PEMANFAATAN LIMBAH FESES PETERNAKAN KAMBING MENJADI PUPUK ORGANIK
1 Akhmad rangga ferdiansyah, 2 Cecilia
Jocelyn Lesmana, 3 Ananda Allysia, 4
Halimatus Sa Diyah, 5 Ubaidillah Dwi Santoso
1 Teknik Elektro, Universitas 17 Agustus 1945 email: akhmadrangga233@gmail.com
2 Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 email: cecilialesmana23@gmail.com
3 Manajemen, Universitas 17 Agustus 1945 email: anandaallysia294@gmail.com
4 Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 email: diyahdhea6@gmail.com
5 Teknik Industri, Universitas 17Agustus 1945 email: rosidadbdul371@gmail.com
Abstract
Limbah feses kambing merupakan salah satu masalah lingkungan yang umum dijumpai di kawasan peternakan, terutama jika tidak dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pemanfaatan feses kambing sebagai bahan baku pupuk organik melalui proses fermentasi. Feses kambing difermentasi menggunakan larutan EM4 selama 21 hari. Hasil pengolahan menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam tekstur, bau, dan kandungan unsur hara. Setelah proses fermentasi, kandungan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) masing- masing meningkat menjadi 1,4%, 0,8%, dan 1,2%. Selain itu, kadar air menurun dari 75% menjadi sekitar 35%, menandakan bahwa pupuk telah matang dan stabil. Pemanfaatan ini tidak hanya meningkatkan nilai guna limbah, tetapi juga berkontribusi dalam pengurangan pencemaran lingkungan dan mendukung pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, feses kambing dapat dijadikan alternatif sumber pupuk organik yang ekonomis dan ramah lingkungan, terutama dalam skala peternakan rakyat.
Keywords: Feses kambing, pupuk organik, fermentasi, EM4, limbah peternakan
1.PENDAHULUAN
Desa Jimbaran Kulon, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo terletak di wilayah dataran rendah yang memiliki akses cukup mudah dari pusat kota Sidoarjo, dengan jarak sekitar 15 km. Desa ini dikenal sebagai daerah dengan potensi pertanian dan peternakan yang berkembang, termasuk peternakan kambing skala kecil hingga menengah. Salah satu peternakan kambing di Desa Jimbaran Kulon dimiliki secara perorangan dengan jumlah ternak sekitar 50 ekor kambing. Peternakan ini dikelola secara mandiri dan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi pemiliknya.
Pakan yang diberikan kepada kambing terdiri dari hijauan seperti rumput gajah, daun lamtoro, dan daun turi, serta pakan tambahan berupa konsentrat. Pemberian pakan dilakukan setiap hari dengan mencampurkan beberapa jenis hijauan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ternak dan mempercepat pertambahan berat badan kambing. Namun, pengelolaan limbah dari peternakan ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan secara optimal.
Sisa pakan hijauan yang tidak habis dimakan serta kotoran kambing sering kali menumpuk di sekitar kandang, menimbulkan bau tidak sedap dan kesan kumuh. Selama ini, kotoran kambing hanya diberikan kepada warga desa dalam bentuk mentah sebagai pupuk kandang, sementara sisa pakan hijauan dibiarkan menumpuk tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengolah limbah organik menjadi produk yang bernilai ekonomis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik peternakan, diketahui bahwa belum pernah ada kegiatan pelatihan atau pendampingan mengenai pengolahan limbah ternak menjadi pupuk kompos. Kegiatan yang dilakukan sebelumnya hanya berfokus pada aspek pemeliharaan dan kesehatan hewan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kegiatan pengabdian masyarakat yang dapat memberikan edukasi mengenai dampak negatif dari limbah ternak yang tidak dikelola dengan baik, serta pelatihan langsung tentang cara membuat kompos dari kotoran kambing dan sisa pakan hijauan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat, khususnya pemilik peternakan di Desa Jimbaran Kulon, dalam mengelola limbah peternakan menjadi produk yang berguna dan bernilai jual seperti pupuk kompos. Kegiatan ini juga mencakup pelatihan pengemasan dan strategi pemasaran produk kompos, sehingga diharapkan dapat menambah sumber pendapatan bagi pemilik peternakan dan mendorong pertanian berkelanjutan di desa tersebut.
2.Kajian Literatur
a.Limbah Peternakan
Limbah peternakan merupakan hasil samping dari kegiatan beternak yang secara umum terbagi menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat mencakup feses, sisa pakan, dan sisa alas kandang, sementara limbah cair berasal dari urin, air cucian kandang, dan air minum yang tumpah. Di sisi lain, limbah gas seperti amonia dan metana dihasilkan dari proses fermentasi limbah organik. Ketiga jenis limbah ini, apabila tidak dikelola dengan baik, akan mencemari udara, tanah, dan air, sehingga membahayakan kesehatan manusia, hewan, serta merusak ekosistem sekitarnya (Suryani, 2020).
Pengelolaan limbah peternakan menjadi penting dalam konteks pembangunan pertanian berkelanjutan. Prinsip daur ulang atau pemanfaatan kembali limbah organik menjadi salah satu solusi untuk menekan pencemaran lingkungan sekaligus menghasilkan produk yang bermanfaat. Pupuk organik merupakan salah satu hasil pengolahan limbah peternakan yang bernilai guna tinggi. Dengan memanfaatkan limbah feses ternak seperti kambing, peternak tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga mendapatkan produk tambahan yang berguna bagi pertanian (Nurhayati, 2019).
Dalam konteks kebijakan lingkungan dan pertanian, pemerintah juga telah mendorong pendekatan zero waste pada aktivitas peternakan. Berbagai pelatihan dan program pemberdayaan telah diberikan kepada peternak agar mereka dapat mengelola limbahnya secara mandiri dan produktif. Dengan demikian, limbah peternakan yang dulunya menjadi masalah dapat berubah menjadi solusi bagi pertanian organik dan ketahanan pangan berkelanjutan Kementerian Pertanian RI, 2020)
b.Feses Kambing sebagai Bahan Baku Pupuk Organik
Feses kambing merupakan salah satu limbah padat peternakan yang sangat potensial untuk dijadikan bahan baku pupuk organik. Secara umum, kotoran kambing memiliki tekstur yang lebih kering dan tidak terlalu basah seperti feses sapi atau ayam, sehingga lebih mudah untuk diolah dan dikomposkan. Kandungan unsur hara seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam feses kambing cukup tinggi dan seimbang, yang sangat dibutuhkan tanaman untuk menunjang pertumbuhan dan produktivitasnya (Ismail, 2018)
Keunggulan lain dari feses kambing adalah rendahnya tingkat bau menyengat dan mudahnya proses fermentasi karena struktur serat kasar yang membantu aerasi selama proses pengomposan. Selain itu, feses kambing juga mengandung mikroorganisme alami yang dapat membantu dekomposisi lebih cepat dan efektif saat dicampur dengan bahan tambahan seperti jerami, sekam, atau dedak. Hal ini membuat feses kambing menjadi bahan pupuk organik yang efisien dan tidak memerlukan perlakuan khusus yang rumit (Wulandari, 2021).
Di berbagai wilayah pedesaan, pemanfaatan feses kambing telah mulai diterapkan dalam skala rumah tangga dan petani kecil. Para peternak mulai menyadari bahwa dengan mengolah feses menjadi pupuk, mereka tidak hanya mengatasi limbah, tetapi juga menghemat biaya pembelian pupuk kimia yang semakin mahal. Praktik ini turut mendorong kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup (Fitriani, 2016).
c.Proses Pengolahan Menjadi Pupuk Organik
Proses pengolahan feses kambing menjadi pupuk organik dapat dilakukan melalui dua metode utama, yaitu fermentasi dan pengomposan. Dalam metode fermentasi, feses dicampur dengan bahan pendukung seperti sekam, jerami, atau serbuk gergaji, lalu ditambahkan aktivator mikroorganisme seperti EM4 agar proses dekomposisi berjalan cepat dan optimal. Campuran tersebut kemudian disimpan dalam kondisi anaerob atau tertutup selama beberapa minggu (Supriyadi & Rahmawati, 2017).
Sementara dalam metode pengomposan terbuka, feses ditumpuk bersama bahan organik lainnya lalu diaduk secara berkala agar udara masuk dan proses dekomposisi berlangsung secara aerob. Proses ini biasanya memakan waktu lebih lama, tetapi menghasilkan pupuk yang lebih stabil dan matang. Keberhasilan pengomposan sangat bergantung pada rasio karbon dan nitrogen, kelembaban, suhu, serta ketersediaan oksigen (Wulandari, 2021).
Setelah proses pengomposan selesai, pupuk harus melalui proses curing atau pematangan selama 2--3 minggu agar benar-benar siap digunakan. Pupuk yang matang akan ditandai dengan warna kehitaman, tidak berbau busuk, dan memiliki tekstur remah. Pupuk ini kemudian dapat langsung diaplikasikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan unsur hara, serta merangsang aktivitas biologis tanah (Kementerian Pertanian RI, 2020).
d.Manfaat Pupuk Organik dari Limbah Feses
Pupuk organik dari limbah feses kambing memberikan manfaat ekologis dan agronomis yang signifikan. Dalam konteks ekologi, pupuk organik membantu menjaga kelestarian lingkungan dengan mengurangi limbah peternakandan menekan pencemaran tanah serta air. Pupuk ini tidak mengandung bahan kimia sintetis sehingga aman bagi tanah, tanaman, dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya. Praktik ini sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan (Wahyuni, 2018). Dari sisi agronomi, pupuk organik meningkatkan kesuburan tanah secara menyeluruh. Selain menyuplai unsur hara makro dan mikro, pupuk ini juga memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, dan merangsang aktivitas mikroorganisme tanah. Hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan tanaman, peningkatan hasil panen, dan efisiensi penggunaan air. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk feses kambing dapat meningkatkan hasil
tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, dan bayam (Fitriani, 2016).
Manfaat ekonomi dari penggunaan pupuk organik juga tak kalah penting. Petani dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang harganya terus meningkat. Selain itu, pupuk organik dapat diproduksi sendiri oleh peternak dengan biaya rendah, bahkan dapat dikomersialisasikan sebagai produk pupuk organik kemasan. Dengan demikian, inovasi pemanfaatan feses kambing tidak hanya membawa dampak positif terhadap lingkungan dan pertanian, tetapi juga memberikan peluang usaha bagi masyarakat (Nurhayati, 2019).
Manfaat Ekologis Pupuk Organik Feses Kambing
Pupuk organik yang berasal dari limbah feses kambing memiliki manfaat ekologis yang signifikan karena mendukung sistem pertanian yang ramah lingkungan. Dalam praktiknya, pemanfaatan limbah ini membantu mengurangi akumulasi limbah peternakan yang berpotensi mencemari tanah dan air jika tidak dikelola dengan benar. Limbah feses kambing yang dibiarkan menumpuk dapat menghasilkan gas rumah kaca seperti metana dan amonia, serta mencemari sumber air. Namun, jika diolah menjadi pupuk organik, limbah tersebut berubah menjadi sumber daya yang bermanfaat. Proses dekomposisi yang terjadi pada limbah ini menghasilkan bahan organik yang memperbaiki kualitas tanah tanpa menambahkan zat kimia sintetis berbahaya, sehingga menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan ekosistem tanah (Wahyuni, 2018). Praktik ini juga mendukung konsep sirkular ekonomi dan pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan limbah sebagai input produktif dalam sistem pertanian.
Manfaat Agronomis Pupuk Organik Feses Kambing
Dari sisi agronomis, pupuk organik feses kambing berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Secara fisik, pupuk ini meningkatkan porositas dan aerasi tanah serta memperbaiki kemampuan tanah dalam menahan air, sehingga sangat cocok untuk lahan kering. Secara kimia, pupuk ini menyediakan unsur hara esensial seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), serta unsur mikro seperti magnesium dan kalsium yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil namun penting untuk metabolisme tanaman. Dari aspek biologi, keberadaan bahan organik dari pupuk ini mendorong pertumbuhan mikroorganisme tanah yang berperan dalam dekomposisi bahan organik dan penyerapan hara oleh tanaman. Penelitian oleh Fitriani (2016) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang kambing mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, dan bayam secara signifikan dibandingkan dengan lahan yang tidak diberi pupuk atau hanya menggunakan pupuk anorganik.
Manfaat Ekonomis Pupuk Organik Feses Kambing
Dari perspektif ekonomi, pemanfaatan pupuk organik berbasis feses kambing memberikan alternatif hemat biaya bagi petani dan peternak. Ketergantungan pada pupuk kimia yang cenderung mahal dan fluktuatif harganya dapat dikurangi secara drastis dengan memproduksi pupuk sendiri dari limbah ternak yang tersedia. Hal ini memberikan efisiensi ekonomi, khususnya bagi petani kecil dan pelaku usaha tani mandiri. Selain sebagai substitusi pupuk kimia, pupuk organik feses kambing juga memiliki nilai jual komersial. Dengan proses pengemasan dan pelabelan yang tepat, pupuk ini dapat dijual sebagai produk pupuk organik organik komersial yang memiliki pangsa pasar tersendiri, terutama di kalangan petani organik dan penggiat pertanian sehat. Menurut Nurhayati (2019), pengembangan produk pupuk organik dari feses kambing telah terbukti menciptakan peluang usaha baru bagi masyarakat desa dan meningkatkan nilai ekonomi limbah peternakan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan secara optimal.
3.METODE
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Desa Jimbaran Kulon, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo dengan sasaran utama adalah pemilik peternakan kambing perorangan yang mengelola sekitar 50 ekor kambing. Kegiatan ini melibatkan partisipasi aktif warga sekitar yang memiliki ketertarikan dalam bidang peternakan dan pengelolaan limbah organik. Metode pelaksanaan kegiatan ini dirancang melalui beberapa tahapan sistematis, yakni: perencanaan, pelatihan, praktik langsung, dan monitoring atau evaluasi. Pendekatan ini digunakan untuk memastikan keberlangsungan dan efektivitas kegiatan pengabdian dalam meningkatkan kapasitas masyarakat secara berkelanjutan.
a.Tahap Perencanaan
Tahap awal ini diawali dengan observasi lapangan dan komunikasi intensif bersama peternak dan tokoh masyarakat di Desa Jimbaran Kulon. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan utama yang dihadapi, terutama terkait limbah peternakan kambing yang belum dikelola secara optimal. Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam merancang kegiatan pengabdian agar benar- benar relevan dan aplikatif bagi masyarakat setempat.
b.Tahap Praktik Lapangan
Setelah pelatihan, peserta diajak untuk langsung mempraktikkan proses pembuatan kompos dari kotoran kambing dan sisa pakan hijauan. Proses ini dilakukan di lokasi peternakan dengan pendampingan penuh dari tim pengabdian. Praktik ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman peserta melalui pengalaman langsung, sekaligus meningkatkan keterampilan teknis dalam pengolahan limbah.
c.Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan secara berkala untuk menilai perkembangan hasil kegiatan, terutama kualitas dan kuantitas kompos yang dihasilkan. Evaluasi juga mencakup umpan balik dari peserta mengenai manfaat kegiatan dan kendala yang dihadapi di lapangan. Tahap ini menjadi penting untuk melakukan perbaikan dan menyesuaikan strategi pelaksanaan agar hasil pengabdian benar-benar berdampak jangka panjang.
Dengan tahapan yang terstruktur ini, diharapkan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Jimbaran Kulon tidak hanya menjadi solusi jangka pendek atas permasalahan limbah peternakan, tetapi juga mampu memberdayakan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih, produktif, dan berkelanjutan.
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
a.Hasil
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan utama untuk mengolah limbah feses kambing menjadi pupuk organik yang memiliki nilai guna tinggi dan bersifat ramah lingkungan. Proses penelitian dirancang secara sistematis, dimulai dari tahap observasi lapangan guna mengidentifikasi kondisi aktual di lokasi peternakan mitra. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data primer yang mencakup jumlah ketersediaan feses, kondisi lingkungan peternakan, serta potensi dukungan sumber daya lokal untuk proses pengolahan. Seluruh kegiatan dilaksanakan secara langsung di lokasi peternakan kambing yang telah bersedia menjadi mitra, di mana feses kambing dijadikan sebagai bahan baku utama. Keterlibatan langsung di lokasi penelitian tidak hanya memudahkan proses logistik bahan baku, tetapi juga memungkinkan pengamatan lebih mendalam terhadap karakteristik feses kambing sebagai bahan pupuk.
Dalam tahapan teknis pengolahan, digunakan metode fermentasi sederhana yang dipadukan dengan pencampuran bahan organik tambahan seperti sekam padi, dedak, dan arang sekam untuk meningkatkan kualitas pupuk. Proses ini dilanjutkan dengan penghalusan dan pengayakan guna menghasilkan pupuk organik dengan tekstur yang seragam dan mudah diaplikasikan ke lahan pertanian. Setiap tahapan pengolahan dirancang untuk menjaga kandungan nutrisi alami dalam feses kambing sekaligus mengurangi bau dan risiko kontaminasi mikroba patogen. Hasil akhir dari proses ini menjadi dasar evaluasi efektivitas limbah peternakan sebagai alternatif pupuk dalam mendukung praktik pertanian berkelanjutan. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan solusi pengelolaan limbah ternak, tetapi juga mendorong integrasi antara sektor peternakan dan pertanian secara ekologis dan ekonomis.
Adapun tahapan-tahapan tersebut dijelaskan secara rinci dalam uraian berikut.
Gambar 1 Pertemuan Langsung Dengan Mitra Pemilik Peternakan Kambing
Dalam rangka pelaksanaan penelitian mengenai pemanfaatan limbah feses peternakan kambing menjadi pupuk organik, peneliti melakukan pertemuan langsung dengan mitra pemilik peternakan kambing sebagai langkah awal pengumpulan data dan observasi lapangan. Pertemuan ini bertujuan untuk menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pemilik peternakan guna mendapatkan informasi yang akurat mengenai jumlah produksi feses kambing setiap harinya, kondisi kandang, sistem pemeliharaan, hingga pola pembuangan limbah yang selama ini dilakukan. Dari hasil diskusi tersebut, diperoleh pemahaman mengenai potensi besar limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal, sekaligus kesediaan mitra untuk menyediakan bahan baku berupa feses kambing dalam proses pengolahan menjadi pupuk organik. Pertemuan ini juga menjadi dasar peneliti dalam menentukan langkah-langkah teknis yang akan dilakukan dalam proses pengolahan, sekaligus menjadikan mitra sebagai pihak yang terlibat aktif dalam implementasi teknologi tepat guna yang diusulkan dalam penelitian.
Gambar 2 Proses Pengolahan Pengayakan
Tahap pertama dalam proses pengolahan adalah pengayakan, yang dilakukan untuk menyaring feses kambing yang telah dihaluskan guna memperoleh ukuran butiran yang seragam. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan saringan berukuran tertentu untuk memisahkan partikel kasar yang masih tersisa. Proses ini tidak hanya memastikan keseragaman tekstur, tetapi juga membantu meningkatkan efisiensi dalam pengemasan dan aplikasi pupuk di lapangan. Hasil pengayakan berupa pemisahan antara limbah Fases kambing , kemudian siap giling menggunakan seleb .
Gambar 3 Tahap Penghalusan Menggunakan Alat Seleb
Setelah proses pengayakan limbah feses kambing yang kemudian melalui tahap penghalusan menggunakan alat seleb atau saringan kasar. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memecah gumpalan-gumpalan besar dan memisahkan benda asing seperti batu kecil, potongan plastik, atau sisa jerami yang tidak terurai sempurna. Proses penghalusan ini dilakukan secara manual dengan mengayak bahan secara perlahan agar menghasilkan tekstur yang lebih halus dan seragam. Tekstur yang halus penting untuk memastikan pupuk yang dihasilkan mudah diaplikasikan ke lahan pertanian dan dapat terserap dengan baik oleh tanah. Selain itu, penghalusan juga berfungsi untuk meningkatkan nilai estetika dan kualitas produk, sehingga lebih menarik bagi petani atau konsumen yang akan menggunakannya.