yang Dikemas Rapi dalam Paket Menuju Kalimantan

26 Juni 2025   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2025   15:19 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JNE, Doa Yang Dikemas Rapi Dalam Paket Menuju Kalimantan (Sumber : Dokumen Diolah Penulis)

“Ada yang mengatakan bahwa menikah adalah katalisator pintu takdir yang baru, meskipun terkadang datang sepaket dengan ujian yang membuat kami harus belajar bertahan dengan apapun yang kami punya, bukan dengan apa yang kami miliki.”

Aku Liya, perempuan Jawa kelahiran Sidoarjo, tumbuh bersama bau damen dan suara jangkrik yang menjadi teman masa kecilku. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan menjadi abdi negara di tanah yang dulu hanya kukenal lewat peta, Kalimantan.

Dulu aku hanya seorang karyawan swasta, terbiasa dengan ritme kota dan dunia industri yang cukup pesat di Jawa. Kini, menjalani babak baru sebagai pegawai negeri sipil, mengabdi di tanah Borneo yang megah oleh rimba dan sunyi. Palangka Raya bukan hanya tempatku tinggal, dia menjadi pelabuhan terakhir dalam hidupku. Disini, aku akan menua. Disini pula aku belajar lagi tentang hidup dari nol.

Menikah, Gerbang Perjuangan

2024, tahun pertama pernikahan kami yang tidak ditaburi dengan kemewahan. Tidak ada pesta besar, tidak ada bulan madu jauh-jauh, bahkan tak ada lemari yang penuh hadiah hanya secarik niat tulus dua hati yang sama-sama belajar kuat. Yang kami punya hanyalah niat untuk saling mendukung, dan keyakinan bahwa rizki akan datang pada waktu yang paling tepat.

Suamiku, orang tersabar yang tak pernah sekalipun mengeluh tentang keadaan hidup mengajarkan bahwa pernikahan adalah janji, dan janji itu diuji. Bukan saat kita di pelaminan, tapi saat tak ada lagi yang tersisa di dompet. Aku menikah dengan laki-laki Dayak dan memilih tinggal di Palangka Raya Kalimantan Tengah. Ia seorang honorer sekolah negeri di Palangka Raya, dengan gaji yang bahkan tak bisa menyewa mimpi di akhir bulan. Sebelum merajut mimpi menjadi seorang honorer, ia sosok yang aktif. Karena sebuah kecelakaan berat akhirnya mengharuskan dia beristirahat dan bahkan tidak bisa melakukan pekerjaan berat selain menjadi seorang tenaga honorer.

Dari keadaan ini kenyataannya dunia pernikahan berhasil menamparku berkali-kali lipat, PR besar datang seperti badai tanpa jeda. Bukan karena tidak pernah bersiap atau bahkan tidak pernah memikirkan sebelumnya. Justru ujian itu datang berangkap, menjelma menjadi dua dan tiga urutan rapi yang ingin segera diselesaikan satu persatu. Bulan demi bulan kami lewati dengan menakar uang seperti menakar beras, sehemat mungkin, sebijak mungkin, dan semampunya.

Tiada yang kami miliki kecuali doa dan sisa harapan di balik kening yang terus mengerut ditengah keringat dingin doa dan harapan kami setiap memasuki pertengahan bulan. Kami tetap memilih untuk percaya bahwa setiap pagi yang kami lewati dalam kekurangan adalah modal sah untuk mengetuk pintu Tuhan.

Datang Kabar Baik, Ditengah Tangan Tengadah Kami

Kami masih menggenggam sisa harapan dengan jemari yang mulai lelah ditengah badai yang tak pernah berkesudahan hingga menginjak tahun kedua pernikahan. Di tengah keheningan doa yang kami rapal perlahan tanpa suara, ditengah penantian dan usaha panjang yang kami usahakan datang kabar bahwa aku lulus CPNS setelah 5 bulan proses seleksi yang sangat melelahkan.

Penerimaan SK CPNS (Sumber : Dokumen Pribadi)
Penerimaan SK CPNS (Sumber : Dokumen Pribadi)

Tapi apakah kabar baik tetap kabar baik kalau kita tak punya ongkos untuk menyambutnya? Semakin terasa ketika SK CPNS ku terima, bukan sorak justru tanya “Dari mana biayaku beli seragam?”. Semestinya ini jadi titik balik dalam hidup kami memperbaiki ekonomi. Tapi entah mengapa, kabar bahagia itu datang bersama beban baru. Kami tertampar, lagi.

Seragam khaki yang dulu hanya kulihat hanya dimiliki oleh orang-orang yang mampu saja, kini harus kubeli sendiri. Kami merenung sejenak dengan saling bertatap nanar, gaji suami hanya sembilan ratus ribu rupiah per bulan, bahkan lebih kecil dari beberapa harga satu set baju dinas yang nanti harus kubeli lengkap dengan atribut kepegawaian. Darimana kami bisa memenuhinya? Dengan apa?

Mungkin inilah momen bahagia yang datang sepaket dengan harapan, berharap kami bisa sesegera mungkin memenuhinya ntah bagaimana cara menjemputnya. Kabar baik pun bisa terasa menakutkan jika tak punya cukup untuk menyambutnya.

Tak pernah kusangka, sebuah paket bisa menentukan masa depanku

Sebagai pasangan muda yang tinggal jauh dari keluarga di Palangka Raya Kalimantan Tengah, kami tidak bisa begitu saja pulang ke Jawa. Kami ingat betul saat itu bahkan sekadar untuk mudik di lebaran saja, tahun itu kami harus ikhlas menahan rindu. Kami tidak merayakan Idulfitri bersama keluarga besar, tidak mencium tangan bapak dan ibu, tidak mendengar takbir bersama saudara dan ponakan di kampung.

Seolah ujian masih setia mendampingi kami sejauh ini. Kami harus memilih antara makan enak seminggu ini atau menabung untuk beli badge instansi. Kami harus menimbang pula antara ongkos kirim dari Jawa ke Kalimantan yang bisa lebih mahal dari isi paketnya sendiri. Belum lagi kami mempertimbangkan membeli seragam atau jahit sendiri. Analogi sederhana ongkos jahit satu set seragam bisa dua kali lipat harga seragam yang kami beli secara online.

Uang pembelian seragam sudah kami dapatkan berbekal pinjam kepada saudara. Namun kendala pengiriman masih terbentur, kami bimbang karena musim panggilan kerja sudah semakin dekat. Belum lagi pembelian seragam kami lakukan ditengah-tengah Hari Raya Idul Fitri 1446H yang mana hampir semua expedisi mengalami lonjakan pengiriman.

Tapi Allah Maha Mendengar

Di tengah kebuntuan, kami berusaha cari solusi. Dan saat itu, hanya satu jasa pengiriman yang bisa kami andalkan untuk membawa atribut CPNS dari Jawa ke Kalimantan, bahkan di tengah Ramadan yang padat dan mendekati lebaran Hari Raya Idul Fitri 1446H. Tidak lain tidak bukan adalah JNE. Expedisi yang sangat kompeten bahkan dipelosok kampung sekalipun kami bisa menjangkaunya.

Dengan banyak jenis pengiriman tentu #JNE bisa dengan mudah menjadi partner pengiriman yang sangat menjangkau masyarakat luas, bahkan hingga kepelosok Kalimantan dengan waktu yang tidak tepat. Di pundak kurir itu, harapanku menumpang perjalanan. Masih kuingat betul bagaimana rasanya menerima paket yang tidak pernah bisa kuutarakan saat itu antara haru, bahagia dan sedikit termenung.

Paket kecil itu tak hanya membawa seragam, tapi sebagai #ConnectingHappiness yang membawa martabat seorang anak kampung yang siap mengabdi. Dari kota yang sangat sibuk aku mengabdi di Kalimantan Tengah sebagai Abdi Negara dengan sejuta harapan dan impian untuk melayani masyarakat secara kompeten.

Bisakah aku mengemban amanat untuk bangsa ini? Ada titipan harapan dipundakku saat ini, ada banyak titipan doa dan suara bangsa yang ingin segera dikumandangkan pada negara. Namun, aku kembali tersadar sejauh apapun pengiriman JNE akan tetap melayangkan impian-impian pelanggan. Sama sepertiku yang akan terus berusaha melayangkan harapan agar negeri kita tetap naik kelas.

Kini, aku mengenakan seragam coklat itu, seragam pengabdian yang bukan sekadar baju dinas, tapi bukti bahwa harapan tak pernah salah alamat. Di pundakku, bukan hanya badge instansi, tapi ada titipan doa dari keluarga jauh di Jawa, dari suami yang sabar menahan lapar, dari negeri yang memanggil.

34 Tahun JNE mengajarkanku bahwa Inspirasi tanpa batas dimulai dari diri sendiri. JNE bukan sekadar pengirim paket, tapi penyambung hidup. Dalam seragam itu, ada doa, ada sabar, ada cinta, dan ada kurir yang tak mengenal lelah. Maka kini, saat aku berdiri melayani masyarakat, aku tahu langkah kecil kami waktu itu telah menyalakan jalan panjang pengabdian. Karena harapan itu tak pernah datang sendirian, ia datang dalam bentuk paket reguler dari Jawa

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun