Mohon tunggu...
Dinda Fitria Ayu M. J
Dinda Fitria Ayu M. J Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Global Village: Budaya Jepang Perkuat Hubungan atau Ancam Identitas Lokal

17 Oktober 2025   19:58 Diperbarui: 17 Oktober 2025   19:58 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena global village menjadi ciri khas globalisasi saat ini, di mana batas-batas negara semakin kabur berkat kemajuan teknologi informasi, media, dan komunikasi. Global village membawa konsekuensi serius, seperti pelemahan identitas nasional, erosi budaya lokal, ancaman terhadap ekonomi nasional, serta lonjakan migrasi internasional. Kedaulatan negara pun tak lagi berdiri sendiri dalam mengatur budaya, ekonomi, dan masyarakatnya, melainkan terhimpit tren global yang cepat dan sulit dikendalikan.

Fenomena ini punya dua sisi mata uang yaitu  peluang integrasi sekaligus ancaman homogenisasi budaya. Di satu sisi, global village membuka ruang kerja sama internasional, percepatan pertukaran informasi, dan penguatan diplomasi budaya. Di sisi lain, arus global yang dominan bisa melemahkan kekuatan negara dengan menekan budaya dan identitas lokal. Akhirnya, global village bisa jadi kekuatan atau ancaman, tergantung bagaimana negara dan masyarakat mengelolanya.

Contoh nyata adalah masuknya budaya populer Jepang ke Indonesia. Produk seperti anime, manga, cosplay, J-Pop, serta kuliner (Yoshinoya, Marugame Udon, Sushi Tei, takoyaki, ramen) menyebar luas lewat internet, TV, dan festival budaya. Dampak positifnya dapat memperkuat hubungan Indonesia-Jepang via diplomasi budaya, lahirnya komunitas kreatif seperti cosplay di Bandung, serta melonjaknya minat pemuda Indonesia belajar bahasa dan pendidikan Jepang. Ini membuka peluang kerja sama di berbagai sektor dan mempererat ikatan internasional.

Tapi, ada sisi gelapnya. Seperti analisis tentang hilangnya identitas lokal di era global village, generasi muda kini lebih akrab dengan budaya asing ketimbang milik sendiri. Gaya hidup Jepang mendominasi komunitas anak muda, seperti COMASU di Makassar, sementara industri lokal kalah saing. Dalam kuliner, restoran Jepang yang meledak popularitasnya membuat hidangan tradisional Indonesia terpinggirkan, terutama di kalangan urban milenial. Jika tak ada upaya pelestarian, warisan kuliner lokal bisa lenyap digantikan tren global. Ini mengancam kedaulatan budaya Indonesia jika tanpa strategi promosi dan pelestarian yang kuat.

Pada akhirnya, global village tak hanya memperkuat atau melemahkan negara, tapi punya dampak ganda. Ia membuka pintu diplomasi, pertukaran budaya, dan kolaborasi global. Namun, ia juga berisiko mengikis identitas nasional dan mengurangi kendali negara atas budayanya. Tantangan utama bagi Indonesia adalah mengelola tren ini dengan memperkuat hubungan internasional dan menjaga kedaulatan budaya bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun