Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Harus Berdakwah?

27 Februari 2018   04:44 Diperbarui: 27 Februari 2018   04:52 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Islam adalah agama yang mengatur kehidupan manusia, agar manusia itu menjadi manusia yang bermartabat. Kandungan nilai-nilai ajaran agama Islam diperuntukkan sebagai pedoman hidup mereka, sehingga tata kehidupan yang dijalani berjalan dengan baik, sebagaimana firman Allah yang artinya "Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al Baqarah (2): ayat 2). Kehidupan yang dijalani tidaklah lepas dari kehidupan sosial, artinya manusia itu hidup secara berdampingan. Oleh karena itu tidaklah manusia hidup untuk dirinya sendiri, dan mencari kebaikan untuk dirinya sendiri, namun menjadi baik untuk diri sendiri dan orang lain pula. Suatu kebaikan yang dimiliki oleh manusia, kemudian disampaikan pula kepada orang lain sehingga orang lain ikut masuk ke dalam suatu kebaikan, dinamakan berdakwah. 

Dakwah adalah perintah Allah kepada manusia khususnya umat muslim agar menyampaikan kebaikan-kebaikan, mengajak pada yang baik (amar ma'ruf)dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela (nahi munkar). Allah berfirman yang artinya "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran (3): ayat 104). Maka menjadi suatu kewajiban bagi manusia untuk mengajak bersama-sama menuju kebaikan, apakah orang itu tega melihat keluarga/saudara/teman/masyarakat masuk ke dalam jurang sedangkan orang tersebut mengetahui tempat yang indah, itulah manusia sejati, kebaikan yang dia rasakan tidak hanya untuk dia sendiri. Sebagaimana salah satu sifat seorang muslim yang disampaikan oleh Imam Hasan Al Basri yaitu nafi'un li goirihi,yaitu manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Itulah sifat seorang muslim sebagaimana firman Allah yang artinya "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran (3): ayat 110).

Agama Islam sendiri adalah agama yang Aslama, Yuslimu, Islaman. Agama yang menyelamatkan dan penuh kedamaian. Sehingga tujuan berdakwah itu adalah untuk menyelamatkan, menebar kasih sayang, dan menciptakan kedamaian. Bukankah Nabi sudah mengatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan kebermanfaatan. Maka hal ini yang perlu menjadi perhatian bagi kita khususnya sebagai seorang muslim. Lalu bagaimanakah orang yang menebar kebermanfaatan itu?. Dia tak hanya sekedar menyampaikan ajaran agama Islam, tapi dia mampu membimbing hingga bersama-sama mendapatkan kebaikan. Terkadang kita lebih menakuti orang ketimbang mengajak mereka mendekati kebenaran. Bukankah itu menjerumuskan?, bukan menyelamatkan. Apabila tidak begitu, kita lebih memilih menjauhi mereka karena takut akan tergiring masuk ke dunia mereka yang kita anggap gelap nan tersesat. Padahal bukan ini yang dinamakan menyelamatkan.

Berdakwah adalah perbuatan yang indah, diperintahkan Allah dan NabiNya. Ajaran Islam diperuntukkan tidak hanya untuk umat muslim tapi juga seluruh manusia bahkan alam semesta pula, sebagaimana firman Allah, "Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS. Al Anbiya (21): ayat 107). Sehingga jelaslah agama Islam tidak mungkin membuat orang sengsara. Apabila ketika kita berdakwah menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam namun membuat orang merasa terganggu, mungkin cara kita yang kurang tepat. 

Mari kita lihat contoh Nabi Muhammad dalam berdakwah, disampaikan oleh Imam Ahmad, sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani. Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!." Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, "Diam kamu! Diam!." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Mendekatlah." Pemuda itu pun mendekat lalu duduk. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?," "Tidak, demi Allah, wahai Rasul!" sahut pemuda itu. 

"Begitu pula orang lain, tidak rela kalau ibu mereka dizinai." Lanjut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?," "Tidak, demi Allah, wahai Rasul!" pemuda itu kembali menjawab. "Begitu pula orang lain, tidak rela jika putri mereka dizinai." "Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?." "Tidak, demi Allah, wahai Rasul!." "Begitu pula orang lain, tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai." "Relakah engkau jika bibi -- dari jalur bapakmu -- dizinai?," "Tidak, demi Allah, wahai Rasul!." "Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai." "Relakah engkau jika bibi -- dari jalur ibumu -- dizinai?," "Tidak, demi Allah, wahai Rasul!." "Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, "Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya." (HR. Imam Ahmad, No. 22211, shahih).

Mari kita petik hikmah dari cara Nabi Muhammad berdakwah untuk mengingatkan ke pemuda tersebut terkait keharaman berzina. Nabi Muhammad tidak mengatakan, "zina itu haram, itu perbuatan keji dan yang melakukannya mendapatkan dosa besar. Dia akan ditempatkan di neraka." Tapi yang dilakukan Nabi Muhammad adalah membuat pemuda itu berfikir sehingga pemuda itu mengerti alasan mengapa zina itu diharamkan oleh Allah. Sehingga dia berkesimpulan apa yang dilarang Allah dan Nabi Muhammad itu perbuatan yang buruk, dan yang diperintahkan untuk dikerjakan mengandung kebaikan. Nabi Muhammad berdakwah dengan cara yang arif dan lembut, sehingga kandungan nilai-nilai Islam dapat dipetik oleh semua orang.

Inilah dakwah yang sesungguhnya, mengajak tanpa menginjak, menasehati tanpa menyakiti, dan menunjukkan kebenaran tanpa merendahkan derajat kemanusiaan.

Lalu bagaimanakah kita dapat berdakwah dengan cara demikian?. Tentunya saya pun masih belajar, sehingga mari kita sama-sama belajar untuk menebar kebaikan dengan penuh kasih sayang. Berdakwah adalah perintah Allah, dan perintah Allah pasti mengandung kebaikan. Sehingga ketika kita berdakwah namun yang terjadi diri kita merasa jauh dari Allah, bisa jadi kita SALAH NIAT. Niat adalah yang utama dalam mengerjakan apapun, bahkan hadis tentang niat menjadi hadis pertama yang dibahas dalam Kita Riyadhus Shalihin karangan Imam An Nawawi, dan juga pada beberapa kitab lainnya disarankan agar menempatkan hadis ini di awal pembahasan sebagai pengingat para penimba ilmu untuk senantiasa menjaga niatnya. "SEMUA AMAL PERBUATAN ITU TERGANTUNG PADA NIATNYA DAN SETIAP ORANG AKAN MENDAPATKAN SESUAI APA YANG IA NIATKAN. Barangsiapa (berniat) hijrah  karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah (bernilai) hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) untuk mendapatkan  dunia atau demi seorang wanita yang ingin dinikahinya maka (nilai) hijrahnya adalah sebagaimana yang ia tuju itu." (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam riwayat lain diceritakan, dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : 'Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Ia menjawab : 'Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).'

Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: 'Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?' Ia menjawab: 'Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.' Allah berkata : 'Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang 'alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari' (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun