Mohon tunggu...
Diding Ireng Chairudin
Diding Ireng Chairudin Mohon Tunggu... lainnya -

Pada tahun 2003, dengan nama Chairudin, pernah bertugas dalam Tim AD-HOC Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di bawah kendali KOMNAS HAM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Motivatorium Sosial-Politik (4) : Orang Muda, Manifesto Perindo, Kegagalan Parpol, Politikus Busuk, Keledai dan Babi

2 Maret 2013   11:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:27 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang ini memang bukan saatnya untuk menduga-duga apalagi untuk memberi penilaian tentang apa dan bagaimana kualitas PERINDO saat ini atau nanti? Terlalu dini! Tetapi apa sih sesungguhnya maksud sosok pengusaha besar macam Hary Tanoesoedibjo hingga mau bersungguh-sungguh merepotkan diri dan membikin pening kepalanya sendiri hanya untuk mengurus sebuah Ormas (Organisasi Kemasyarakatan)? Mengapa seorang Hary Tanoesoedibjo tidak berleha-leha saja sambil menenggelamkan dirinya ke dalam tumpukan uang, harta, serta kekayaannya--dan membiarkan saja Republik ini dihancurkan oleh para politikus tua busuk Indonesia (merangkap bajingan politik) yang kadar ketololannya sudah melebihi binatang keledai sedangkan kebrengsekan, kerakusan, dan ketamakannya sudah melampaui babi itu? Padahal, sungguh… sudah terlalu lama orang-orang muda Indonesia yang berfikir progresif, militan, dan revolusioner menunggu saat-saat penghancuran Indonesia oleh para politikus tua busuk Indonesia itu. Dan, sungguh… ini bukan sekedar sebuah penantian panjang romantisme sejarah revolusi di Indonesia! Saat-saat penghancuran oleh para politikus tua busuk Indonesia seperti itu adalah “sesuatu” yang sudah sangat diperhitungkan oleh kalangan orang-orang muda Indonesia yang progresif, militan, dan revolusioner itu--dan selama ini dianggap sebagai sebuah proses ketidakberdayaan (pelumpuhan) lewat cara-cara pembodohan politik dari para politikus tua busuk Indonesia itu kepada seluruh potensi kebangkitan gerakan politik rakyat Indonesia, agar tidak bisa melawan beragam pembodohan politik itu! Sehingga kelahiran puluhan ribu dan beragam organisasi yang menggerakkan eksistensi rakyat di Indonesia pun saat ini hanya seperti “tumpukan bangkai” yang larut dalam comberan yang kotor, bau, dan menjijikan!

24 Februari 2013 seperti hanya sehelaan nafas berlalu. Namun pada hari Minggu itu telah lahir sebuah Ormas (organisasi kemasyarakatan) bernama Persatuan Indonesia (baca : PERINDO). Di republik ini, bukan hal aneh apabila ada banyak kelahiran atau bahkan kematian ormas-ormas atau organisasi-organisasi dengan ragam jenis lainnya. Bisa terjadi dalam satu hari ada 10 atau 20 organisasi bertumbangan atau terperosok masuk kuburan secara bersamaan tetapi dalam tempo yang sama (bisa saat itu juga) justru bermunculan organisasi-organisasi baru lainnya dalam jumlah yang lebih banyak dari yang sempoyongan kemudian tumbang di tengah perjalanan saat menempuh visi-misinya itu. Jadi, dalam konteks yang satu itu, slogan “mati satu tumbuh seribu” itu memang benar terbukti dan bukan sekedar omong kosong atau sekedar isapan jempol belaka. Adapun perkara kualitas visi-misi, orientasi, dan program organisasinya itu bagaimana, itu jadi soal lain--dan dimana para pendiri dan para elit organisasi beserta seluruh jajaran anggotanya (biasanya atau pada umumnya) boleh melarikan diri atau minimal bersembunyi dari adanya kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap eksistensi serta kualitas organisasi yang selama ini menjadi tempat bernaungnya. Makanya tidak terlalu mengherankan apabila ada tercatat dan terdaftar 64.577 bermacam jenis organisasi di Kementrian Dalam Negeri (jumlah ini belum termasuk yang belum/tidak terdaftar) tetapi banyaknya jumlah organisasi ini tidak pernah mengurangi jumlah masalah di Indonesia, malah cenderung menambah jumlah masalah.

MANIFESTO POLITIK. Dalam sejarah tumbuhnya organisasi-organisasi di tengah pasang-surutnya gelegak dinamika sosial-politik di Indonesia, selama ini (bisa dibilang) hanya WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Indonesia saja yang secara terang-terangan dan terbuka mengibarkan gagasan-gagasan gerakan politiknya dalam kemasan “manifesto”--bahkan ketika itu di tengah-tengah suasana refresif dari gerakan politik penindasan made in pemerintahan rezim Orde Baru. Entah, apa yang melatarbelakangi sehingga pada saat ini, di tengah suasana yang tidak lagi refresif seperti dulu, PERINDO merasa perlu untuk mengibarkan gagasan-gagasan perlawanan politiknya dalam bentuk MANIFESTO? Entah… apa pun yang melatarbelakangi dikibarkannya manifesto PERINDO itu pastinya bukan tanpa maksud dan bukan sekedar menjadi dokumen naskah pidato politik yang hanya pantas disimpan dimuseum-museum perjuangan.

MANIFESTO POLITIK PERINDO : Hari ini kami nyatakan, kami kaum muda, menolak kembalinya logika oligarkis dalam era demokrasi dan reformasi. Kami sadar, bahwa perjuangan merawat demokrasi adalah jalan terjal yang harus kami ambil dan lewati. Kami belajar dari sejarah, bahwa kejayaan suatu bangsa tidaklah jatuh dari langit, kejayaan suatu bangsa harus direbut dengan keringat dan tangan kita sendiri. Mengutuk keadaan hanyalah pekerjaan kaum peragu. Meratapi liberalisme ekonomi, feodalisme politik, intoleransi dan kejahatan kemanusiaan hanyalah akan menghalangi tumbuh kembangnya paham nasionalisme kebangsaan dan patriotisme cinta tanah air. Berhenti mengutuk keadaan, bersatu untuk sesama.

Petikan manifesto politik PERINDO seperti sudah dikutip di atas ini pastilah bukan diproduksi oleh seorang anak muda Indonesia yang fikirannya sedang kusut dirundung cinta tak terbalas; pasti bukan dibuat oleh kalangan artis selebritis seperti Rafi Ahmad yang sedang kesandung kasus narkokbrut itu; dan pasti bukan juga dibuat oleh kalangan generasi muda Indonesia yang menganut aliran lebay mania. Itu adalah naskah manifesto politik yang memang sudah sepantasnya dibuat oleh kalangan orang-orang muda yang paham dengan tujuan awal pendirian bangsa dan negara ini; memiliki integritas serta pemahaman yang utuh tentang hal apa saja sesungguhnya yang sudah terjadi atas kondisi nasib bangsa dan negara ini sehingga manifesto politik seperti itu harus segera dikibarkan; serta sangat paham dan mengerti tentang resiko politik seperti apa yang akan dihadapi dengan mengibarkan bendera semangat nasionalisme kebangsaan (Indonesia) dalam manifesto politik seperti itu. Ormas PERINDO lahir pada moment (saat) yang tepat : dimana keberadaan bermacam ormas dan Parpol telah gagal menyelamatkan Indonesia dari pelbagai keterpurukan.

Seperti juga menjadi harapan pendiri dan sekaligus Ketua Umum PERINDO Hary Tanoesoedibjo yang sangat berharap agar PERINDO tetap memegang komitmen dalam menjaga visi dan misinya dan harus menjadi tulang punggung pondasi bangsa. "Karena banyak, ketika organisasi tumbuh, banyak yang berubah visi dan misinya saat sudah berkembang," ujar pengusaha besar Indonesia itu saat acara deklarasi Ormas Perindo di Istora Senayan, Jakarta, Mingguhttp://news.okezone.com/read/2013/02/24/339/766799/ini-harapan-hary-tanoe-pada-perindo

Ditambahkan pula bahwa Ormas Perindo sengaja dibentuk untuk mengembalikan perjuangan reformasi dan mewadahi kaum muda untuk melakukan tindakan nyata untuk memberikan perubahan terhadap bangsa ini, yaitu dengan (salah satu) cara memobilisasi seluruh elemen massa untuk memberikan perubahan terhadap bangsa Indonesia bukan dengan janji dan rencana saja melainkan dengan tindakan nyata. Berarti bakal ada agenda memobilisasi (mengerahkan) seluruh elemen massa sebagai sebuah tindakan politik?

Sedangkan deklarator Perindo Ahmad Rofiq pun menyatakan hal yang sama bahwa PERINDO memang didirikan untuk mengembalikan perjuangan reformasi yang setelah 14 tahun terbengkalai dan mengembalikan demokrasi seutuhnya, serta memberi kesempatan kaum muda untuk memberikan perubahan untuk bangsa. "Maka hari ini, kami mengambil jalan baru melalui jalan kemasyarakatan, bernama Persatuan Indonesia (Perindo), sebagai tempat mewadahi potensi kaum muda, melindungi hak-hak politik untuk membangun lagi jiwa gotong royong, dan mengembalikan etos, patos, dan logos dalam membangun politik bangsa," kata Rofiq. http://news.okezone.com/read/2013/02/24/339/766756/hary-tanoesoedibjo-perindo-terbuka-untuk-semua-elemen-masyarakat

Setidaknya itulah banyak hal yang melatarbelakangi lahirnya PERINDO dan tentu saja dengan manifesto politiknya. Sekarang ini memang bukan saatnya untuk menduga-duga apalagi untuk memberi penilaian tentang apa dan bagaimana kualitas PERINDO saat ini atau nanti. Terlalu dini! Sebaiknya… Berhenti mengutuk keadaan, bersatu untuk sesama! Dan.. singkirkan semua politikus tua busuk yang tolol seperti keledai dan rakus seperti babi! Sebelum Indonesia benar-benar hancur dan binasa secara mengerikan!

Catatan/Keterangan :

1.Penulis adalah Penanggung Jawab “Inisiatif Warga Negara Indonesia untuk Penanggulangan Bahaya Salah Urus Negara”--satu-satunya perhimpunan inisiatif bagi kalangan warga negara Indonesia yang ada di negeri ini, bahkan satu-satunya di dunia;

2.Penulis adalah pemerhati perilaku masyarakat, partai politik, pemerintah, wakil rakyat, aparatur penyelenggara negara, dan kalangan dunia usaha;

3.Penulis adalah Konsultan untuk Bidang Penguatan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Pemerintahan;

4.Penulis adalah mantan Staf Asistensi Tim AD-HOC Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Sub-Bidang Investigasi, Komnas HAM (Tahun 2003).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun