Mohon tunggu...
Dinissa Fitria N
Dinissa Fitria N Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarata

Saya seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang suka menganalisa kehidupan sosial dan masalah sosial.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membedah Runtuhnya 7-Eleven di Indonesia : Akibat dari Tak Mau Berubah?

26 Juni 2025   21:30 Diperbarui: 26 Juni 2025   21:27 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo 7-Eleven di salah satu gerai internasional (Sumber : Unsplash - Josh Chiodo)

Nostalgia di Tengah Kenyataan
Siapa yang tak kenal 7-Eleven yang biasa kita sebut Sevel? Di awal 2010-an, 7-Eleven menjadi ikon baru gaya hidup urban. Nongkrong sambil menyeruput Slurpee, mengisi baterai gawai, hingga ngobrol santai di pojok gerai---semua terasa mudah, murah, dan modern. Tapi pada 30 Juni 2017, semua itu resmi berakhir. 136 gerai ditutup, meninggalkan pertanyaan besar: mengapa raksasa ritel global ini tak bertahan di Indonesia? 

Jawabannya bukan hanya satu faktor. Banyak faktor internal dan eksternal yang saling memengaruhi berkontribusi pada kegagalan 7-Eleven, banyak di antaranya sangat terkait dengan struktur organisasi, budaya, dan kepemimpinan yang gagal beradaptasi. Mari kita bedah satu persatu.

Struktur Organisasi: Sentralisasi & Ketidakjelasan
Di bawah PT Modern Putra Indonesia, struktur organisasi Sevel terbilang cukup tersentralisasi. Banyak keputusan strategis dan operasional masih mengacu pada standar waralaba global, termasuk model penyajian, layout, hingga produk yang ditawarkan.

Namun sentralisasi ini menjadi bumerang. Ketika peraturan lokal seperti pelarangan penjualan minuman beralkohol berlaku (Permendag No. 06/2015), gerai-gerai 7-Eleven tak cukup lincah menyesuaikan diri. Tingkat formalisasi dalam operasional pun tinggi, tetapi ironisnya tidak fleksibel---menyebabkan keterlambatan dalam respons terhadap perubahan pasar dan regulasi.

Salah satu kegagalan struktur operasional Sevel yang lainnya adalah ketidakjelasan klasifikasi bisnis. Pemerintah sempat menegur bahwa Sevel beroperasi sebagai ritel, padahal izin yang dimiliki adalah restoran. Ketidakselarasan ini menimbulkan problem hukum dan operasional yang membuat ekspansi jadi rumit.


Lingkungan Organisasi: Ketatnya Persaingan dan Regulasi yang Melemahkan
Lingkungan eksternal Sevel di Indonesia tidak ramah. Selain larangan penjualan alkohol yang memukul pendapatan, persaingan dengan Indomaret dan Alfamart yang lebih menyasar kebutuhan sehari-hari dengan margin rendah namun volume tinggi---semakin membuat Sevel tidak relevan.

Konsep Sevel sebagai "tempat nongkrong" terbukti boros. Pelanggan bisa duduk berjam-jam hanya dengan membeli satu botol minuman, Namun biaya operasional, sewa, dan listrik tidak bisa ditekan sebagaimana model bisnis minimarket konvensional.

Terlebih lagi, PT Modern International Tbk sejatinya bukan perusahaan ritel, melainkan distributor produk fotografi dan medis. Dengan core business yang berbeda jauh, mereka tak memiliki kompetensi inti dalam menangani tekanan khas industri ritel. Tidak heran jika pada akhirnya, 7-Eleven dianggap sebagai unit bisnis yang tak lagi relevan untuk dipertahankan.

Budaya Organisasi: Gagal Memahami Budaya Konsumen Lokal
Salah satu kesalahan strategis paling mencolok adalah kegagalan dalam membaca budaya konsumen Indonesia. Di banyak negara, 7-Eleven memang sukses sebagai convenience store yang serba ada. Tapi di Indonesia, anak muda datang untuk nongkrong, bukan belanja. Sayangnya, budaya organisasi Sevel justru tetap mempertahankan prinsip dasar mereka: "high traffic, fast purchase".

Tak ada penyesuaian berarti terhadap kebiasaan konsumen lokal. Makanan khas lokal jarang tersedia. Tidak ada pendekatan yang mencoba mendekatkan merek ke komunitas kampus atau kantor secara aktif---berbeda dari apa yang dilakukan brand ritel lain seperti Lawson atau FamilyMart belakangan ini, yang punya menu-menu dengan kolaborasi lokal dan ada di banyak lingkungan yang aktif .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun