Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Zaman Dulu, Alat Kelamin Simbol Kesuburan Manusia

13 April 2022   10:46 Diperbarui: 6 Juni 2022   21:48 3419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relief di Candi Sukuh/kiri/sumber: stockphoto/flocu melalui cnnindonesia.com dan arca tanpa kepala di Candi Sukuh/kanan/liputan6.com

Sejak adanya kanal berbagi video gratis, konten yang cukup ramai didatangi adalah topik dada dan paha. Kalau ada postingan semacam itu, bisa dipastikan dalam sekejap bisa mengundang banyak penonton, terutama yang telah menjadi subscriber. Saya amati konten yang menjurus-jurus itu dilihat oleh ribuan orang dalam waktu singkat. Kalau berhari-hari, pasti menjadi jutaan. Bisa dibayangkan berapa hasil yang diperoleh si pembuat konten.

Selain yang gratis, ada pula situs dewasa berbayar. Nah, ini bisa mendatangkan penghasilan jauh lebih banyak. Namun tentu saja ada risikonya, terutama dikaitkan dengan UU ITE. Sejauh pengamatan saya, sudah ada dua wanita yang terjerat undang-undang itu. Dari konferensi pers polisi diketahui, penghasilan mereka lumayan besar. Bahkan amat besar dibandingkan penghasilan rata-rata masyarakat yang terkena dampak pandemi.  

Pornografi, begitulah topik yang ditakuti sekaligus mengundang rasa ingin tahu. Soal mengumbar aurat, memang sering diperdebatkan. Soalnya di Indonesia masih ada beberapa suku bangsa yang belum memiliki tradisi berpakaian lengkap. Termasuk wanita yang masih bertelanjang dada.

Apakah ini disebut pornografi? Tentu saja ini kekecualian karena merupakan masalah etnografi. 

Di Indonesia hal-hal yang memamerkan aurat memang masih ditabukan. Adanya Badan Sensor Film paling tidak memberi gambaran bahwa kebudayaan luar harus disaring terlebih dulu sebelum sampai kepada masyarakat.

Yang unik, penyensoran pernah dilakukan terhadap patung-patung kuno Yunani yang berujud pria telanjang dalam pameran di sebuah museum Jakarta pada 2004 lalu. Saya pernah melihat pameran itu. Dalam hal ini bagian alat kelamin patung ditutupi kain putih.

Sebaliknya di mata seniman, ketelanjangan justru dianggap bagian dari seni. Karena itu mereka banyak menghasilkan lukisan wanita telanjang dan patung telanjang tanpa ada protes dari siapa pun. Di banyak negara, ketelanjangan adalah seni. Kita memang belum memasuki era itu.

Patung tinggalan Yunani kuno (Sumber: nationalgeographic.grid.id)
Patung tinggalan Yunani kuno (Sumber: nationalgeographic.grid.id)

Simbol

Pada zaman dulu, ketelanjangan adalah simbol kesuburan. Artefak-artefak purba dari masa ratusan tahun yang lalu, seperti lingga dan yoni, menyiratkan hal demikian. Lingga adalah simbol alat kelamin pria, sedangkan yoni simbol alat kelamin wanita. Persatuan lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan atau kehidupan manusia.

Lingga dipandang sebagai lambang Dewa Siwa, sedangkan yoni lambang isterinya. Karena Siwa dianggap sebagai dewa tertinggi, maka lingga pun mempunyai peranan yang serupa. Banyak disembah atau dipuja oleh penganut Siwaisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun