Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sawahlunto, Dulu Menyeramkan, Kini Obyek Wisata Tambang

6 Desember 2018   18:22 Diperbarui: 7 Desember 2018   05:38 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Kereta Api Sawahlunto (Dokpri)

Sawahlunto di Sumatera Barat bukanlah kota bersejarah. Kota ini hanya dikenal sebagai kota tambang batu bara. Beberapa tokoh lahir di Sawahlunto, antara lain mantan menteri Moh. Yamin dan tokoh pers Adinegoro.

Di mata masyarakat awam, nama Sawahlunto juga cukup populer, terutama dikaitkan dengan kejahatan. Maklum, pada masa kolonial abad ke-19, banyak narapidana didatangkan dari Jawa dan tempat-tempat lain ke Sawahlunto untuk dipekerjapaksakan di tambang batu bara.

"Kalau tidak ada Sawahlunto, maka tidak ada pelabuhan Teluk Bayur, tidak ada kereta api, dan tidak ada pabrik semen," demikian Wakil Walikota Sawahlunto, Zohirin Sayuti, dalam sambutannya pada Seminar bertajuk "Sawahlunto Menuju Kota Wisata Tambang Berbudaya" di Kampus FIB UI Depok, 5 Desember 2018.  

Memang, Sawahlunto bercita-cita pada 2020 menjadi kota wisata tambang yang berbudaya. Maka pelestarian cagar budaya giat dilakukan di sana. Di Sawahlunto terdapat lebih dari 100 cagar budaya. Dari 2007, sudah 119 cagar budaya yang ditetapkan.

Di antara gedung-gedung kolonial, ada yang sudah berubah fungsi menjadi museum, antara lain Museum Goedang Ransoem (2005), Museum Kereta Api (2005), Lubang Mbah Soero (2008), dan Tambang Batu Bara Ombilin (2014). Masyarakat pun diajak kerja sama. Misalnya kalau ada benda cagar budaya akan diberikan kompensasi. Pemerintah kota Sawahlunto pun selalu membuat perda (peraturan daerah) agar bisa menjadi perhatian siapa pun yang menjadi walikota.

Jajaran FIB UI, Wakil Walikota Sawahlunto, dan narasumber seminar (Dok. Komunitas Luar Kotak)
Jajaran FIB UI, Wakil Walikota Sawahlunto, dan narasumber seminar (Dok. Komunitas Luar Kotak)
Penetapan walikota

Menurut Rahmat Gino, Kepala Seksi Peninggalan Bersejarah, Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah, dan Permuseuman Kota Sawahlunto, Walikota Sawahlunto telah tiga kali mengeluarkan surat keputusan yang berisi penetapan tentang cagar budaya. Jumlahnya 119 cagar budaya, yakni 68 CB pada 2007, 6 CB pada 2014, dan 45 CB pada 2017.  Karena banyaknya CB, maka Pemkot Sawahlunto sudah membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Pada 2014 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan SK tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional.

Karena peringkat nasional, maka kawasan tersebut diusulkan ke Unesco untuk menjadi warisan dunia. Pada 30 Januari 2015 Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto masuk dalam Daftar Sementara Unesco. Kita harapkan Sawahlunto ditetapkan sebagai warisan dunia, mengingat upaya Kotatua Jakarta telah gagal.  

Para peserta seminar (Dok. Komunitas Luar Kotak)
Para peserta seminar (Dok. Komunitas Luar Kotak)
Menyedihkan

Erwiza Erman dari LIPI mengatakan masa lalu Sawahlunto menyedihkan, mengharukan, dan menyeramkan. Untuk menghindari Sawahlunto sebagai Kota Hantu maka pada 2002-2018 pemkot mendaur ulang kota, dengan cara merevitalisasi berbagai bangunan lama, yang terkait dengan tambang dan berbagai fasilitasnya. Pada waktu yang sama, pemkot menciptakan obyek-obyek wisata baru yang berlokasi di bekas area pertambangan dan nontambang.

Dampak positif pun mulai dirasakan, misalnya tingkat kemiskinan semakin turun berkat bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan. Di Sawahlunto jumlah homestay semakin banyak karena tumbuhnya arus wisatawan. Dari segi produk pengetahuan pun, menurut Erwiza, telah berubah. Kalau tadinya fokus ilmuwan sosial lebih banyak pada masalah hubungan kerja, kontrol kerja, kondisi kerja, dan berbagai konflik, kemudian penelitian-penelitian lebih bervariasi. Seperti masalah bahasa, cagar budaya, kesenian, pengembangan kota, sampai potensi pariwisata.  "Semua produk pengetahuan tersebut memberi sumbangan untuk menciptakan ide-ide baru dalam mengolah kota tambang Sawahlunto menjadi kota wisata yang berhasil," kata Erwiza.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun