Mohon tunggu...
Diding Ireng Chairudin
Diding Ireng Chairudin Mohon Tunggu... lainnya -

Pada tahun 2003, dengan nama Chairudin, pernah bertugas dalam Tim AD-HOC Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di bawah kendali KOMNAS HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Laboratorium Sosial-Politik Eyang Dubur

9 Mei 2013   03:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:52 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

2014 SEBAGAI TAHUN REPRODUKSI PEMBODOHAN POLITIK SECARA MASIF DAN MASSAL BAGI RAKYAT INDONESIA !

Sidang Pembaca Yang Budiman…

Anda tidak perlu terkejut kemudian memeriksa mata ke dokter spesialis mata, karena mata Anda memang tidak salah membaca “tema besar” yang terpampang nyeleneh di atas : LABORATORIUM SOSIAL-POLITIK EYANG DUBUR--ini adalah produk kebudayaan politik paling aktual dalam situasi terakhir ini meskipun isinya tidak benar-benar bisa dikatakan yang terbaru atau paling up to date : sebab semua peristiwa sosial-politik yang terjadi hingga saat ini hanya merupakan proses daur ulang (reproduksi) dari yang pernah ada sebelumnya kemudian diberi label (merk) baru. Tapi, kondisi aktual sosial-politik yang ada di tengah-tengah kehidupan kita saat ini adalah benar-benar made in Indonesia-- buah karya (pemikiran) para bajingan politik di negeri ini : sistem politik yang tidak bisa dikatakan lebih bagus dari (maaf…!) dubur Eyang, di mana si Eyang sudah terbukti subur dan makmur hingga mampu menghasilkan 7 orang istri dan sudah beranak-pinak seenak jidat di tengah jutaan perjaka ting-ting (jomblo) Indonesia, yang selalu minder dan takut punya pacar karena problem kemiskinan berkelanjutan (poverty sustainable) terus menerus menjerat kantongnya.

Sidang Pembaca Yang Budiman….

Cuma orang sinting yang kelewat licik saja yang mampu dan pantas mengatakan bahwa kondisi sosial-politik Indonesia saat ini masih jauh lebih bagus dari keadaan-keadaan sebelumnya. Mungkin ada benarnya (maksudnya benar-benar sinting dan sangat licik), jika menggunakan pendekatan fakta karena saat ini tidak seperti di tahun 1998 dan tidak ada lagi puluhan ribu mahasiswa yang menggeruduk Gedung DPR-RI, kemudian saking jengkelnya di antara mereka ada yang sempat (maaf…!) buang hajat (e’e) di atas kubahnya. Namun, sungguh pun demikian, Anda tidak perlu membangkitkan imajinasi politik yang aneh-aneh kemudian membandingkan para “wakil rakyat” dengan WC duduk atau WC jongkok.

Situasi makin carut-marut ketika ada yang berteriak-teriak lantang bahwa demokrasi hanya produk omong kosong politik yang tidak pernah terbukti menghasilkan kesejahteraan, bahkan semakin menambah jumlah penduduk miskin, juga bermacam ketidak-konsistenan dan ketidakteraturan. Di saat yang hampir bersamaan, orang lainnya membantah dengan gaya politikus militan-konservatif dan menuding bahwa ada kelompok anti demokrasi yang memanfaatkan kondisi psycho-politis rakyat, yang sudah semakin lelah dan marah dengan keadaan seperti saat ini, hanya untuk memperkokoh kuasa oligarkis-plutokratiknya dalam sistem (budaya) politik di Indonesia. Tudingan tidak berhenti sampai disitu, bahkan dinyatakan bahwa propaganda politik kaum oligarkis secara nyata terus dikumandangkan dengan menekankan pada pendekatan fakta sosial-politik aktual saat ini, di mana demokrasi cenderung tidak membuahkan kesejahteraan dan malah menimbulkan bermacam ketidakteraturan di dalam masyarakat.

Sidang Pembaca Yang Budiman….

Entah, Profesor Ahli Politik produk perguruan tinggi mana yang masih saja percaya dengan keyakinannya yang ngelantur, dan sanggup berkata bahwa “Partai Politik adalah perwujudan dari prinsip-prinsip demokrasi dan menjadi satu-satunya cara dalam praktik di dunia politik untuk mulai mengatasi bermacam masalah yang terus menerus membelit bangsa dan negara ini.”--jika benar ada Profesor Ilmu Politik atau para politikus bajingan yang ingin terus mempertahankan keyakinannya yang ngelantur seperti itu, maka otaknya perlu dijejalkan oleh banyak pertanyaan-pertanyaan kritis. Misalnya : Siapa sesungguhnya yang menjadi sumber masalah atas bermacam situasi dan kondisi yang serba amburadul di “Republik Centang Perenang” ini? Rakyatnya yang menjadi sumber masalah atau justru malah para aparatur penyelenggara negaranya yang tidak becus mengelola negara? Jika benar sumber masalah itu ada di kalangan aparatur penyelenggara negara, apa mungkin sumber maslah dapat mengatasi masalah? Orang tolol yang sedang kesurupan setan darimana yang masih saja percaya dengan kemungkinan-kemungkinan politis paling idiot seperti itu…? Kenapa gak sekalian saja itu Gedung DPR-RI dibungkus kain putih kemudian disediakan instrumen sesembahan berupa dupa-dupa besar dan ribuan kilo kemenyan, supaya jutaan rakyat Indonesia yang ketololannya sudah melampaui batas bisa menyampaikan rasa hormatnya serta sembah sujudnya kepada para politikus bajingan yang hidup bermewah-mewah dan nyaman bersembunyi di gedung itu?

Merangkak menuju tahun 2014 ditandai dengan gencarnya arus berita dan informasi tentang kalangan artis selebritis yang naik ke panggung politik lewat alat produk akal bulus manusia yang dinamakan “Partai Politik”, tujuannya ingin menjadi “wakil rakyat” (walaupun tidak pernah lulus jadi rakyat) agar bisa mendapat bermacam fasilitas serba mewah dan menggiurkan. “Lhoooo…. Kok tujuannya seperti itu siiiiiiih….?” teriak seseorang jengkel. “Orang-orang licik dan para bajingan politik mana yang mau mengabdi sebagai Wakil Rakyat jika fasilitasnya tidak serba mewah, serba menggiurkan, dan kekuasaan politiknya tidak bisa digunakan seenak jidat…? Ha…ha…ha…!” yang lain balas bertanya sambil tertawa terbahak-bahak--itulah percikan peristiwa dialog dalam episode perjalanan menuju tahun reproduksi pembodohan politik 2014.

Sidang Pembaca Yang Budiman….

Diakui atau tidak, tahun 2014 adalah sebuah siklus lima tahunan dimana ratusan juta rakyat Indonesia akan digiring (diarahkan) dalam sebuah proses REPRODUKSI SISTEM (CARA/BUDAYA) MERAMPAS HAK KEDAULATAN RAKYAT yang dilegalisasi atas nama undang-undang produk (bikinan) para bajingan politik. Siklus lima tahunan ini sekaligus menjadi babak berikutnya dari periode perjalanan sejarah dan kebudayaan tentang PEMBODOHAN POLITIK SECARA MASIF DAN MASSAL BAGI RATUSAN JUTA RAKYAT INDONESIA--hingga rakyat Indonesia terus menerus BABAK-BELUR secara politik. Siklus lima tahunan ini HANYA PENTING BAGI PARA BAJINGAN POLITIK sebagai momentum REPRODUKSI PEMBODOHAN POLITIK BAGI RAKYAT INDONESIA--AGAR RAKYAT INDONESIA TERUS MENJADI BODOH SECARA POLITIK UNTUK LIMA TAHUN KE DEPAN, dan begitu seterusnya....

Ibukota Negara Republik Indonesia

Edisi Revisi, Jakarta, 09 Mei 2013--01:17

Tertanda,

Diding Ireng Chairudin

Pendiri/Direktur Laboratorium Sosial-Politik Eyang Dubur

E-mail : didingireng@yahoo.co.id

Web: www.facebook.com/didingireng.chairudin

www.kompasiana.com/didingireng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun