Mohon tunggu...
Muhammad Diponegoro
Muhammad Diponegoro Mohon Tunggu... Lainnya - Sesekali menulis dan merekam

Perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Panggil Aku Pencuri Amatir!

18 Juli 2020   12:25 Diperbarui: 18 Juli 2020   12:25 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://radarindo.co.id/2020/02/25/headline/polisi-selidiki-kasus-pencurian-79-tabung-gas-di-spbu-medan/ 

Saat itu Daud memilih kota Bogor sebagai tempat tujuan.

Selama hampir dua bulan hidup di kota hujan, Daud masih menganggur, ia bertahan hidup hanya dengan mengandalkan uang tabungan, yang digunakannya untuk makan sehari-hari, membeli rokok, dan menyewa kontrakan. 

Suatu saat, di siang hari yang terik, hidup berpihak pada Daud. Melalui korek api yang ia pinjamkan pada seseorang di warung kopi langganannya, ia diajak bekerja oleh pria tersebut--- yang ternyata seorang mandor di sebuah perusahaan sendal.

"Besok pagi, kamu datang saja dulu ke pabrik," kata sang mandor pada Daud.

Penilaian mandor terhadap Daud dari sebuah korek api ternyata tidak meleset. Di pabrik,  Daud merupakan karyawan yang tak pernah mengecewakan atasannya, ia selalu datang ke pabrik tepat waktu, apa yang dikerjakannya selalu beres, dan setiap satu Mei ia tidak pernah latah untuk ikut aksi turun ke jalan.

Dua tahun bekerja di pabrik sendal, Daud mulai akrab dengan sekelilingnya, khususnya dengan seorang wanita bernama Dwi. Dwi tidak seprofesi dengan Daud, ia bekerja di luar pabrik sebagai penjual gado-gado. Menurut beberapa pegawai pabrik, gado-gado buatan Dwi menggugah selera, dan ia terkenal ramah terhadap pembeli, dan ia memperbolehkan pekerja pabrik menghutang di tengah bulan, dan ia  tidak pelit memberi kerupuk atau bawang goreng pada pelanggan. Sehingga, hampir tiap hari warung gado-gado milik Dwi selalu ramai didatangi pegawai pabrik yang kelaparan, termasuk seorang pria kasmaran bernama Daud yang selalu memesan gado-gado dengan tiga cabe rawit tanpa kol, sembari mesam-mesem pada Dwi.

Dengan ingatan tiga cabe rawit tanpa kol, ditambah perilaku Daud yang elok padanya, Dwi akhirnya jatuh hati pada Daud. Mereka kemudian berpacaran, dan tepat di hari jadi pertama mereka, Daud melamar Dwi di warung makan Sunda, pada malam Sabtu. Di malam itu Dwi menerima niat baik Daud, meski sebelumnya ia telah mendengar pengakuan dari kekasihnya  bahwa penghasilannya hanya sebesar empat ratus ribu setiap minggunya.

***

Kehidupan rumah tangga Daud dan Dwi berjalan apa adanya. Hanya mengulang sebuah peristiwa, Senin hingga Jumat mereka bekerja, Sabtu sampai Minggu mereka lalui dengan beristirahat di kontrakan, atau sesekali pelesiran di taman kota. Tidak ada perencanaan atau target-target dalam kehidupan mereka. Baik Daud dan Dwi percaya bahwa kehidupan sudah ada yang mengatur: rezeki, jodoh, dan kematian ada di tangan tuhan. 

Selama lima tahun menjalani biduk rumah tangga, Daud dan Dwi dikaruniai tiga orang anak. Dua perempuan dan satu laki-laki, ketiganya masih mungil karena lahirnya berdekatan, dan ini membuat mereka cukup kewalahan dalam mengurus ketiganya. Saking sibuknya, Dwi rela tidak lagi berjualan gado-gado, dan sekeluarga mesti pindah sementara ke rumah orang tua Dwi demi mengurangi pengeluaran bulanan. 

Di rumah orang tua Dwi, hampir tiap pagi sang nenek membantu mengasuh ketiga cucunya itu. Mulai dari mempersiapkan sarapan, mencuci baju, dan menggendong para cucu. Keikhlasan yang dilakoni oleh mertuanya itu kerap kali membuat Daud tak enak hati, sehingga ia berniat akan memberikan mertuanya hadiah seandainya ia mendapatkan rezeki berlebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun