Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menafsir Gambar Telapak Tangan pada Gua Purba dengan Metode Palmistri

12 November 2016   13:48 Diperbarui: 14 November 2016   03:08 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkiraan jenis kelamin berdasarkan gambar telapak tangan (Dok. Cecep Eka Permana)

Biasanya masyarakat awam mengenal tinggalan arkeologi hanya berupa barang atau bangunan, misalnya keramik, koin, prasasti, fosil, dan candi. Namun, ada satu tinggalan masa lampau yang terbilang unik dan langka.

Tinggalan itu bukan berupa barang yang bisa dipindahkan, bukan pula berujud bangunan besar dan kokoh. Banyak sebutan terhadap tinggalan yang satu itu. Ada yang mengenalnya sebagai lukisan gua. Ada pula yang bilang seni gambar cadas (rock art). Namun secara sederhana namanya gambar telapak tangan (hand stencil).

Gambar telapak tangan merupakan tinggalan dari masa prasejarah atau masa sebelum dikenalnya sumber tertulis. Biasanya terdapat pada gua-gua purba yang berusia ribuan tahun. Bukan hanya di Indonesia, berbagai belahan dunia pun memiliki gua-gua sejenis. Di Indonesia gambar telapak tangan terdapat pada dinding gua-gua prasejarah di Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Maluku, dan Papua.

Kajian

Kajian tentang gambar telapak tangan pernah dilakukan oleh tiga staf pengajar Jurusan Arkeologi UI, yakni R. Cecep Eka Permana, Karina Arifin, dan Ingrid H.E. Pojoh. Mereka berupaya mengidentifikasi jenis kelamin pembuat/pemilik dari gambar telapak tangan tersebut.

Seiring dengan perkembangan ilmu arkeologi dan diakuinya gambar gua dalam kajian ilmiah, maka representasi jender mulai diselidiki dengan mengkaji bentuk-bentuk yang digambarkan dalam gambar gua, serta berusaha menafsirkannya sebagai penggambaran perempuan atau laki-laki.

Kajian tentang jender muncul bersamaan dengan gerakan feminisme. Kaum feminis mengkritik pandangan androsentris dalam menafsirkan data arkeologi, misalnya model “laki-laki pemburu”. Model ini merupakan sistem jender yang menampilkan bahwa laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Begitu Conkey & Spector (1998: 16) menulis sebagaimana dikutip R. Cecep Eka Permana dalam makalahnya “Permasalahan Interpretasi Jenis Kelamin Gambar Telapak Tangan Gua Prasejarah” pada Diskusi Ilmiah Arkeologi, 5 Oktober 2015.

 “Namun, informasi mengenai jender tidak selalu tersedia dengan mudah. Bentuk-bentuk yang digambarkan tidak selalu memperlihatkan dengan jelas perbedaan seks, kecuali kalau memperlihatkan phalus, vagina, atau payudara.

Demikian pula alat-alat atau kegiatan yang ada dalam suatu gambar gua tidak selalu dapat diidentifikasikan dengan baik yang menunjukkan laki-laki atau perempuan. Dalam kaitannya untuk eksplanasi atau interpretasi, maka arkeologi sering menggunakan analogi dengan data etnografi,” begitu uraian Cecep.

Cara cmengukur telunjuk dan jari manis (Dok. Cecep Eka Permana)
Cara cmengukur telunjuk dan jari manis (Dok. Cecep Eka Permana)
Menurut Cecep, kajian jender dalam dekade terakhir ini memfokuskan pada gambar telapak tangan, antara lain dilakukan oleh John T. Manning (2002) dan Dean R. Snow (2006). Manning memperkenalkan gagasan tentang metode digit ratio 2D:4D untuk membedakan telapak tangan laki-laki atau perempuan. Sedangkan Snow lebih mengembangkannya pada 2D (jari telunjuk), 4D (jari manis), dan 5D (jari kelingking).

Manning menulis, berbagai suku bangsa di dunia memiliki pola yang khas antara laki-laki dan perempuan. Pola tersebut bersifat turun-temurun secara genetis tiap suku bangsa. Jari telunjuk (forefinger) dan jari manis (ringfinger) dapat mengungkapkan identitas jenis kelamin, karena sejak janin hormon estrogen berperan dalam pertumbuhan jari telunjuk, dan hormon testosteron berperan pada pertumbuhan jari manis.

Penelitian Manning, menurut Cecep, menunjukkan bahwa pria umumnya memiliki rasio rendah dibandingkan wanita. Seorang perempuan Polandia memiliki rasio rata-rata 1, sedangkan laki-lakinya memiliki rasio rata-rata 0,99. Rasio 2D:4D pada orang Inggris menunjukkan perempuan dengan rasio 0,99 dan laki-laki memiliki rasio 0,98.

Konferensi

Ide Manning itu pernah dibincangkan dalam konferensi International Federation Rock Art Organization (IFRAO) Desember 2004. Kala itu Jean-Michel Chazine dan Arnaud Noury melaporkan penelitiannya berjudul ”Sexual Determination of Hand Stencil on the Main Panel of the Gua Masri II Cave (East-Kalimantan/Borneo-Indonesia)”.

Menurut Cecep, Nelson, Manning & Sinclair (2006) memuji laporan Chazine & Noury yang telah mencoba menerapkan metode digit ratio 2D:4D. Mereka juga mengkritisi bahwa hasilnya kurang tepat,   karena mengukur rasio 2D:4D gambar telapak tangan di Kalimantan Timur menggunakan acuan tangan orang Eropa.  Padahal, untuk rasio 2D:4D  mestinya diambil sendiri dari pengukuran masyarakat tradisional setempat sekitar gua prasejarah yang dikaji.

Berdasarkan acuan dan pengalaman kajian yang ada, Cecep dan Isman Pratama (2012) mencoba melakukan penerapan metode digit ratio 2D:4D. Dalam kajian tersebut,  mereka meneliti tangan penduduk setempat di kampung Leang-Leang dan Samanggi. Sebagai sampel diambil gambar telapak tangan di Leang Patta Kere, Sulawesi Selatan. 

Berdasarkan penghitungan rasio tangan penduduk perempuan  0,926 dan laki-laki 1,071, maka hasil prediksi menunjukkan bahwa tangan laki-laki terdapat pada tujuh gambar, yakni 2, 4, 5, 7, 8, 11, dan 12, tangan perempuan terdapat pada tiga gambar, yakni 1, 3, dan 6. Sedangkan gambar 9 dan 10 tidak diketahui jenis kelaminnya (lihat gambar).

Kajian jender telapak tangan prasejarah terus dikembangkan oleh Cecep, Karina, dan Ingrid (2015) lewat penelitian gambar tangan di wilayah Sulawesi Selatan dan Maluku.  Semoga hasil analisisnya telah selesai.***

Palmistri

Salah satu ilmu atau pengetahuan yang kemungkinan bisa dipakai untuk menguak tabir kegelapan pada gambar telapak tangan adalah palmistri.  Secara luas palmistri dikenal sebagai ilmu yang digunakan untuk menganalisis kepribadian orang melalui garis tangan.

Sesungguhnya yang dipelajari palmistri sangat luas karena mencakup juga bentuk telapak tangan, bentuk jari termasuk ujung jari, jarak antarjari, perbandingan panjang jari, dan perbandingan ruas jari.

Letak jari untuk menentukan kepribadian dan emosi
Letak jari untuk menentukan kepribadian dan emosi
Sejak lama sejumlah negara mengembangkan pengetahuan palmistri. Kini ada tiga negara yang dinilai paling getol memopulerkan palmistri, yakni Tiongkok, India, dan Yunani.

Kita belum tahu mana yang paling cocok diterapkan untuk menganalisis gambar telapak tangan tersebut. Namun tidak ada salahnya kalau masing-masing pengetahuan palmistri dari masing-masing negara diujicobakan.

Rentang jari untuk menentukan mentalitas dan profesi (Sumber: Misteri Masa Depan Anda, Penerbit Arcan, 1993)
Rentang jari untuk menentukan mentalitas dan profesi (Sumber: Misteri Masa Depan Anda, Penerbit Arcan, 1993)
Dari hal-hal tersebut setidaknya bisa diketahui kepribadian, mentalitas, emosi, pekerjaan, dan sebagainya dari si pemilik telapak tangan. Memang kita masih menduga-duga. Ini karena cap tangan di dinding gua tersebut berupa cap negatif, bukan cap positif.

Apalagi cap tangan itu tidak terlalu sempurna karena tidak menggunakan cat semprot seperti pada masa sekarang. Betapa pun bukan tidak mungkin pengetahuan palmistri mampu membantu mengungkapkan persoalan di balik gambar telapak tangan itu.

Gambar cadas

Nah, apakah yang dimaksud gambar cadas? Istilah musik cadas sudah lama dikenal, namun istilah gambar cadas memang masih kurang populer. Istilah ini hanya diketahui segelintir ilmuwan, terutama yang berkecimpung di bidang arkeologi.

Istilah gambar cadas mengacu pada gambar yang dibuat oleh manusia prasejarah pada permukaan batu yang keras. Wujudnya dalam bentuk lukisan, goresan, dan cukilan. Gambar tangan yang ditemukan di Indonesia umumnya berbentuk cap-cap tangan, figur manusia, binatang, perahu, dan garis-garis geometris.

Situs-situs gambar cadas tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hingga saat ini tercatat 400-an situs yang berada di gua-gua pedalaman, gua-gua pesisir, tebing pantai, pulau karst, dan bongkahan batu besar.

Lokasi

Pemilihan lokasi tentu saja amat diperlukan. Ada berbagai lokasi yang dipilih manusia prasejarah untuk menggambar, yakni memiliki permukaan datar, berdinding bersih, kering, mendapat sinar matahari yang baik, dan dapat melihat panorama yang baik.

Manusia pembuat gambar cadas dikenal sebagai bangsa Austronesia atau manusia ras Mongoloid. Pada awal kedatangannya mereka tinggal di gua-gua. Pada perkembangannya mereka juga hidup di luar gua. Bahkan melakukan aktivitas pertanian dan memelihara binatang. Karena itu mereka mengembangkan pemikiran yang diekspresikan menjadi gambar-gambar cap tangan, figur manusia, binatang, perahu, dan garis geometris.

Gambar cadas paling tua diperkirakan dibuat sekitar 4.000 tahun yang lalu. Ketika itu ras Mongoloid masuk pertama kali ke wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

Di wilayah timur, yakni Kepulauan Maluku dan Papua, motif gambar cadas terlihat lebih kaya. Diperkirakan gambar-gambar itu berusia lebih muda dibandingkan gambar-gambar dari wilayah lain. Ditaksir umurnya 1.000 hingga 2.000 tahun. Sedangkan di Sumatera, tepatnya di Gua Harimau, ditemukan rangka manusia yang didominasi ras Mongoloid. Di situs tersebut umur gambar cadas diperkirakan 3.500 tahun.

Teknik pembuatan

Teknik pembuatan gambar cadas belum dapat dipastikan.  Namun para peneliti menafsirkan terdapat empat cara pembuatan gambar cadas.

Pertama, cap-sembur negatif, yaitu cara untuk membuat gambar telapak tangan, ikan, atau daun dengan menyemburkan cairan berwarna dari mulut atau menggunakan tulang binatang ke objek. Melalui teknik ini dihasilkan gambar negatif yang nampak dari adanya warna di sekitar objek.

Kedua, oles, yaitu cara membuat gambar dengan mengoleskan pewarna menggunakan jari atau alat seperti kuas yang terbuat dari bambu, rotan, ranting kayu, kulit kayu, atau rambut binatang.

Ketiga, cap-positif, yaitu cara mencetak bentuk secara positif, contohnya telapak tangan dicelup pada pewarna, kemudian dicap pada permukaan batu.

Keempat, cukil, yaitu cara membuat gambar dengan menggores permukaan batu menggunakan benda runcing dari logam, batu, atau kayu.

Gambar cadas yang ditemukan umumnya berwarna merah dan hitam, menggunakan oker yang mengandung oksida besi. Oker terbukti merupakan pewarna yang tahan terhadap cuaca dan pelapukan dibandingkan dengan warna lain, sehingga masih bertahan hingga kini. Untuk warna hitam, biasanya manusia prasejarah menggunakan arang.

Pesan

Gambar cadas dibuat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Terlebih merupakan pemuas perasaan tertentu terkait dengan rasa kekhawatiran, rasa cemas, rasa aman, dan rasa syukur.

Cap-cap tangan yang didominasi warna merah ditafsirkan sebagai cap-cap tangan nenek moyang yang akan selalu memberikan perlindungan kepada keturunannya yang masih hidup. Gambar binatang ditafsirkan merupakan pedoman untuk keberhasilan dalam perburuan binatang. Simbol-simbol manusia dan hiasan geometris merupakan perwujudan alam pikiran yang berkaitan dengan peristiwa tertentu dalam hidup mereka.

Daftar Pustaka

  • Brosur Pameran Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015.
  • Katalog Pameran Gambar Cadas Prasejarah di Indonesia. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015.
  • Benham, William G. The Benham Book of Palmistry. USA: New Page Books, 2006.
  • Daruputra, Budi. Palmistri, Biarkan Tangan Berbicara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
  • Reid, Lori. Palmistri. Jakarta: Penerbit Arcan, 2002.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun