Mohon tunggu...
Diwana Fikri Aghniya
Diwana Fikri Aghniya Mohon Tunggu... Kepala Biro Bandung Barat dan Jurnalis di Suara Utama

Lulusan Magister Pendidikan UPI dan Magister Manajement UNISSULA. Saat ini menyalurkan hobi menulis sebagai seorang jurnalis dan Kepala Biro di Redaksi Suara Utama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Uraian Konsep Tuhan dan Dasar-Dasar Kepercayaan Atas Keberadaannya

3 September 2025   13:57 Diperbarui: 10 September 2025   14:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Semakin aku berusaha untuk menyelami hakikat-Nya yang tidak berhingga, semakin aku tidak mengerti. Namun Ia ada dan itu cukup bagiku. Pemakaian akal budi yang paling bermanfaat bagi diriku adalah menyembah diri di hadapan-Nya”
(Jean-Jacques Rousseau)

 

Pengantar Penalaran Keberadaan Tuhan
Kebanyakan dari kita telah dididik semenjak dini untuk mempercayai pernyataan-pernyataan tertentu mengenai suatu pandangan atau ajaran agama tertentu yang bersifat hakiki. Seringkali pernyataan-pernyataan agama ini dilarang untuk dikritisi, ditinjau, ataupun dipertanyakan kembali kandungannya. Namun sebelum pernyataan-pernyataan mengenai keyakinan tertentu ditanamkan pada diri kita, dan jauh sebelum agama ataupun filsafat muncul, bahkan lebih jauh lagi ketika manusia pertama kali tercipta beserta kesadaran dan kemampuan menggunakan akal sehatnya, pastilah semua manusia pernah mempertanyakan konsep mengenai Tuhan. Manusia mempertanyakan kepercayaan pada Tuhan, sekaligus mempertanyakan keberadaan-Nya. Pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan ini muncul karena pada dasarnya manusia menyadari kekuatan lain di luar dirinya: sebuah kekuatan yang maha besar sehingga mampu menggerakan benda-benda di lingkungan sekeliling manusia hingga kekuatan yang menggerakan alam semesta yang amat luas hingga tak mungkin diketahui ujungnya. Pertanyaan- pertanyaan tentang Tuhan ini tentu diketahui dan dipertanyakan oleh semua orang. Pertanyaan-pertanyaan semacam: Apa itu Tuhan? Apakah Tuhan itu Ada ataukah tidak? Apakah kita harus mempercayai Tuhan ataukah tidak? adalah pertanyaan yang selalu menjadi misteri tak terpecahkan bagi semua manusia sejak manusia tercipta hingga detik ini. Meskipun pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan ini adalah pertanyaan yang amat wajar dan mendasar karena bersifat radikal, universal dan abadi, namun mencari jawaban untuk semua pertanyaan itu sangat amatlah pelik.  Banyak yang beranggapan bahwa pencarian jawaban itu merupakan salah satu tujuan ultim dari eksistensi manusia. Sedangkan sebagian lain beranggapan bahwa hal itu mustahil dan sia-sia. Namun dalam millennium-milenium terakhir ini dan seterusnya hingga manusia punah, manusia dengan akal dan usahanya tentu akan terus menerus berupaya mencari jawaban mengenai konsep Tuhan. Sejak itu, muncul berbagai pandangan mengenai konsep Tuhan dan muncul pula berbagai konsep keagamaan atau suatu keyakinan tertentu sebagai bentuk dari usaha manusia yang tak putus dalam usaha pencarian Tuhan. 

Apa itu Tuhan?  
Mendefinisikan tentang Tuhan memang hal yang terlalu sulit, bahkan ada yang mengatakan mustahil. Kemustahilan ini disebabkan karena hampir tak mungkin manusia mampu memikirkan bahkan mendefinisikan Yang Tak Terhingga dengan pikiran manusia yang berhingga (terbatas). Manusia dengan segala keterbatasannya hanya mampu meyakini tapi hamper tidak mungkin mampu mendefinisikan Tuhan secara utuh jika hanya melalui nalarnya saja. Namun tentunya kebanyakan manusia yang meyakini keberadaan Tuhan, secara commonsense atau pandangan umum yang menyimbolkan dan mendefinisikan Tuhan sebagai creative cause atau personality dari kesegalaan di alam semesta ini.  
 
Jika melihat usaha pendefinisian Tuhan berdasarkan urutan sejarah, pada mulanya manusia mendfinisikan Tuhan sebagai pencipta dan pemilik kekuatan yang menyebabkan materi-materi yang ada di sekitar manusia itu muncul dan bergerak. Beberapa manusia meyakini roh alam dan roh leluhur sebagai symbol dari Tuhan (animisme dan dinamisme). Beberapa menciptakan mitologi-mitologi mengenai Tuhan yang hadir dalam banyak dan beragam wujud (politeisme) dengan sifat-sifat yang amat manusiawi seperti dalam pandangan Yunani kuno ataupun pandangan Timur yang mencakup pandangan cerita rakyat. Kemudian muncul pandangan baru dalam agama-agama samawi, yakni setelah agama Yahudi, Kristen dan Islam muncul, Tuhan dipandang sebagai Zat substantif yang menciptakan segala yang ada. Tuhan juga dipersepsikan sebagai kecerdasan kreatif yang menciptakan seluruh realitas dimana Tuhan sebenarnya dimaksudkan bukan sebagai gambaran kasar dengan sifat-sifat manusiawi. Adapun kemunculan sifat-sifat Tuhan yang nampak manusiawi terlukiskan dalam Injil maupun Al-Quran tidak dimaksudkan untuk menciutkan konsep Tuhan ke dalam dimensi dan batas-batas kemanusiaan, akan tetapi justru untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu bukanlah sesuatu (something) melainkan someone (personality). Sebagai lanjutan dari pandangan tersebut, dijelaskan sebagai berikut:  Interpretasi tentang watak Tuhan sebagai person, serta sifat-sifat yang pokok dari person tersebut adalah pemisahan metafisik dari person-person mahluk (Tuhan adalah Zat yang ada, di samping mahluk-mahluk lain walaupun Ia adalah Penciptanya), akal, emosi, dan kemampuan bertindak. Tuhan mempunyai hubungan dengan ciptaannya, mempengaruhi dan dipengaruhi olehnya, terlibat dalam ruang dan waktu, menderita dan terlibat dalam sejarah untuk melaksanakan serta menyampaikan maksudnya sejauh mungkin. Tuhan bersifat tak terbatas dan Tuhan memiliki hal-hal perlu untuk membentuk personalitasnya.  
 
Di samping gambaran intelektual tentang Tuhan secara sistematis yang diberikan oleh agama Yahudi, Kristen dan Islam seperti terangkum pada paparan di atas, adapula para filosof yang yang berusaha mencapai kebenaran dengan pemikiran akal manusia. Jika para ahli teologi mengambil bahan dari kitab suci dan pengalaman-pengalaman umat mereka, maka para filosof dengan bantuan akal mereka juga sampai kepada Tuhan. Seperti misalnya Aristoteles yang memaparkan uraian filsafat tentang “bentuk murni” dan “sebab yang pertama” dalam beberapa sifat Tuhan dalam mendefinisikan-Nya sebagai berikut:
 1) Tuhan adalah Imanen. Tuhan bertindak dalam struktur alam, pengambil bagian dalam prosesnya serta dalam kehidupan manusia. Menurut pandangan imanensi ini, Tuhan dipahami sebagai prinsip pemikiran (intelligence), tujuan dan sebab yang bekerja dalam proses alam yang kreatif. (Pandangan ini harus dibedakan dari supernaturalisme kuno yang menganggap Tuhan bertindak dari luar alam, dan dari pantheisme yang mengatakan bahwa Tuhan dan alam adalah satu)  
 2) Tuhan adalah Transenden. Banyak orang yang percaya bahwa ada Zat, Jiwa atau Person yang berada di luar proses alam. Imanensi dan transendensi tidak merupakan dua hal yang bertentangan. Tuhan berada sebelum adanya alam dan lebih tinggi derajatnya daripada alam. Oleh sebab itu, “natur” dan “supernatural” dapat dipikirkan sebagai dua hal yang terpisah dan Tuhan dapat dikonsepsikan sebagai Zat yang bertindak dari atas atau terpisah dari alam.  
 3) Tuhan Bekerja dengan Cara yang Teratur dan Menurut Hukum. Jika kita menyelidiki alam kita, kita temukan keteraturan yang universal dan dapat diandalkan. Nampak bahwa ada prinsip penataan dan hukum. Pandangan kita tentang Tuhan harus sesuai dengan proses yang kita temukan dalam alam.
  4) Tuhan itu Maha Pandai dan Cara Bekerjanya Mengandung Maksud. Dunia dapat dianalisa dan dipahami. Maka kita mengansumsikan bahwa akal mempunyai peran dalam proses alam. Tuhan itu mungkin lebih dari sekedar Zat personal dan berpikir serta bekerja dengan tujuan, akan tetapi kita tidak mengatakan bahwa Tuhan itu kurang dari yang tersebut.
 5) Tuhan iu Baik dan Bertindak Baik (Beneficent). Percaya kepada Tuhan menunjukan keyakinan manusia bahwa ada kebaikan abadi. Jika ada orang yang disuruh memilih antara memberi definisi Tuhan sebagai yang Baik dan yang Maha Kuasa, mereka akan memilih yang pertama. Yakni, bahwa Tuhan itu baik. Dengan begitu maka orang merasa bahwa Tuhan berjuang dengan kita dan untuk kita.  Adapun pandangan Plato yang muncul sebelum Aristoteles. Menurut pandangan Plato, dalam mencari benda yang tidak berubah dan abadi, maka hanya benda di luar alam, di luar ruang dan waktu yang dapat menjadi realitas tertinggi. Tuhan bagi Plato adalah esensi atau Ide dari yang Baik. Zat yang transeden (dan alam ini merupakan partisipasi refleksi) zat yang sempurna.      

Argumen yang Membuktikan Eksistensi Tuhan
 Jika ada pertanyaan: Percayakah Anda pada Tuhan? Mungkin anda bisa menjawab langsung dengan jawaban: Ya. Tapi ketika muncul pertanyaan Mengapa anda percaya pada Tuhan? Mungkin anda akan kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut beberapa filsuf memaparkan argumen-argumen dari sistem filsafatnya masing-masing sebagai dasar-dasar untuk percaya kepada Tuhan. Dasar-dasar tersebut dibuktikan sebagai berikut”
 
Pembuktian Ontologis
Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu, bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu, Tuhan pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide manusia tentang Tuhan.  Pembuktian ini dikemukakan oleh filsuf St. Anselm yang berusaha membuktikan adanya Tuhan dari ide tentang zat yang sempurna. Tuhan itu ada, oleh karena Ia diberi definisi sedemikian rupa sehingga mustahil untuk memikirkan bahwa Ia tidak ada. 

Pembuktian Kosmologis
Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab. Adanya alam semesta –termasuk manusia- adalah sebagai akibat. Di alam semesta terdapat rangkaian sebab-akibat, namun tentunya mesti ada Sebab Pertama yang tidak disebabkan oleh yang lainnya. Tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai “Pribadi” atau “Khalik”.  Argumen kosmologis ini sering dinamai argumen sebab-pertama. Ini adalah argumen deduktif yang mengatakan bahwa setiap benda itu ada sebabnya dan seterusnya tanpa batas, pada akhirnya rangkaian sebab-akibat itu akan sampai pada ujungnya yakni sampai kepada sebab-pertama yang kita namakan Tuhan. Argumen kosmologi ini dijelaskan oleh Thomas Aquinas dalam tulisan-tulisannya. 

Pembuktian Teologis
Segala sesuatu memiliki tujuan. Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu Tuhan. Argumen teologis ini adalah argumen yang paling disenangi kebanyakan orang karena secara sederhana menyatakan bahwa tatanan dan rencana dalam alam semsesta menunjukkan adanya Tuhan yang bermaksud 

Pembuktian Psikologis
Manusia pada dasarnya membutuhkan Zat Sempurna sebagai sandaran dalam hidupnya. Zat tersebut didambakan oleh manusia sebagai lawan dari sifat manusia yang lemah dan tidak sempurna. Zat tersebut menjadi buah gagasan dalam diri manusia yang muncul karena sifat ketidak-adekan dalam dirinya. Munculnya gagasan-gagasan mengenai konsep Tuhan ini membuktikan bahwa Zat yang sempurna menjadi Ada atau muncul karena manusia secara psikologis membutuhkan-Nya. 

Pembuktian Moral 
Manusia bermoral, ia dapat membedakan perbuatan yang baik dan yang jahat. Ini menunjukan adanya dasar, sumber dan tujuan moralitas. Dasar, sumber, dan tujuan moralitas itu tidak lain dan tidak bukan adalah Tuhan. Pembuktian moral untuk percaya kepada Tuhan ini hadir dalam bentuk inferensi logika dari hati manusia kepada Tuhan. Moral ini dipertanggungjawabkan di hadapan sumber dari seluruh nilai itu sendiri, yakni Tuhan. 

Pembuktian Probabilitas  
Dengan menggunakan hukum permutasi dan kombinasi, kita misalkan terdapat tiga unsur, yaitu A, B, C, maka kita dapat membuat posibilitas enam macam susunan sebagai berikut: ABC, ACB, BAC, BCA, CAB, dan CBA. Jumlah susunan ini dapat diperoleh dengan jalan mengalikan 3 x 2 x 1. Pada umumnya, jika membuat susunan sejumlah n x (n-1) x (n-2) x … dapat ditulis sebagai “n!” Dalam kasus ini, dari unsur-unsur A, B, C terdapat kemungkinan muncul kombinasi secara kebetulan 1/6. Kemudian dengan cara yang sama kita bandingkan dengan kasus alam semesta dimana jumlah atom-atom ataupun unsur-unsur di alam semesta sangat banyak dan hampir tak terbatas. Kemudian kita beri unsur-unsur alam semesta ini simbol “m”. Ilmu pengetahuan mengatakan ada atom sejumlah m, dan m itu luar biasa besarnya. Jumlah kombinasi seluruhnya yang mungkin diperoleh adalah m! (suatu jumlah yang luar biasa besar). Sedangkan hanya satu dari probabilitas kombinasi m! yang merupakan dunia kita sekarang ini. Karenanya kemungkinan dunia kita sekarang ini terjadi secara kebetulan adalah 1/m!, jika m! mendekati tidak terhingga karena sedemikian besarnya, maka hasil dari 1/m! adalah suatu bilangan yang sedemikian dekatnya pada bilangan nol sehingga dalam kenyataannya dapat dikatakan sama dengan nol. Dengan kata lain, hasil dari perhitungan ini mengungkapkan bahwa dunia tidak mungkin terjadi secara kebetulan, karena probabilitasnya mendekati nol. Maka sudah tentu dunia sengaja diciptakan, dan Tuhan ada sebagai penciptanya. 

Pembuktian dalam Pandangan Descartes dan Spinoza  
Descartes telah mendefinisikan substansi sebagai berikut: Substansi adalah sesuatu yang tidak membutuhkan sesuatu yang lain untuk berada. Kalau definisi ini dimengerti dengan baik, maka sebetulnya hanya mungkin ada Satu Substansi saja, yakni untuk Tuhan sebagai substansi dalam arti sebenarnya sebab Ia berada karena dirinya sendiri.
Spinoza menyetujui sebagian pendapat Descartes, namun pandangan tersebut baginya tidak lengkap dan tidak konsekuen. Menurut Spinoza pandangan Descartes mengenai substansi itu memang benar, karena substansi harus merupakan yang pertama dan yang asali dalam tatanan ada (primum ontologicum), akan tetapi substansi harus juga merupakan yang pertama dan yang absolut dalam tatanan logis (primum logicum) dank arena itu harus dimengerti pada dirinya sendiri. Dengan demikian, Spinoza mengemukakan pandangan tentang keberadaan Tuhan melalui batasan ini: “Substansi adalah sesuatu yang berada pada dirinya dan dimengerti dari dirinya, artinya yang tidak membutuhkan pengertian lain untuk membentuknya”. Maka sudah jelaslah, bagi Spinoza hanya mungkin satu Substansi saja, yang disebutnya Tak Berhingga atau Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun