Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kabut Asap Kode Keras buat Calon Ibu Kota Negara

19 September 2019   22:10 Diperbarui: 21 September 2019   08:41 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Agustus lalu secara resmi presiden mengumumkan kepindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di antara Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Kabupaten Penajam Paser Utara. 

Salah satu alasannya adalah minimnya risiko bencana seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan tanah longsor. Namun tak sampai sebulan kemudian, kabut asap mengepung Sumatera dan Kalimantan termasuk di wilayah calon ibu kota negara tersebut.

Seperti dilansir Detik, kabut asap mulai menyelimuti wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dua hari lalu, seolah menantang presiden untuk membuktikan bahwa pemilihan lokasi tersebut sudah tepat dilihat dari aspek bencana. 

Benar bahwa daerah tersebut selama ini relatif aman terhadap bencana gempa, tsunami, maupun banjir, tapi ternyata tidak untuk asap akibat pembakaran hutan. 

Bencana asap menjadi momok yang mengerikan bagi warga di Pulau Sumatera dan Kalimantan akibat ketidakmampuan aparatur dan masyarakat mencegah terjadinya pembakaran hutan tersebut.

Bisa dibayangkan bila ibu kota benar-benar pindah sementara masalah kabut asap tak pernah dapat ditangani dengan baik. Bagaimana bisa para pegawai pusat bekerja dengan maksimal kalau harus selalu terganggu ulah kabut asap tersebut. 

Akan banyak isu-isu strategis yang harus diputuskan segera menjadi tertunda gara-gara asap menyelimuti perkantoran kementerian atau istana presiden. 

Sidang kabinet yang membahas persoalan teknis lapangan terpaksa harus dibatalkan karena asap lebih dulu masuk ruang rapat ketimbang presiden dan para menteri. 

Bahkan sidang paripurna DPR pun bisa bubar bukan karena kurangnya kehadiran anggota tapi lebih karena asap tebal berkumpul di dalam gedung dewan.

Mungkin presiden bakal naik darah setiap hari melihat asap berseliweran di depan kantornya. Surat-surat yang harus ditandatangani terpaksa harus dikembalikan karena kertasnya menghitam terpapar asap. 

Sementara para pengawal sibuk menghalau asap yang menyelimuti istana serta mengawal presiden blusukan meninjau sumber asap setiap harinya. Waktu habis hanya untuk mengurusi asap, padahal masalah negara ribuan jumlahnya dan semuanya minta ditangani segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun