Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pemilu untuk Kemajuan, Bukan Perpecahan

16 Oktober 2018   00:26 Diperbarui: 16 Oktober 2018   00:42 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan lagi kita menghadapi Pemilu. Di Tahun 2019. Pemilu itu adalah pemilu yang luar biasa dan penting . Karena seluruh wujud pemimpin di pilih pada Pemilu itu. Mulai dari Presiden , Legislatif di tingkat 1 dan 2 , serta DPD.

Karena Pemilu kali ini sangat penting, tidak salah jika banyak orang memperkirakan akan riuh. Entah kenapa dalam dua kali Pemilihan Presiden dan beberapa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa daerah, masyarakat kita terjebak pada polarisasi. Polarisasi itu tidak saja menyangkut  politik  tapi juga kepercayaan dan  hati nurani.

Polarisasi itu menimbulkan dampak negative.  Semisal karena perbedaan politik dan kurangnya wawasan dari dua pendukung, bisa saja menimbulkan dua sahabat berpisah. Atau dua orang yang bersaudara menjadi saling tidak ramah, akhirnya putus silaturahmi. Dua pendukung saling caci maki dan berperilaku tak menyenangkan satu terhadap lainnya.

Lebih jauh lagi karena masing masing yakin akan calon mereka.(ini konteksnya Pilpres) mereka memberikan logika-logika yang kadang aneh. Jauh dari kebenaran dan sering membelokkan fakta.  Seringkali logika aneh dan jauh dari fakta ini mereka sebar dengan membabi buta. Viral dan menjadi pembicaraan di mana-mana. Padahal yang mereka viralkan tak lebih dari omong kosong yang dipercayai kebenarannya oleh segelintir orang.

 Apakah ini merupakan wujud demokrasi ? Demokrasi  yang kita anut adalah demokrasi pancasila yang sejatinya bergerak menurut beberapa koridor. Pertama, kedaulatan ada di tangan rakyat. Masyarakatnya berazazkan kekeluargaan dan gotongroyong. Pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Keempat, sejatinya demokrasi pancasila tidak mengenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi . Kelima adalah menjunjung tinggi hak dan kewajiban.

Jika kita lihat point ke empat, maka bisa kita simpulkan bahwa sesungguhnya tidak dianjurkan bagi kita untuk saling berhadap-hadapan sebagai pihak petahana dan oposisi. Persaingan adalah hal wajar tetapi tidak purlu sampai menjadi dua pihak yang berseteru untuk membela calon masing-masing.

Demokrasi hakekatnya adalah dimungkinkan keterbukaan terhadap ide-ide. Ini berbeda dengan demokrasi terpimpin yang mengandalkan satu sosok tertentu yang menjadi kompas dari demokrasi itu.

Indonesia punya tipikal tersendiri dalam hal demokrasi . Karena Indonesia menganut Pancasila, maka kita harus merujuk hal itu. Dalam Pancasila kita mengenal perbedaan dan bagaimana kita belajar soal menghargai perbedaan itu.

Jadi menghadapi pesta demokrasi tahun depan kita harus selalu ingat bahwa moment itu adalah mencari para pemimpin terbaik untuk bangsa kita. Ada lima kertas suara yang ahrus kita coblos. Sehingga kita benar-benar harus memilih pemimpin itu dengan tepat, dan tidak sekadar mencaci dan mengolok-olok pihak lain yang berbeda.

Ingatlah Demokrasi untuk kedamaian, kebaikan dan kemajuan  kita sendiri dan bukan untuk perpecahan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun