Setelah Museum Sunan Giri di Gresik, tujuan saya dan beberapa teman berikutnya adalah Museum Sunan Drajat di Lamongan. Lumayan juga perjalanan menuju Lamongan, sekitar satu jam sih ada. Sesampainya di tempat yang dituju, kami segera memasuki areal parkir di kompleks makam Sunan Drajat, di Desa Drajat, Kecamatan Paciran.
"Itu museumnya. Untuk ke sana harus melalui kompleks makam karena museum terletak di pintu keluar," kata seorang pedagang minuman. Untunglah ada seorang petugas berseragam yang bersedia mengantar kami. Jadi kami bisa langsung menuju museum lewat jalan belakang, tanpa mengikuti rute seperti para peziarah.
Museum Sunan Drajat didirikan pada 1991 namun baru difungsikan pada 30 Maret 1992. Bangunannya terletak di atas lahan seluas empat hektar. Sejauh ini museum baru terdiri atas satu lantai. Berbagai koleksi dimiliki museum ini. Di bagian tengah, pengunjung akan disambut bedug berukuran besar. Koleksi lain berupa perunggu, keramik, kayu jati, terakota, batu, besi, kulit, kuningan, lontar, bambu, logam, buku, dan kertas.
Seperangkat gamelan ada di dalam ruangan. Terdapat ukiran singo mengkok atau singa yang duduk dengan sikap siap menerkam, lambang kearifan, kelembutan, nafsu, dan kesempurnaan manusia. Kesenian tersebut merupakan sebuah akulturasi dari budaya Hindu-Buddha dan Islam.
Keramik asing koleksi museum berjumlah cukup banyak, namun kurang bervariasi. Umumnya banyak museum memang memiliki koleksi keramik asing. Yang agak langka di sini adalah koleksi kayu bagian dari masjid. Kayu-kayu berukir terlihat beberapa buah. Â Â
Koleksi guci kuno ada beberapa buah. Koleksi itu dipajang bersama koleksi lain di alas berwarna merah.
Banyak koleksi tampak kusam. Pasti karena kurang pemeliharaan. "Meminta dana dari dinas susah," kata seorang petugas. Untung di bagian depan museum disediakan kotak amal. Banyak pengunjung sering memasukkan sejumlah uang ke tempat itu. Uang itulah yang digunakan untuk membeli alat-alat pembersih dan sebagainya. Kalau tidak dengan cara begitu, pasti kondisi museum sudah tidak karuan.
Petugas museum atau staf dinas yang membawahi museum, jelas masih perlu mengikuti berbagai bimbingan teknis atau bantuan dari instansi terkait, seperti dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur yang berada di Trowulan. Petugas BPCB sering datang ke sana untuk membantu museum. Â
Museum Sunan Drajat buka setiap hari. Boleh dibilang jumlah pengunjung cukup ramai, terutama pada Sabtu, Minggu, Libur Nasional, atau hari keagamaan. Bahkan banyak pengunjung datang dari luar kota.
Museum ini tidak bisa dipisahkan dari kegiatan atau wisata religi. Pengunjung yang akan keluar dari kompleks makam Sunan Drajat, harus melalui jalan di depan museum. Sering kali seusai berziarah, pengunjung akan mampir ke sini. Ada yang sekadar melihat-lihat, ada yang ingin tahu perihal Sunan Drajat.
Tata pamer dan alur pengunjung museum masih sederhana. Pasti karena keterbatasan dana untuk memperoleh koleksi dan mempercantik tampilan. Semoga nantinya Museum Sunan Drajat bisa dikelola secara lebih baik oleh para petugas museum secara mandiri. Memang ada dinas terkait, tetapi orang kantoran berbeda dengan orang lapangan. Orang lapangan lebih mengerti persoalan museum. Â