Mohon tunggu...
Dinda Aulya
Dinda Aulya Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya menyukai menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Setara bagi Penyandang Disabilitas: Mewujudkan Pemerataan di Tengah Ketidakdilan Struktural

3 Oktober 2025   15:00 Diperbarui: 3 Oktober 2025   14:58 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya Dinda Aulya mahasiswi Universitas Airlangga prodi Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Seperti yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 31 dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dari PBB yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2011, mengatakan bahwa pendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap individu. Namun, bagi mereka yang disabilitas, mendapatkan akses pendidikan yang setara masih menjadi mimpi yang sulit dijangkau. Berdasarkan statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, terdapat sekitar 22 juta penyandang disabilitas, yang berjumlah sekitar 8,5% dari keseluruhan populasi. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari kelompok ini yang memperoleh pendidikan yang baik, dengan tingkat partisipasi sekolah dasar untuk anak-anak disabilitas yang kurang dari 50% di wilayah pedesaan.

Ketidakadilan yang bersifat struktural adalah penyebab utama dari masalah ini. Hal ini mencakup adanya diskriminasi yang terorganisir dalam sistem pendidikan, kurikulum yang tidak mencakup semua pihak, serta minimnya dukungan dari pemerintah dan komunitas. Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi tantangan yang dihadapi serta menawarkan langkah-langkah strategis demi mencapai pemerataan dalam bidang pendidikan. Dengan mengadopsi pendekatan yang inklusif, kita bisa menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya adil, tetapi juga memberdayakan penyandang disabilitas sebagai bagian penting dari masyarakat.

Tantangan Ketidakadilan Struktural dalam Pendidikan Disabilitas

  • Kurangnya aksesbilitas dan infrastruktur

Masih banyak sekolah di Indonesia khususnya sekolah-sekolah di daerah terpencil yang tidak dilengkapi fasilitas ramah disabilitas seperti, toilet khusus dan ramp. Menurut studi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 30% sekolah negeri yang memenuhi standar aksesibilitas berdasarkan SNI 03-1733-2004. Seringkali penyandang disabilitas yang putus sekolah karena kesulitan fisik ini yang membuat mereka tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan optimal.

  • Kurangnya pemahaman dan pelatihan tenaga didik (guru)

Seperti yang dapat kita lihat di fakta lapangan bahwa masih banyak guru yang tidak siap untuk mengajar siswa dengan kebutuhan khusus. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 25% guru di sekolah inklusif telah menerima pelatihan khusus untuk pendidikan disabilitas. Menyebabkan metode pembelajaran yang dipakai tidak adaptif, sehingga menyebabkan penurunan prestasi hingga 20-30% pada siswa dengan kebutuhan khusus karena merasa terpinggirkan.

  • Adanya stigma dan diskriminasi social

Munculnya setigma social justru memperkeruh situasi, terdapat 35% orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas melaporkan mengalami perlakuan diskriminatif di institusi pendidikan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institute dalam Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) tahun 2024. Indeks ini, yang menilai sejauh mana inklusi sosial di 34 provinsi, memberikan nilai rata-rata 55 dari 100 untuk akses pendidikan bagi penyandang disabilitas, yang menunjukkan adanya ketidakadilan yang jelas di daerah timur Indonesia jika dibandingkan dengan Jawa.

  • Implementasi kebijakan yang belum optimal

Meskipun UU Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas memberikan jaminan untuk hak pendidikan inklusif, pelaksanaannya masih kurang baik. Sebuah laporan dari SMERU Research Institute (2021) menunjukkan bahwa dana untuk pendidikan inklusif hanya berkisar antara 5-10% dari keseluruhan anggaran pendidikan nasional, yang mengakibatkan minimnya koordinasi antar lembaga dan ketimpangan antar daerah.

Dari data data ini semakin menunjukkan bahwa ketidakadilan struktural bukan hanya masalah individu tetapi hambatan bagi mereka yang disabilitas untuk mendapatkan Pendidikan yang setara.

Pendidikan Inklusif sebagai Solusi Pemerataan 

Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang menjamin setiap siswa dapat belajar bersama di dalam suasana yang mendukung, tanpa adanya segregasi karena disabilitas. Dengan belajar bersama siswa akan bisa lebih menghargai perbedaan yang merupakan langkah awal dalam menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan saling dukung. Ide ini sejalan dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang diadopsi oleh PBB dan diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2011, serta terbukti berhasil dalam memperkecil kesenjangan.

Studi yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa di negara yang memiliki program inklusi yang baik, contohnya Finlandia, partisipasi pendidikan untuk individu dengan disabilitas mencapai 90%, serta terjadi peningkatan kepercayaan diri hingga 50%. Di Indonesia, sekolah-sekolah inklusif yang menerapkan model ini melaporkan bahwa prestasi siswa dengan disabilitas meningkat sebesar 25%, berdasarkan penilaian dari Kemendikbudristek pada tahun 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun