Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jati Diri Bangsa Terbentuk di Museum Sumpah Pemuda

13 Maret 2019   19:55 Diperbarui: 13 Maret 2019   20:03 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SLTP di Museum Sumpah Pemuda (Dokpri)

"Siapa yang pernah ke museum ini?" tanya Pak Giri kepada para peserta diskusi tingkat SLTP tentang Penanaman Karakter Generasi Milenial. Dari sekitar 70 siswa SLTP, hanya tiga siswa yang mengangkat tangan. Pak Giri, pemateri dalam kegiatan itu, geleng-geleng kepala. Memang parah, para siswa jarang sekali mengunjungi museum.

Diskusi penanaman karakter berlangsung di Museum Sumpah Pemuda. Pada hari pertama, 13 Maret 2019, kegiatan diikuti 12 sekolah. Begitu pun esok hari, 14 Maret 2019. "Kegiatan ini berlangsung dua hari dengan sekolah yang berbeda. Berhubung ruangannya tidak begitu luas, maka kegiatan dibagi dalam dua bagian. Total sekitar 200 peserta akan mengikuti kegiatan ini," demikian Kepala Museum Sumpah Pemuda Ibu Huriyati memberikan sambutan.

Para peserta, menurut Ibu Huriyati, diundang lewat sekolah. Sebagian lagi lewat media sosial. Karena itu ada peserta berasal dari luar Jakarta. "Di sinilah jati diri bangsa terbentuk lewat Kongres Pemuda 1928, dengan bahasa persatuan Bahasa Indonesia," kata Ibu Huriyati tentang Museum Sumpah Pemuda.

Para peserta diskusi (Dokpri)
Para peserta diskusi (Dokpri)
Beberapa regu

Kegiatan dipandu Pak Giri dan Pak Warsino. Sebelum kegiatan, para peserta dibagi menjadi beberapa regu dengan anggota dari sekolah yang berbeda. Mereka harus saling berkenalan. Setelah itu dipilih ketua regu. Selanjutnya para peserta diberikan waktu untuk memasuki ruangan koleksi museum.

Saat kembali ke tempat kegiatan, Pak Giri bertanya, "Siapa yang mampu menceritakan tokoh-tokoh yang ada di ruangan museum".  Seorang siswa mengangkat tangan. Ia berbicara di depan dengan menceritakan dua tokoh beserta karakternya. Ada lagi yang kemudian mengangkat tangan. Tiga tokoh berhasil diceritakan. Tak mau kalah, seorang siswi mengangkat tangan pula. Ia mampu bercerita tentang empat tokoh. Karena tak ada lagi yang mengangkat tangan, maka ialah yang mendapat hadiah dari Pak Warsino.

Para peserta melakukan diskusi kelompok )Dokpri)
Para peserta melakukan diskusi kelompok )Dokpri)
Asli dan palsu

Pak Warsino memberikan dua pilihan hadiah, yakni uang asli Rp 50.000 dan uang palsu Rp 100.000. Nah, kamu pilih yang mana? Tentu saja, biarpun nilainya lebih rendah, si siswi memilih Rp 50.000. "Karena bisa dipakai jajan," katanya beralasan. Nah, menurut Pak Warsino, falsafah asli memiliki nilai penting.

Pak Warsino lalu memberi contoh botol kosong. Bila diisi air mineral harga jualnya murah. Sebaliknya bila diisi jus buah, madu, atau mintak wangi, harganya semakin meninggi. Nah yang ironis, bila botol tersebut diisi air comberan, maka tidak ada nilainya.

Begitulah karakter, kata Pak Warsino. Kita harus memiliki karakter baik bila nama kita akan dikenang. Pak Warsino mencontohkan nama-nama jalan seperti M.H. Thamrin dan Sudirman.

Acara selanjutnya menuliskan mimpi-mimpi 30 tahun mendatang. Para peserta diberikan waktu sekitar 30 menit. Setiap kelompok diberikan waktu tiga menit untuk tampil membacakan mimpi-mimpi mereka. Ada yang memimpikan kendaraan listrik supaya tidak membuat polusi atau menghabiskan bahan bakar. Ada yang memimpikan teknologi internet yang canggih, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun