Mohon tunggu...
Dini Khoirinnisa
Dini Khoirinnisa Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Jurusan Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Zakat dan Pembangunan Alternatif di Indonesia

27 Juli 2011   06:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:20 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13117480461142950318

Dalam tulisan kali ini, saya akan coba cerita tentang zakat. Wah berat banget ya temanya? Lihat aja dari judul tulisanya udah kayak judul paper tugas kuliah. Tapi tenang saudara-saudara, saya ga akan memakai bahasa yang aneh-aneh kok. Lagian kan sudah mau bulan Ramadhan nih, jadi cocok dong kalau kita ngebahas hal-hal yang berbau agama :). Nah, pertama tentang zakat dulu. Apa sih zakat itu? Mengutip pengertian zakat yang tertera di website Dompet Dhuafa (www.dompetdhuafa.or.id), zakat itu secara umum menggambarkan istilah untuk kegiatan pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan untuk diberikan pada golongan tertentu. (Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi). Wah banyak kata tertentunya ya, tapi ini berarti zakat merupakan kegiatan yang sangat khusus dan spesifik sekali, karena bisa saja suatu waktu saya misalnya mengeluarkan uang saya dengan niat memberikan uang itu untuk teman saya yang sedang membutuhkan, tapi dia bukan orang miskin misalnya, nah berarti dia tidak termasuk dalam golongan tertentu seperti yang disebutkan oleh Al-Mawardi tadi, karena kegiatan yang saya lakukan itu sedekah namanya. Itu secara umum, tentang zakat, tapi kita tidak akan membahas lebih lanjut tentang zakat itu sendiri ya. Silahkan teman-teman cari tahu sendiri kalau memang penasaran tentang zakat dan serba-serbinya :). Kita lanjutin ya pembahasannya, zakat itu akan dibayarkan oleh umat islam kepada orang atau lembaga yang telah ditunjuk untuk mengelola dan membagikan zakat, biasanya disebut amil. Di zaman sekarang ini, bentuknya bukan hanya perseorangan atau kumpulan orang-orang dalam bentuk informal yang bisa menjadi amil, tapi lembaga formal juga bisa. Bahkan akan menjadi lebih efektif karena jaringannya akan lebih luas, contohnya adalah Dompet Dhuafa yang menjadi salah satu lembaga pengumpul dan pengelola ZIS (zakat, infaq dan shodaqoh) di Indonesia. Hebatnya, zakat oleh dompet dhuafa ini bisa dikelola sedemikian rupa untuk membuat Indonesia jadi jauh lebih baik loh? Ga percaya? Baca lanjutannya ya :). Di bawah naungan dompet dhuafa, terdapat sebuah lembaga otonom yang bernama Masyarakat Mandiri (MM). Dengan menggunakan dana ZIS yang diterima dari masyarakat, MM kemudian melakukan berbagai kegiatan sosial yang tidak hanya menyentuh nilai-nilai kemanusiaan tapi juga memberdayakan masyarakat itu sendiri sehingga mandiri dan sedikit demi sedikit lepas dari kemiskinan. Ini nih, yang kemudian disebut sebagai pembangunan alternatif. Wah, apa tuh ya? Kalau kita merujuk dari buku Society, State and Market: A Guide to Competing Theories of Development yang ditulis oleh John Martinussen, pembangunan alternatif menekankan pada adanya pergeseran pembangunan yakni dari yang awalnya berfokus pada pemerintah dan corporate economy menjadi lebih berfokus pada civil society dan political community. Teman-teman semua tahu kan kalau Indonesia itu masih menjadi negara berkembang, dimana kita masih terus melakukan pembangunan dan perbaikan disana-sini, baik dari segi fisik (gedung,jalan, transportasi, dsb) maupun non-fisik (manusia). Nah, jika kemudian pemerintah melaksanakan kegiatan pembangunan, itu namanya pembangunan konvensional, karena memang sudah kewajiban pemerintah membuat negara dan masyarakat di dalamnya menjadi lebih baik. Tapi kemudian, dengan kompleksitas proses pembangunan Indonesia yang juga ditambah korupsi di sana-sini membuat pembangunan di negeri tercinta ini sering kali terhambat dan bahkan gagal. Contoh, pendidikan di Indonesia, kita sudah merdeka 66 tahun tapi masih banyak sekali anak-anak yang belum bisa mengecap pendidikan karena misalnya alokasi biaya pendidikan yang masih kurang, atau dana pendidikan dikorupsi, dsb. Lalu bagaimana jika pemerintah tidak sanggup? Apakah masyarakat hanya diam? Nah, masyarakat juga bisa menjadi aktor dalam pembangunan, bahasanya kerennya bisa jadi civil society. Nah, ketika proses pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi juga oleh civil society inilah yang kemudian disebut sebagai pembangunan alternatif. Oleh karena itu, sebelumnya saya sebut Lembaga Masyarakat Mandiri secara khusus dan Dompet Dhuafa secara umum telah berkontribusi bahkan menurut saya sudah sangat luar biasa aksinya dalam upaya membangun Indonesia. Hal ini karena Dompet Dhuafa dan Masyarakat Mandiri merupakan kumpulan dari masyarakat biasa yang tidak terlibat baik dalam pemerintahan maupun corporate economy sehingga bisa dikategorikan sebagai salah satu civil society di Indonesia. Masyarakat Mandiri melakukan program misalnya, pemberdayaan komunitas petani kelapa di Pacitan, pemberdayaan kelompok pengusaha makanan sehat di Jabodetabek, dan pemberdayaan ekonomi korban bencana Situ Gintung. Di saat sentuhan pemerintah akan masyarakat marginal masih sangat kurang, Masyarakat Mandiri hadir dan membuat posisi masyarakat tersebut terangkat dari marginal menuju berdaya dan mandiri. Hebat ya, dari zakat yang sebenarnya hanya merupakan nilai moral yang bersumber dari ajaran agama di mana kesadaran dan kepedulian yang menjadi basisnya, namun ketika dikelola oleh civil society yang memiliki visi untuk membangun dan mensejahterakan Indonesia serta memiliki manajemen organisasi yang baik, bisa sangat signifikan membantu pemerintah dalam menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik atau dengan kata lain melakukan pembangunan alternatif di Indonesia. Jadi, fokus pembangunan bisa imbang, antara pemerintah danmasyarakat. Semoga ke depannya lebih banyak lagi bermunculan civil society lainnya yang bisa berkontribusi dalam pembangunan alternatif untuk negeri kita tercinta :). Sumber dan Bahan Bacaan Tulisan: http://www.dompetdhuafa.or.id/zakat/z002.htm http://masyarakatmandiri.org/?mod=program&show=listprogram#tab-3 John Martinussen, Society, State and Market: A Guide to Competing Theories of Development, Bab 20. Sumber Gambar: http://ekonomisyariat.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun