Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jerman yang (Tak Lagi) Memiliki "Staying Power"

18 Juni 2018   01:58 Diperbarui: 18 Juni 2018   02:09 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak Ada Lagi Staying Power bagi Ozil dkk (Sumber: Reuters.com)

Di era 70 hingga 80-an, Jerman yang saat itu masih bernama Jerman Barat terkenal dengan staying power atau kemampuan yang tersimpan untuk mengejar ketertinggalan skor dari lawannya. Kemampuan tersebut ditunjukkan lewat permainan yang konsisten dan tidak terburu-buru menyelesaikan peluang sambil menunggu momen yang tepat untuk mencetak gol balasan. Tak jarang gol balasan tersebut justru datang di menit-menit akhir menjelang wasit meniupkan peluit panjang tanda waktu normal selesai

Dalam beberapa pertandingan penting, Jerman Barat yang kebobolan terlebih dahulu bisa menyamakan kedudukan dalam waktu singkat. Di final Piala Dunia 1966, Jerman Barat yang sudah tertinggal 2-1 oleh Inggris berhasil memaksa perpanjangan waktu lewat gol Wolfgang Weber di menit 89! Pertandingan dilanjutkan dengan perpanjangan waktu, sebelum akhirnya Inggris berhasil memboyong Piala Dunia yang diwarnai gol kontroversial Geoff Hurst yang dalam tayangan ulang membentuk mistar atas dan bola pantulannya ternyata belum melewati garis gawang, persis seperti gol Pogba ke gawang Australia dua hari lalu.

Jerman Barat membalas kekalahan dari Inggris di perempat final 1970, lagi-lagi sempat tertinggal 2-0 sebelum membalikkan keadaan menjadi 3-2 di perpanjangan waktu. Di semifinal, kejadian tersebut kembali terulang, Jerman Barat yang tertinggal 0-1 dari Italia berhasil memaksakan perpanjangan waktu setelah Schnellinger membobol gawang Albertosi di menit 90, walau akhirnya menyerah juga dengan skor akhir 4-3 untuk kemenangan Italia.

Dalam pertandingan final Piala Dunia 1974, Jerman Barat juga tertinggal lebih dulu dari Belanda lewat penalti Johan Neeskens di menit ke-2 setelah maestro bola Johan Cruyff dijatuhkan Uli Hoeness di kotak penalti. Paul Breitner membalas juga melalui penalti di menit ke-25 setelah Holzenbein dijatuhkan lawan. Akhirnya Gerd Muller menamatkan perlawanan Belanda melalui golnya di menit ke-43.

Drama lebih seru terjadi di semifinal Piala Dunia 1982 saat melawan Perancis. Saat itu saya menyaksikan langsung di layar televisi bagaimana bek kiri Perancis Patrick Battiston dihajar mulutnya oleh kaki kiper Jerman Barat Harald Schumacher, namun sang kiper malah tidak dikartu merah karena dianggap tidak sengaja menendang Battiston walau sang pemain harus kehilangan dua giginya. 

Drama belum berakhir ketika perpanjangan waktu tinggal 18 menit lagi dan Perancis sudah unggul 3-1, namun dalam waktu enam menit Rummenigge dan Klaus Fischer mengejar ketinggalan menjadi 3-3 dan memaksa adu penalti. Schumacher malah menjadi pahlawan setelah memblok tendangan penalti terakhir oleh Maxime Bossis, dan Hrubesch menggenapkan kemenangan Jerman Barat lewat adu penalti.

Final Piala Dunia Tahun 1986 juga menghadirkan drama tersendiri. Jerman Barat yang sudah tertinggal dua gol berhasil menyamakan kedudukan melalu Rummenigge dan Voller. Sayang udara panas Meksiko saat itu membuat pemain Jerman Barat cepat lelah dan berusaha untuk bertahan. Kesempatan itu dimanfaatkan Maradona untuk memberi umpan kepada Burruchaga sebelum dituntaskan menjadi gol penentu kemenangan Argentina sekaligus memboyong Piala Dunia untuk kedua kalinya.

Setelah era 80-an berakhir, Jerman yang sudah bersatu antara Barat dan Timur mulai kehilangan sentuhan staying power setelah menjadi Juara Piala Dunia untuk ketiga kalinya tahun 1990. Tahun 1994 dan Tahun 1998 merupakan tahun paling malang buat timnas Jerman karena gagal meneruskan tradisi masuk empat besar karena gagal di perempat final. Prestasi Jerman kembali membaik ketika masuk final 2002, semifinal 2006 dan 2010, serta puncaknya menjadi Juara Dunia untuk keempat kalinya tahun 2014.

Pertandingan melawan Meksiko tadi malam (17 Juni 2018) menjadi antiklimaks buat juara bertahan karena ketidakmampuan untuk membalikkan keadaan alias staying power walaupun serangan gencar ke gawang Meksiko dilakukan secara bertubi-tubi, namun mentah di tangan kiper Ochoa yang membuat tujuh kali penyelamatan, angka terbesar yang pernah diraihnya sebagai kiper Piala Dunia. Hirving Lozano akhirnya menamatkan perlawanan juara bertahan di pertandingan perdana.

Namun jangan khawatir, Jerman (Barat) pernah mengalami kejadian serupa, kalah dari Aljazair di pertandingan pertama Piala Dunia 1982 namun tetap melaju ke final. Di Piala Dunia 1954, Jerman (Barat) malah dibantai Hongaria 8-3 di fase grup sebelum membalasnya di final dengan skor 3-2. Tahun 1974 juga ada kejadian unik dimana Jerman (Barat) dikalahkan oleh Jerman Timur 0-1 sebelum menjadi juara dunia, hal yang tak mungkin lagi terjadi saat ini.  Yang penting, tetaplah ingat jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Jadi bawalah kacang untuk menemani nonton Jerman di dua pertandingan berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun