Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kasus OTT Bekasi, Kala Tata Ruang Kehilangan Huruf "R"

16 Oktober 2018   08:57 Diperbarui: 16 Oktober 2018   19:28 2249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil OTT Bekasi oleh KPK (Sumber: Kompas.com)

Sebenarnya tak terlalu mengejutkan ketika kemarin terjadi lagi kasus OTT yang melibatkan pimpinan daerah beserta jajarannya di lingkungan Kabupaten Bekasi terkait perizinan tata ruang. Mungkin inilah gunung es yang menyeruak di tengah carut marutnya perizinan tata ruang yang terjadi di negeri ini namun selama ini terselubung di balik riuh rendahnya suhu politik menjelang pilpres tahun depan.

Ruwetnya birokrasi membuat orang banyak mencari jalan pintas sehingga terpaksa harus menggulirkan "pelicin" untuk memuluskan keluarnya izin dari pihak berwenang.

Dulu Kabupaten Bekasi bersama beberapa kabupaten lain di wilayah pantura merupakan penghasil padi terbesar di pulau Jawa. Namun seiring dengan berkembangnya kota Jakarta, wilayah Kabupaten Bekasi terkena imbasnya dengan semakin berkurangnya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan perumahan dan industri.

Padahal jenis tanah di wilayah ini sebenarnya lebih cocok untuk pertanian ketimbang peruntukan lain, namun karena kebutuhan lahan meningkat lambat laun para petani menjual lahannya pada para pengembang dengan imbalan ganti rugi tanah yang (mungkin) lebih menguntungkan ketimbang bertani.

Dikutip dari situs wartakota, sudah hampir belasan ribu hektar lahan pertanian beralih fungsi dengan hanya menyisakan 33 ribu hektar yang coba dipertahankan. Bahkan dalam setahun nyaris seribu hektar tanah pertanian terkonversi menjadi lahan perumahan. (Sumber di sini)

Jadi amat sangat wajar bila produksi beras semakin menurun dan akhirnya harus mengimpor, karena lahan pertanian semakin menyusut sementara jumlah penduduk semakin bertambah. 

Dalam jangka pendek, penjualan lahan tersebut tentu menguntungkan pemilik lahan dan pemerintah (serta oknum-oknum yang mengurus perizinan) karena nilai lahan meningkat dan menimbulkan multiplier effect pada kegiatan ekonomi turunannya.

Namun kita lupa bahwa dalam jangka panjang pembangunan perumahan dan industri tanpa kontrol tata ruang akhirnya menyebabkan kekumuhan dan urban sprawl yang pada akhirnya bermuara pada penurunan kualitas lingkungan dan kehidupan manusia penghuninya. Sudah beras impor, kualitas air menurun, sampah pun menumpuk dan pemerintah tak berdaya mengatasi hal tersebut.

Penyusunan rencana tata ruang saat ini lebih mementingkan nilai ekonomi ketimbang potensi kendala dan limitasi serta kemungkinan terjadinya bencana akibat dinamisnya kondisi geologi di wilayah tersebut.

Terjadinya bencana alam seperti gempa yang menyebabkan ribuan rumah roboh atau terkena likuifaksi seperti di Palu, berawal dari tidak sesuainya rencana tata ruang dengan kondisi geologi yang memang rawan bencana. Akibatnya seperti kita lihat sendiri di televisi, sementara para pengambil kebiijakan dulu sudah terlanjur menikmati manisnya perizinan dari perencanaan tata ruang yang tak sesuai kaidah penataan ruang.

Sungguh menyedihkan ketika perizinan tata ruang yang seharusnya mengontrol pertumbuhan ruang agar sesuai kapasitas penduduk dan peruntukannya malah menjadi 'bancakan' para pihak yang berwenang untuk mencari 'sesuap berlian' di balik kewenangan yang dimilikinya. Lucunya lagi, saya pernah mendengar ungkapan seorang wakil rakyat bahwa perizinan itu untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun