Pagi ini, saya mencoba berswafoto. Sederhana saja, hanya menatap kamera sambil mengingat kembali masa lalu beberapa tahun silam. Saat itu, rambut saya gondrong, dikuncir, bahkan sempat saya warnai orange pirang. Tampilannya jelas jauh berbeda dengan diri saya hari ini.Â
Pertanyaan pun muncul: apakah sekarang masih cocok untuk kembali bergaya gondrong? Atau apakah itu justru akan terlihat urak-urakan, tidak rapi, dan sulit diterima oleh pandangan umum?
Bagi sebagian orang, penampilan adalah cermin profesionalitas. Rambut rapi, pakaian formal, dan sikap tenang dianggap sebagai standar keseriusan. Namun di sisi lain, gaya gondrong sering diidentikkan dengan kebebasan, kreativitas, bahkan perlawanan terhadap pakem yang seragam. Rambut gondrong bukan sekadar rambut, melainkan simbol ekspresi diri.
Di era hari ini, apakah penampilan masih harus selalu ditentukan oleh penilaian orang lain? Bukankah identitas seharusnya lahir dari kenyamanan kita sendiri? Gondrong atau tidak gondrong, rapi atau urakan, sejatinya tidak lebih penting dari bagaimana kita bersikap, berpikir, dan berkontribusi pada lingkungan sekitar.
Mungkin rambut hanya bagian kecil dari cerita hidup. Tapi dari hal kecil inilah, kita belajar bahwa pilihan gaya bisa menjadi refleksi tentang siapa kita, bagaimana kita ingin dikenang, dan apa yang ingin kita perjuangkan.
Lalu bagaimana menurut Kompasianer? Gondrong itu masih identik dengan urakan, atau justru kebebasan berekspresi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI