Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menyoal Kemacetan Kota Bandung yang Lebih Parah dari Jakarta

26 November 2019   09:34 Diperbarui: 27 November 2019   04:00 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: jabarprov.go.id

Kota Bandung baru saja ditahbiskan sebagai salah satu kota termacet di Asia. Survey Asian Development Bank (ADB) menempatkan Kota Bandung di peringkat ke-14 di kawasan Asia.

Kemacetan  Kota Bandung itu bahkan berada di atas Kota Jakarta yang berdasarkan survey yang sama ada di peringkat 17 dan Kota Surabaya di peringkat 20. Itu artinya, kemacetan di Kota Bandung lebih parah dari Jakarta dan Surabaya.

Terlepas dari polemik hasil survey ADB tersebut, harus diakui kondisi lalu lintas di Kota Bandung semakin hari semakin sesak oleh kendaraan. kondisi yang membuat jalanan Kota Bandung kian crowded dengan kemacetan di mana-mana.

Persoalan kemacetan tidak terlepas dari tiga faktor. Pertama, berupa infrastruktur jalan, kedua, volume kendaraan, serta ketiga, terkait perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.

Jika berbicara masalah infrastruktur, pembangunan berbagai infrastruktur jalan memang terus dilakukan. Terbaru berupa pembangunan fly over di Jalan Jakarta dan Jalan Laswi. Sementara sejumlah fly over lain di Kota Bandung diharapkan bisa dimulai pengerjaannya tahun 2020.

Apakah pembangunan infrastruktur jalan, termasuk fly over itu bisa jadi solusi mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Bandung? Dalam jangka pendek keberadaan fly over memang efektif mengatasi kemacetan, tetapi tidak jadi solusi permanen yang bersifat jangka panjang.

Sebab, dengan populasi kendaraan bermotor yang terus bertambah maka tinggal menunggu waktu saja terjadi overload hingga menimbulkan kemacetan kembali. Menurut data di Dinas Perhubungan Kota Bandung, populasi kendaraan bermotor di Kota Bandung setiap tahun tumbuh sebesar 11 persen.

Angka pertumbuhan yang bisa membuat jalan raya di Kota Bandung penuh sesak oleh kendaraan bermotor. Belum lagi ditambah volume migrasi kendaraan para pelancong dari luar kota, terutama di akhir pekan.

Wacana pembatasan kendaraan bermotor sepertinya tidak mudah direalisasikan. Ini berhubungan dengan pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan bermotor. Membatasi populasi kendaraan bermotor tentu saja berpotensi menurunkan pendapatan daerah.

Andil Masyarakat
Pemkot Bandung bersama instansi terkait telah berupaya mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas di kota berjuluk Parijs van Java ini. Selain dari pembangunan fly over, dilakukan pembenahan sarana transportasi umum dengan Trans Metro Bandung hingga melakukan rekayasa arus lalu lintas.

Upaya itu memang belum sepenuhnya mampu menjadi solusi terbaik. Sarana transportasi umum belum banyak diminati hingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Sementara rekayasa lalu lintas, kadang kala justru memunculkan kemacetan baru di titik lainnya.

Apapun hasilnya, upaya yang telah dilakukan oleh Pemkot Bandung dalam mengatasi kemacetan lalu lintas tetap perlu diapresiasi. Perlu diingat, penanganan masalah kemacetan lalu lintas bukan hanya domain pemerintah semata. Ada andil masyarakat di dalamnya. Itu berkaitan dengan faktor ketiga yakni perilaku berlalu lintas.

Bukan rahasia umum perilaku berlalu lintas kita jauh dari perilaku disiplin yang taat aturan. Sejumlah pelanggaran aturan lalu lintas dengan mudah dilihat secara kasat mata di jalan raya.

Parkir dan berhenti di sembarang tempat, menggunakan telepon seluler (ponsel) saat berkendara, melawan arus, tidak menggunakan lampu isyarat (sein) dengan semestinya, merupakan contoh pelanggaran yang secara kasat mata mudah dijumpai di jalan raya.

Berbagai perilaku tak disiplin yang dikatagorikan sebagai pelanggaran hukum. Sebab, ada aturan hukum yang dilanggar yakni UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Parkir sembarangan, misalnya, bisa menghambat kelancaran arus lalu lintas sehingga berpotensi menimbulkan kemacetan. Terhadap pelanggaran  pasal 160  UU LLAJ ini bisa dikenai sanksi kurungan paling lama 1 bulan dan denda paling banyak Rp 250.000.

Lantas, pelanggaran melawan arus di jalan raya bisa dikenai pasal 287 ayat 1 dan ayat 2 UU LLAJ. Demikian pula bila tidak menggunakan lampu isyarat dengan semestinya melanggar pasal 112 ayat 1 dan ayat 2 UU LLAJ yang bisa dihukum kurungan satu bulan atau denda Rp 250 ribu.

Tak hanya UU LLAJ yang dilanggar. Pelanggaran aturan hukum berupa peraturan daerah (perda) yang sebenarnya juga memuat sanksi terhadap si pelanggar.

Sosiolog Emile Durkheim berpendapat, setiap pelanggaran hukum atau aturan merupakan bentuk perilaku menyimpang. Sehingga dibutuhkan pengendalian sosial untuk mengatasinya, yakni melalui penegakan hukum atau aturan formal yang berlaku.

Memang, upaya pengendalian sosial melalui penegakan hukum ini telah dilakukan. Kendati demikian, kenyataannya pengendalian sosial itu belum cukup menjadikan masyarakat berperilaku disiplin dalam berlalu lintas.

Pengguna jalan hanya takut manakala ada polisi atau ada razia semata. Selebihnya, masyarakat dengan enteng tetap melanggar aturan di jalan raya.

Langkah maju telah dilakukan melalui sistem e-tilang seperti yang dilakukan di Jakarta maupun di Surabaya. Di mana dengan menggunakan kamera electronic traffic law enforcement (E-TLE) berbasis CCTV yang meliputi kamera pengenal plat nomor kendaraan otomatis, kamera check point serta pemantau kecepatan maka semua pelanggaran bisa dideteksi.

Setiap pelanggar diberikan surat tilang yang dikirim langsung ke rumah sesuai data plat nomor kendaraan. Bilamana denda tidak dibayarkan, maka dikenakan pemblokiran surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNKB).

Implementasi e-tilang ini sangat diharapkan bisa dilakukan secara masif seluruh kota di Indonesia. Untuk Kota Bandung, jika memungkinkan Pemkot bisa memperbanyak kamera pengawas (CCTV) hingga menjangkau seluruh wilayah kota. CCTV yang bisa disinergikan dengan kamera E-TLE Polri.

Selain sanksi hukum positif, pemanfaatan CCTV diperlukan untuk member sanksi sosial. Di era generasi sosial media seperti sekarang ini, semua pelanggaran lalu lintas, bisa diviralkan sebagai bentuk sanksi sosial yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera.

Dalam situasi kian masifnya pelanggaran berlalu lintas, sudah saatnya dilakukan upaya penegakan hukum secara tegas. Upaya mendisiplinkan masyarakat dalam berlalu lintas sudah tidak lagi ada di tataran sosialisasi. 

Memang dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pembiayaan yang bisa melibatkan pihak ketiga melalui program CSR perusahaan. Alokasi CSR dalam pengadaan CCTV merupakan investasi berharga dalam rangka merubah perilaku masyarakat di Kota Bandung menjadi disiplin di jalan raya.

Perlu dipahami, perilaku tak disiplin di jalan raya tak hanya berkontribusi terhadap kemacetan. Perilaku seperti itu juga membahayakan pengguna jalan raya lainnya yang berhak memperoleh kenyamanan dan keamanan di jalan raya.

Upaya mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Bandung tetap butuh andil masyarakat. Tanpa munculnya kesadaran berperilaku disiplin dan taat aturan berlalu lintas, upaya yang dilakukan Pemkot tidak berarti apa-apa. Kemacetan tetap mengakrabi kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Bandung.

Bilamana disiplin dan taat di jalan raya, maka perilaku masyarakat di Kota Bandung pun bisa dijadikan sebagai role model bagi masyarakat lainnya, baik di Indonesia bahkan di tingkat dunia. Tentu saja ini kian mengharumkan nama Kota Bandung.

Saat Kota Bandung tak lagi macet dengan pengguna jalan yang disiplin, taat aturan maka terciptalah kenyamanan di jalan raya. Kenyamanan kota sebagaimana salah satu misi yang diusung Mang Oded dan Kang Yana sebagai pemimpin Kota Bandung saat ini.

(Didit Budi Ernanto)*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun