Mohon tunggu...
Dita Nandita
Dita Nandita Mohon Tunggu... mahasiswi

seni

Selanjutnya

Tutup

Seni

"Pagelaran Seni Reyog Ponorogo"Menggemparkan acara Kampung Festival Budaya di Universitas Brawijaya

19 Oktober 2025   19:57 Diperbarui: 19 Oktober 2025   19:57 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagelaran Seni Reyog (Sumber: Dok pribadi)

Festival Kampung Budaya di Universitas Brawijaya Malang kali ini menjadi momen istimewa untuk menampilkan seni Reyog Ponorogo karya Ibu Solvi Astuti, pencipta yang terus melestarikan tradisi budaya ini. Reyog Ponorogo sendiri adalah sebuah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, dengan sejarah panjang sejak abad ke-13. Seni ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga sarat dengan filosofi dan nilai-nilai luhur yang mengedukasi penontonnya.

Reyog Ponorogo menonjolkan elemen visual seperti topeng raksasa Singo Barong yang dihiasi bulu merak, dimana topeng tersebut dibawakan khas dengan kekuatan fisik dan teknik unik. Pertunjukan ini menyampaikan pesan moral dan spiritual melalui simbolisme setiap tokohnya, seperti Singo Barong yang melambangkan keberanian dan kekuatan, serta Dadak Merak yang merepresentasikan keindahan dan budi pekerti mulia. Kesenian ini juga memuat nilai kewiraan, patriotisme, dan kesiapsiagaan, yang terlihat dari tarian Jathil para penari berkuda. Sebelum pertunjukan biasanya dilakukan ritual sebagai wujud penghormatan dan permohonan kekuatan dari roh-roh alam, menegaskan kekhusyukan spiritual dan keselarasan dengan lingkungan.

Lebih jauh, Reyog Ponorogo mengajarkan tentang keseimbangan antara kekuatan fisik dan keindahan batin, yang dilambangkan melalui cerita perjuangan serta nilai kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Nilai moral seperti kebersamaan, gotong royong, dan menjaga adat juga sangat ditekankan dalam seni ini. Tidak hanya sebagai tontonan, Reyog Ponorogo mengandung nilai edukasi karakter yang kuat seperti ketulusan, keberanian, dan semangat optimisme dalam menghadapi tantangan hidup.

Dengan menghadirkan Reyog Ponorogo di Festival Kampung Budaya ini, Ibu Solvi Astuti ingin menyampaikan bahwa seni tradisi ini tidak hanya milik Ponorogo, tapi bagian dari kekayaan budaya nasional yang harus kita lestarikan bersama, terutama melalui keterlibatan generasi muda sebagai penerusnya. Festival ini menjadi medium edukasi dan penguat rasa cinta terhadap warisan budaya Indonesia yang bernilai spiritual dan sosial sangat tinggi.

Pewawancara: Ibu Solvi, bagaimana perasaan Ibu bisa menghadirkan Reyog Ponorogo di festival budaya Universitas Brawijaya Malang?

Ibu Solvi Astuti: Saya merasa sangat bangga dan bersyukur bisa berbagi budaya Ponorogo di kampus besar seperti Universitas Brawijaya. Festival ini menjadi wadah penting untuk menyebarkan nilai-nilai budaya tradisional kepada generasi muda dan masyarakat luas.

Pewawancara: Apa latar belakang Ibu menciptakan seni Reyog Ponorogo?

Ibu Solvi Astuti: Reyog bukan hanya seni pertunjukan, tapi juga warisan budaya yang sarat dengan pesan moral dan spiritual. Saya terinspirasi untuk melestarikan dan mengembangkan Reyog agar tetap relevan dan diterima berbagai kalangan, khususnya di era modern seperti sekarang.

Pewawancara: Bagaimana Ibu melihat peran generasi muda dalam pelestarian seni Reyog?

Ibu Solvi Astuti: Generasi muda adalah kunci kelangsungan budaya ini. Saya berharap mereka tidak hanya menjadi penonton, tapi juga aktif belajar dan melestarikan Reyog. Dengan dukungan pendidikan dan apresiasi, budaya leluhur kita dapat terus hidup dan berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun