Mohon tunggu...
Dinar Rizki Alfianisa
Dinar Rizki Alfianisa Mohon Tunggu... Aktivis Muslimah

Menulis, Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan Anak Kian Marak, Salah Siapa?

19 Juni 2025   15:55 Diperbarui: 19 Juni 2025   16:21 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: PxHere, edit by canva

Anak adalah anugerah terindah yang dimiliki oleh setiap keluarga dan merupakan harapan bagi masa depan bangsa. Teramat penting fase anak-anak dalam membentuk karakter dan kepribadian bagi seorang individu. Generasi hebat pun akan terbentuk dari anak-anak dan pemuda yang hebat pula. 

Namun bagaimana jadinya masa depan generasi jika anak-anak hari ini telah dirusak baik fisik maupun mental dengan banyaknya kekerasan yang ia dapatkan. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang malah mendapatkan kekerasan, terlebih jika yang melakukannya adalah keluarga sendiri.

Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi. Seorang anak berusia 7 tahun ditemukan seorang diri dalam keadaan di atas kardus dan sedang tertidur di lorong pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kondisi anak sangat memprihatinkan, penuh dengan luka akibat penyiksaan yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri yakni ayahnya. Selain itu ditemukan juga beberapa kondisi medis serius, seperti patah tulang pada lengan kanan, dugaan infeksi tulang, gizi buruk, anemia berat hingga bekas luka bakar di area wajah.

(kompas.com, 13-06-2025)

Kasus kekerasan pada anak yang muncul di media massa ibarat fenomena gunung es. Kasus yang tidak terekspose sebenarnya lebih banyak dari yang muncul dipemberitaan. Data yang dikemukakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah menerima laporan 11.850 kasus kekerasan sepanjang Januari hingga 12 Juni 2025. Korban kasus kekerasan yang masuk ke dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) ini mencapai sekitar 12.000 orang.

Sementara itu, data dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) juga menunjukkan angka kekerasan yang memprihatinkan. Hasil mengungkapkan, satu dari dua anak Indonesia pernah mengalami kekerasan baik fisik maupun emosional, satu dari empat perempuan pernah mengalami hal serupa dan sembilan dari seratus anak Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya. 

(kompas.com, 17-06-2025)

Kapitalisme Akar Masalah Kekerasan pada Anak

Kasus kekerasan terhadap anak baik secara fisik, emosional maupun seksual dalam lingkungan keluarga di Indonesia sangatlah tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral, lemahnya iman, hingga lemahnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua. 

Hal ini sangat wajar terjadi dalam sistem kehidupan sekulerisme kapitalisme. Sistem yang menjadikan orang tua hanya fokus dalam mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga mengabaikan dalam hal mendidik dan mengasuh anaknya. Himpitan ekonomi juga dapat memicu orang tua menyiksa dan menelantarkan anaknya, bahkan melakukan kekerasan seksual.

Sistem sekulerisme kapitalisme dengan asas yang menjauhkan agama dalam urusan pengaturan hidup, menjadikan orang tua kehilangan fitrahnya dalam melindungi dan menjaga anak-anak. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak malah justru dari sana anak mendapatkan perlakuan yang tak seharusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun