Bertemu dengan salah satu anak Muhammad Yusuf Muhi alias Ucu Kambing adalah sebuah hal yang memang sudah saya rencanakan dalam rangka silaturahmi budaya.
Bagi yang belum mengenal siapa Ucu Kambing, silahkan baca tulisan saya: di sini, yang merupakan liputan khusus dari hasil silaturahim budaya itu, sebelum kemarin saya sambangi putra almarhum Ucu Kambing yang lain, Chatu Badra Mandawata.
Kemarin, Minggu, (15/06/2025), saya dan dua putra Tanah Abang (Tenabang) lainnya, Idet Naia dan Ridho Nur Abdi, bisa bicara banyak kepada Chatu, setelah sebelumnya menyambangi salah seorang sahabat Ucu, Iwan alias Om Jems.
Dari semua perbincangan menarik mengenai almarhum, baik yang sudah saya ulas secara berseri di bondowosonetwork.com, ataupun belum, ada sebuah pesan penting yang harus saya berikan sorotan khusus.
Yakni tentang keberatan Chatu dan pihak keluarga dengan pengistilahan nama julukan almarhum Yusuf Muhi, yakni Ucu Kambing.
Entah siapa yang memulai, namun jika kita mencari di mesin pencari google maka sederet artikel tentang Ucu Kambing lah yang tertera di sana.
Termasuk artikel saya, karena memang itulah yang beredar bahkan di ekspose oleh media mainstream. Terutama kaitannya dengan sosok Hercules yang dicap sebagai penguasa wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Kalo ane sih, lebih senang dan juga itu dari pengakuan almarhum, kalo dirinya itu lebih senang disebut Ucu Tukang Kambing," tegasnya menjelaskan dengan santai kepada kami yang hadir.
Memang jika ditinjau dari katanya, makna Ucu Kambing memiliki kesan yang kurang elok, yakni bisa menyamakannya dengan seekor kambing. Padahal tentunya tidak demikian, bukan?
Tapi itulah budaya negeri ini yang gemar menyingkat kata serta memberikan julukan semaunya sendiri.
Chatu pun menegaskan ketika saya menanyakan apakah almarhum dikategorikan sebagai Preman, karena justru itulah stigma yang ingin kami hapuskan lewat serangkaian silaturahmi budaya ini.