Ketiga, saya pernah mendirikan dan membuat usaha Katering Mahasiswa Kaohsiung. Katering yang melayani kebutuhan makan mahasiswa yang berlokasi di Kaohsiung. Dengan harga yang terjangkau oleh kantong mahasiswa, saya berusaha menghadirkan makanan yang halal, lezat, dan bergizi bagi mereka yang sedang menuntut ilmu jauh dari tanah rantau mereka. Saya mendirikan usaha ini selama lebih dari dua tahun, hingga ketika berakhir masa tinggal saya di Taiwan, ide usaha ini diteruskan oleh kawan yang juga berjuang di Taiwan.
Keempat, pekerjaan yang membuat saya cukup dikenal oleh rekan-rekan di Kaohsiung, Taiwan. Saya adalah kurir pengantar makanan yang dikenal dengan sebutan "Bang Gojek". Pekerjaan yang membuat pengalaman saya semakin banyak dan mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan. Banyak bertemu dan berinteraksi dengan tenaga kerja Indonesia di Taiwan, dengan segala macam cerita dan masalahnya. Saya menemukan dan mempelajari banyak sekali sudut pandang baru.Â
Hingga pada akhirnya, saya membuka usaha baru bernama Jasa Kurir Kaohsiung, yang memiliki fungsi sebagai media untuk membantu saudara-saudara sebangsa yang di Taiwan yang kesulitan untuk keluar dari rumah dan disibukkan dengan pekerjaannya. Usaha yang saya awali dengan saya sendiri sebagai kurirnya tersebut, ketika saya dan keluarga akan meninggalkan Taiwan, saya sudah memiliki tiga orang rekan yang membantu. Hingga kini saya tidak lagi berada di Taiwan, usaha tersebut masih dilanjutkan oleh rekan-rekan dan semoga akan terus berjalan hingga waktu selama mungkin.Â
Memiliki kehidupan yang sibuk dan cukup mapan secara finansial dan materi di Taiwan, seharusnya membuat saya lebih baik tetap tinggal di Taiwan, begitu menurut pandangan mayoritas teman-teman saya yang berada disana. Namun Allah berkehendak lain. Setelah menamatkan studi Doktoral atau S3nya di National Sun Yat-sen University, Taiwan, istri diterima bekerja di Belanda sebagai Postdoctoral atau peneliti di salah satu kampus terbaik disana, Eindhoven University of Technology.
Membuat saya dan istri harus memulai perjuangan baru di negeri asing nun jauh. Dengan kembali harus memutuskan tinggal berpisah dengan putri semata wayang kami yang berusia tiga tahun. Dulu putri kami lahir di Taiwan dan ketika usianya belum dua bulan, dia harus rela berpisah dengan orang tuanya karena keadaan tidak memungkinkan tinggal bersama. Dan alhamdulillah, ketika berusia dua tahun, kami bisa berkumpul kembali di Taiwan dan dia bersekolah disana selama 1 tahun sekaligus tahun terakhir ibunya dalam menempuh studi.
Kini, dengan kembali terpisah jarak ribuan kilometer dengan perbedaan waktu cukup panjang, kami memulai dari awal lagi perjuangan-perjuangan kami. Dengan istri sudah memulai pekerjaanya sebagai peneliti di Belanda, saya masih belum memiliki pekerjaan yang menghasilkan materi. Kondisi pandemi menjadikan mencari pekerjaan saat ini sedikit lebih rumit. Bahkan istri hanya bisa bekerja dari rumah dan belum banyak berkegiatan di kampus. Dan kondisi semi lockdown, yang saat ini terjadi di Belanda, membuat kami hanya keluar rumah untuk sekedar membeli bahan makanan.
Untuk mengisi waktu dan mencari kesibukan, saya membuat kanal Youtube dan mempersiapkan buku yang diminta oleh teman-teman untuk saya tulis. Sekaligus tetap mendukung istri, seperti saat-saat sebelumnya. Berbagi tugas memasak, mencuci baju, dan pekerjaan lainnya. Saya sadar, karena saat ini posisi saya sedang tidak dihadapkan kesibukan  yang menuntut tanggung jawab seperti istri saya. Sehingga saya mengambil porsi pekerjaan rumah lebih banyak. Saya tidak ingin membebani istri saya lebih berat lagi, karena pekerjaan sebagai peneliti membutuhkan konsentrasi penuh dan fokus yang lebih.
Pekerjaan saya saat ini yang jelas akan dianggap sebelah mata, karena tidak menghasilkan bahkan sedikit materi sekalipun. Namun pengalaman saat ini adalah saat-saat yang menarik. Pernah suatu waktu saya meminta maaf kepada istri karena belum mampu memberikan nafkah secara materi, dia kemudian menjawabnya dengan kalimat yang membesarkan hati saya,
"Nafkah tidak hanya soal materi semata, Mas. Mas mendapingi aku hingga di titik ini saja sudah anugerah terbaik dari Allah untuk aku. Selama 4 tahun di Taiwan sudah membuktikan jika Mas adalah sosok suami dan ayah yang bertanggung jawab untuk aku dan anak kita. Insya Allah jika nanti rezekinya sudah datang dan memang sudah waktunya, Mas akan memilki pekerjaan seperti di Taiwan."
Memang benar. Saya meninggalkan pekerjaan mapan di Indonesia dan juga di Taiwan adalah dengan tujuan untuk mendampinginya berkarya lebih jauh dan luas. Mengubah peradaban, bermanfaat bagi sesama dan sekitar. Laki-laki lebih mampu beradaptasi untuk bekerja dimana saja. Begitu penuturan orang tua kami dahulu yang menguatkan hati dan mental saya. Dan benar saja, terbukti di Taiwan saya bisa dan mampu bekerja apa saja.
Hingga kemudian saya dengan mantap memilih pekerjaan sebagai suami dan ayah menjadi pekerjaan utama saya. Dan saya sungguh menikmati peran ini. Karena tanggung jawab pekerjaan sebagai suami dan ayah sungguh paling berat dilaksanakan, paling sulit ilmu yang dibutuhkan, dan paling lama prosesnya. Karena itu semua nanti akan dibawa hingga di kehidupan akhirat kelak. Dan berbeda dengan pekerjaan lainnya, pekerjaan sebagai suami dan ayah adalah tanggung jawab langsung kepada Sang Maha Besar.