Bukittinggi terkenal dengan berbagai obyek wisatanya seperti Jam Gadang, Gua Jepang, Ngarai Si Anok, Benteng Fort de Kock dan lain sebagainya.
Namun belum lengkap mengunjungi Bukittinggi kalau belum pernah mencoba kuliner khasnya selain sate Padang, salah satunya adalah pical alias pecel seperti yang biasa kita makan di Jawa.Â
Plang Petunjuk Masuk ke Dalam Gang (Dokpri)
Salah satu kedai pical terkenal di Bukittinggi adalah Pical Sikai. Letaknya bersebelahan dengan obyek
wisata Lobang Jepang yang dulunya merupakan tempat persembunyian tentara Jepang pada saat Perang Dunia II.Â
baca juga: Berpusing di Kelok 44 Sambil Menikmati Birunya Maninjau
Warungnya tak terlalu besar dan berada di dalam gang sempit yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Kami parkir di atas dekat dengan pintu masuk obyek wisata kemudian turun ke bawah menuju warung. Karena masih pagi, warung tampak masih tutup, tapi pas kami buka ternyata sedang disiapkan. Sambil menunggu saya kembali ke atas untuk berfoto di gua Jepang.
Tampak Depan Warung (Dokpri)
Setelah sekitar lima belas menit, saya kembali ke warung dan menyaksikan pical dibuat. Bila dibandingkan dengan pecel di Jawa, sayuran yang digunakan hampir sama, seperti daun singkong dan kol.
baca juga: Hilangnya Lengking Peluit Kereta Api di Singkarak
Namun yang membedakan adalah digunakannya jantung pisang sebagai pengganti sayur nangka dan rebung. Bumbu kacangnya juga agak encer bila dibanding dengan bumbu kacang pecel biasa. Porsinya juga tidak terlalu banyak, pas di perut untuk sarapan pagi ditambah lontong sebagai pengganti nasi dan telor sebagai lauknya.
Uni sedang Menyajikan Pical (Dokpri)
Cara menyajikannya juga persis seperti pecel biasa, bumbu kacang disiapkan terlebih dahulu, lalu sayur mayur dimasukkan dan diaduk bersama bumbu, lalu dimasukkan lontong dan disajikan dalam piring serta ditaburi kerupuk merah khas Padang, bisa juga ditambah telor (opsional). Rasanya pedas-pedas nikmat agak sedikit manis dari gula merah, lebih enak lagi makan dengan rempeyek kacang yang tersedia di meja.
Satu lagi kuliner khas yang ada di warung ini adalah Lamang Tapai atau disini dikenal dengan Tape Ketan Hitam. Lamang atau lemang dalam bahasa Palembang berbentuk lontong yang terbuat dari ketan putih yang tidak memiliki rasa alias hambar, lalu disiram ketan hitam yang manis kecut berair fermentasi. Sebagai makanan pembuka atau penutup, rasanya cocok disandingkan dengan pical sebagai makan beratnya.
Gerbang Masuk Gua Jepang (Dokpri)
Semua pesanan tandas dalam sekejap, tak ada lagi yang tersisa. Perut kenyang dan diakhiri dengan minum kopi panas untuk menetralisir dinginnya kota Bukittingi di pagi hari.
Lain waktu bila kembali ke Bukittinggi, saya pastikan untuk kembali mampir di warung ini. Kalau travellers ada di sekitar Bukittinggi, jangan lupa untuk mampir sejenak menikmati kulinernya. Paling enak memang pical dimakan sebagai sarapan pagi.
Lihat Foodie Selengkapnya