Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ka'bah: Jejak ruang suci dalam perubahan wajah bumi

2 Agustus 2025   22:47 Diperbarui: 2 Agustus 2025   22:47 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Adalah hal yang menggugah pertanyaan dan perenungan mendalam ketika Allah menegaskan bahwa rumah pertama yang dibangun untuk ibadah manusia adalah Ka'bah yang berada di Mekkah. Suatu lokasi yang kini dikenal sebagai wilayah gurun tandus, kering, dan gersang. Mengapa tempat ibadah pertama umat manusia diletakkan di wilayah seperti ini, dan bukan di tempat yang subur, hijau, dan kaya sumber daya?

Dalam lapisan sejarah yang tersisa dan petunjuk dari ayat-ayat Allah, tersirat bahwa kawasan ini dahulu dikenal dengan nama Bakkah, sebuah tempat yang subur dan layak dihuni. Di situlah Ka'bah pertama kali ditegakkan sebagai pusat ibadah tauhid. Namun waktu dan kehendak Ilahi membawa perubahan besar pada kondisi tempat ini.

Salah satu peristiwa besar yang menjadi titik balik wajah bumi adalah banjir besar pada masa Nabi Nuh AS. Sebuah azab kolektif yang diturunkan karena kerusakan moral dan penyimpangan manusia dari jalan Tuhan. Banjir ini tak hanya menyapu kehidupan, tetapi juga mengubah lanskap bumi: tanah-tanah yang dahulu subur menjadi kering kerontang, dan pegunungan menjulang di tempat yang sebelumnya datar. Mekkah adalah salah satu saksi dari perubahan ekstrem itu. Dari tanah yang hidup menjadi gurun yang sunyi.

Ka'bah pun pernah hancur, menjadi puing, tertinggal dalam ingatan para pewarisnya. Sampai kemudian Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membangunnya kembali bersama putranya, Ismail AS. Bukan di tempat baru, tetapi di titik koordinat yang sama---sebagai bukti bahwa pusat ibadah kepada-Nya tak berubah walau bumi berguncang dan wajah tanah berubah rupa.

Hadirnya suku-suku seperti Jurhum dan kemudian Quraisy di wilayah Mekkah menunjukkan bahwa tempat ini tidak benar-benar ditinggalkan oleh sejarah. Mereka menjaga jejak itu, walau tidak selalu dalam kemurnian tauhid yang dibawa para nabi.

Kini, Ka'bah berdiri di tengah padang tandus. Namun justru di situlah makna terdalam dari ibadah terpatri. Kesucian tidak dibangun di atas kenyamanan duniawi, tetapi pada kesungguhan, pengorbanan, dan penyesalan. Mekkah menjadi ruang pelajaran, bahwa kehendak Allah atas bumi tidaklah lepas dari perilaku manusia. Bahwa tempat tersuci sekalipun pernah menjadi saksi atas murka Tuhan akibat kesalahan umat-Nya, sebelum dikembalikan pada kesucian oleh tangan para nabi.

Setiap pelanggaran yang dilakukan manusia bukan hanya menghasilkan luka batin dan kerusakan sosial, tetapi juga menyempitkan ruang hidupnya. Dosa adalah gerakan yang menutup ruang. Ia mengundang penderitaan yang nyata: bukan hanya di batin, tapi juga dalam lingkungan, dalam sejarah, dalam bumi yang kita pijak.

Banjir besar pada zaman Nabi Nuh AS bukan sekadar peristiwa geologis, melainkan sebuah peringatan kosmis---bahwa pelanggaran kolektif umat manusia dapat merobek harmoni ruang ciptaan. Mekkah yang dulunya subur berubah menjadi tandus, dan Ka'bah sebagai pusat spiritual harus ditegakkan kembali melalui keringat dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Perubahan itu bukan kebetulan; ia adalah bentuk hukuman sekaligus peluang penebusan.

Setiap ruang yang menyempit akibat kesalahan harus ditebus dengan perjuangan. Sebagaimana Ka'bah yang kembali berdiri setelah penderitaan panjang, begitu pula manusia yang ingin kembali kepada jalan Tuhan harus melalui pengorbanan yang melelahkan. Sujud yang dalam, air mata taubat, perjalanan haji di panas yang menyengat---semuanya adalah bagian dari membuka kembali ruang yang sempat tertutup.

Dalam ruang spiritual, ibadah bukan hanya bentuk penghambaan, tetapi juga proses pemulihan. Ia menyambung garis-garis yang sempat terputus, menghidupkan kembali simpul-simpul makna yang sempat retak karena pelanggaran. Setiap bentuk ibadah menjadi gerak memperluas kembali ruang jiwa, menyinari tempat yang pernah gelap oleh dosa.

Maka, Ka'bah yang berdiri di tengah padang tandus bukan hanya menjadi arah kiblat. Ia adalah simbol bahwa tempat paling suci pun pernah dihancurkan oleh pelanggaran manusia, namun juga dapat dibangkitkan kembali dengan pengorbanan, keikhlasan, dan kepatuhan. Ia adalah bukti bahwa ruang spiritual tidak mati---ia hanya menunggu manusia yang bersungguh-sungguh untuk menghidupkannya kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun