Profesi petani semakin diminati. Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh banyak perusahaan, lowongan kerja menjadi petani selalu terbuka.
Namun profesi yang seharusnya menjadi Penyangga Tatanan Negara Indonesia ini kian dilupakan. Padahal Bung Karno pada tahun 1952 terus menggelorakan semangat menjadi petani untuk menggalakkan swasembada pangan sebagai penjamin stabilitas nasional.
Iya memang. Profesi petani tidak keren bagi anak zaman sekarang. Mereka lebih senang menjadi karyawan perusahaan rintisan (start-up), perbankan, BUMN, pegawai negeri sipil (PNS) hingga menjadi kreator konten (mulai dari Youtuber, digital media spesialist, hingga atlet eSports). Soalnya emang menjanjikan banyak cuan dibandingkan petani yang kerjaannya seabrek tapi minim pendapatan.
Hadapi Krisis Pangan Dunia
Dunia saat ini menghadapi ancaman krisis pangan. Hal itu ditandai dengan iklim yang tidak menentu, hujan ekstrem, bencana alam yang mengakibatkan gagal panen karena banjir, kekeringan, hingga ledakan hama dan penyakit.
Badan Pangan Dunia (WHO) memerkirakan, penduduk dunia tembus 10 miliar jiwa pada tahun 2050. Ledakan penduduk yang sedemikian besar tentunya memerlukan pangan dalam jumlah sangat luar biasa.
Apalagi, perang Ukraina-Rusia akan mendorong 47 juta orang di seluruh dunia masuk jurang kerawanan pangan akut. Hal ini akan menjadi semakin nyata apalagi jika perang tidak berhenti hingga 2024.
Berdasarkan World Food Programme, tahun ini sekitar 323 juta orang di dunia terancam menghadapi kerawanan pangan akut. Belum lagi Indeks Harga Pangan FAO meningkat 17 persen pada April 2022 dibanding pada Januari 2022. Harga serelia juga meningkat 21 persen sejak Januari 2022.
Ditambah lagi, angka kemiskinan terus tumbuh sejak 2020. Hal ini juga sejalan dengan jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan. Jumlah orang kurang gizi secara global meningkat antara 7,6-13,1 juta jiwa pada 2022/2023 sebagai dampak perang dua negara.