Nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan secara agama atau adat tanpa dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Praktik ini masih banyak terjadi di Indonesia karena berbagai alasan, seperti faktor ekonomi, budaya, atau keinginan untuk berpoligami tanpa melalui prosedur hukum. Namun, nikah siri menimbulkan berbagai dampak hukum, terutama bagi istri dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
1. Status Hukum Nikah Siri
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang telah diperbarui dengan UU No. 16 Tahun 2019), perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan dicatatkan oleh negara. Dengan demikian, nikah siri sah secara agama tetapi tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara.
2. Dampak Hukum bagi Istri
Karena tidak diakui secara hukum, istri dalam pernikahan siri mengalami berbagai kerugian, di antaranya:
Tidak Memiliki Kepastian Hukum
Istri dari nikah siri tidak tercatat sebagai istri sah dalam administrasi negara, sehingga sulit mendapatkan hak-hak hukum seperti warisan atau tunjangan dari suami.Tidak Dapat Mengajukan Gugatan Cerai di Pengadilan
Jika terjadi perceraian, istri tidak dapat menggugat suami ke pengadilan agama karena perkawinannya tidak diakui. Hal ini membuat istri rentan terhadap ketidakadilan, terutama jika suami meninggalkannya tanpa nafkah.Kesulitan dalam Hak Waris
Dalam hukum perdata, seorang istri hanya berhak atas warisan jika pernikahannya tercatat. Jika suami meninggal, istri dari nikah siri mungkin tidak mendapat bagian dari harta warisan suami.
3. Dampak Hukum bagi Anak
Anak yang lahir dari pernikahan siri juga mengalami berbagai kendala hukum, seperti:
Status Perdata Anak
Berdasarkan Pasal 42 dan 43 UU Perkawinan, anak yang lahir dari nikah siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. Artinya, anak tidak otomatis memiliki hak waris dari ayahnya, kecuali ada pengakuan atau pembuktian melalui putusan pengadilan.Kesulitan Mendapatkan Akta Kelahiran dengan Nama Ayah
Untuk mencantumkan nama ayah dalam akta kelahiran, anak dari nikah siri harus melalui proses isbat nikah (pengesahan pernikahan) atau pengakuan anak oleh ayahnya. Tanpa ini, anak hanya akan diakui sebagai anak ibu dalam dokumen resmi.Hak Nafkah dari Ayah
Jika ayah menolak bertanggung jawab, ibu harus menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan pengakuan ayah atas anaknya. Hal ini bisa menjadi proses hukum yang panjang dan sulit.
4. Solusi Hukum untuk Melindungi Istri dan Anak
Untuk menghindari dampak negatif nikah siri, pasangan sebaiknya mencatatkan perkawinan mereka secara resmi. Jika sudah terlanjur melakukan nikah siri, beberapa langkah hukum dapat diambil:
- Isbat Nikah
Pasangan dapat mengajukan isbat nikah ke pengadilan agama untuk memperoleh pengesahan hukum atas perkawinannya. - Pengakuan Anak
Suami dapat mengakui anaknya melalui akta pengakuan anak di catatan sipil agar anak memiliki hak yang sama seperti anak dari pernikahan resmi. - Gugatan Hak Waris dan Nafkah
Jika terjadi sengketa hak waris atau nafkah anak, istri atau anak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI