Mohon tunggu...
Ariska Trisnandari
Ariska Trisnandari Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Politeknik Negeri Bandung. I have no particular talent, I'm merely inquisitive.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana Debt to Equity Ratio Menjadi Tolak Ukur Kinerja Keuangan?

30 November 2015   23:31 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 46201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu yang melibatkan aspek dana serta diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas. Informasi kinerja keuangan diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang ada. Sedangkan laporan keuangan yang telah dianalisis sangat diperlukan pemimpin perusahaan atau manajemen untuk dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan lebih lanjut untuk masa yang akan datang. Evaluasi kineja keuangan dapat dilakukan menggunakan analisis laporan keuangan. Dimana analisis laporan keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan sehingga kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan dapat diinterpretasikan.

 

Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio keuangan yang tergolong kelompok rasio solvabilitas. Debt to Equity Ratio adalah rasio yang menggunakan hutang dan modal untuk mengukur besarnya rasio. Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Debt to Equity Ratio menunjukan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Meningkatnya beban terhadap kreditur menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung dengan pihak luar. Selain itu besarnnya beban hutang yang ditanggung perusahaan dapat mengurangi jumlah laba yang diterima perusahaan.

 

Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba. Rasio Utang Terhadap Modal/Debt to Equity Ratio (DER) dihitung dengan rumus :

Leverage  =    Total Utang/Total Modal  x 100%

 

Debt to Equity Ratio (DER) dengan angka dibawah 1.00, mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari modal (ekuitas) yang dimilikinya. Tetapi sebagai investor kita juga harus jeli dalam menganalisis DER ini, sebab jika total hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka kita harus melihat lebih lanjut apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar :

  1. Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini masih bisa diterima, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka pendek.
  2. Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan datang. Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman tersebut.
  3. Beberapa perusahaan yang memiliki DER di atas 1.00, menggnggu pertumbuhan kinerja perusahaanya juga menganggu pertumbuhan harga sahamnya. Karena itu sebagian besar para investor menghindari perusahaan yang memiliki angka DER lebih dari 2.

Hal yang perlu diperhatikan juga adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan seperti Bank, Asuransi, Perusahaan investasi cenderung memiliki DER yang tinggi. Karena sebagian besar dana yang dikelolanya adalah dana pihak ketiga. Dalam hal ini dana pihak ketiga secara akutansi dianggap sebagai liabilities (hutang). Sebagaimana yang kita ketahui untuk jenis perusahaan seperti ini, semakin besar modal pihak ketiga yang mereka kelola, maka kemungkinan untuk mendapat laba usaha juga semakin tinggi. Tidak mengherankan jika perusahaan  Bank dan Asurannsi memiliki DER yang lebih dari 5. Maka dari itu rasio DER kurang cocok digunakan pada perusaahan seperti ini.

 

Debt to Equity Ratio (DER) dapat menunjukkan atau menggambarkan pengaruh terhadap banyak kondisi. Kaitannya dengan pihak investor, DER berpengaruh pada Dividen. Semakin tinggi tingkat Debt to Equity Ratio (DER), berarti komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan  Dividend Payout Ratio (DPR) kepada pemegang saham, sehingga rasio pembayaran deviden semakin rendah. DER memiliki pengaruh negatif terhadap DPR. DER yang tinggi menandakan bahwa kebutuhan ekuitas sebagian besar dipenuhi dari hutang. Suatu perusahaan memutuskan melunasi hutang yang jatuh tempo dengan mengganti surat berharga lain atau membayar dengan menggunakan laba ditahan, maka perusahaan mendahulukan membayar hutang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun