Lupa Inti Tupoksi
Saya membuka beberapa laporan tahunan terakhir, khususnya tentang penghargaan kepada lembaga/daerah yang dikategorikan sebagai zona merah, kuning dan hijau. Lengkap dengan dokumentasi penyelenggaraannya.
“Meriah bak acara Anugerah Piala Citra!!!,” Gumamnya.
Saya membuka lembar demi lembar nama daerah yang telah saya lingkari. Kabupaten yang saya amat sangat kenal baik masyarakatnya ataupun jajaran birokrasi serta dilematika pelayanaannya saat itu yang sangat menyayat hati masyarakat.
“Nih, kita tahu sendiri disini, dari orang-orang yang mengeluhkan pelayanan dan minta tolong tetapi selalu saya bilang, ‘maaf saya sudah mutasi’ hingga petugas pelayanan itu sendiri yang minta ampun karena tak berdaya untuk menjalankan yang semestinya dilakukan.” Saya menunjukkan nama daerah yang dilingkari dengan tinta merah.
Dari tahun ke tahun lonjakan angkanya luar biasa, sungguh berkebalikan dengan keluhan masyarakat tentang super lama dan amat sangat mahal serta berbelitnya prosedur plus lucunya format perizinan yang mereka terima.
Bukan hanya masalah perizinan, urusan administrasi kependudukan pun luar biasa banyak keluhan masyarakatnya. Tanpa uang maka semua jadi rumit, tetapi dengan fulus yang disepakati maka Akta Kematian seorang warga pun dapat dikeluarkan walaupun orangnya masih hidup.
Kenapa hasil penilaian Sang Penilai sedemikian hebat?
Jawabannya tentu saja kita harus melihat, hal-hal apa yang dijadikan parameter dalam penilaian. Jangan kaget, karena yang titik beratnya bukan pada kepuasan masyarakat tetapi kepada kecantikan dan kepandaian akting sarana-prasarana yang tersedia dalam pelayanan, walaupun sekedar variasi belaka yang dijadikan hiasan dinding pada saat penilaian.
“Kenapa hal ini terjadi?” Tanya sobatku.
Padahal seperti diketahui bahwa latar belakang pendirian Ombudsman Republik Indonesia sesungguhnya berakar dari tuntutan rakyat pasca reformasi untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta memperkuat perlindungan hak warga negara dalam pelayanan publik. Saat itu BJ Habibie yang menjadi Presiden Republik Indonesia.