Mohon tunggu...
didik Pudjosentono
didik Pudjosentono Mohon Tunggu... Jurnalis - saya adalah sekian dari beberapa Penulis yang tercecer di gramatika media di negara ini , saya Lulusan Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta TH 1996 , dan menganggur , tidak dapat pekerjaan sejak lulus Kuliah hingga sekarang, karena buruknya birokrasi dan banyaknya persaingan tidak sehat untuk bekerja apapun di Negeri beganjing ini
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Capricornus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sari (1)

23 Februari 2020   15:29 Diperbarui: 23 Februari 2020   15:32 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balada kepala Kucing ( dokpri)

Waktu dentang  telah melewati jam 10 malam, ketika kulihat ada notifikasi di IG, ada pesan masuk. Ternyata dari Sari, seorang teman, yang telah kuanggap adik sendiri, kukenal empat tahun silam di Kalimantan. " Bang, tolong kirim nomer kontakmu, nomerku yang lama sudah kubuang ", begitu terbaca pada pesan itu. Tak lama kulihat telepon berdering, kuangkat. Ternyata Sari ingin bertemu, kujanjikan besok sepulang kantor, di caf tidak jauh dari kantorku.

Sore itu, aku bergegas menyelesaikan pekerjaanku. Hanya beberapa laporan mingguan rutin. Setelah selesai, segera aku menuju Caf itu. Caf sudah mulai ramai, kupesan tempat agak di sudut, sembari memesan kopi kesukaanku. Sewaktu aku sedang memainkan ponselku, melihat pesan pesan yang masuk, kulihat Sari datang. Ia tersenyum, menjabat tanganku, lama. "Apa khabar Abang ? 

Agak gemukan sekarang " ucapnya membuka percakapan. " Ah Nggak kok, Cuma naik sekilo saja " balasku sambil tersenyum. Setelah bercerita panjang , tentang kehilangan kontak kami selama 3 tahun lebih, kulihat ia menunduk. Wajahnya tertekuk. Kulihat bulir bulir air mata, jatuh di pipinya yang putih.

Ingatanku kembali ke masa empat tahun silam. Waktu itu Sari minta dikenalkan pada seorang teman sekantorku , Ryan, pemuda asli Banjar . Kami dan Sari tidak satu kantor, kenal karena kantor kami sama sama mengerjakan proyek yang sama. Kantornya adalah Konsultan dari proyek yang kami kerjakan, sehingga sering bertemu. Aku dan Sari cukup dekat, karena sama sama berasal dari Palembang, menemukan orang sekampung di rantau yang jauh. Dan Ia sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, Sari pun demikian.

Setelah beberapa bulan mereka jalan bersama, mereka menemukan banyak kesamaan, dan mereka sepakat untuk meneruskan ke jenjang pernikahan. Namun diluar dugaan, ternyata orang tua Sari tidak setuju. Keluarga Sari adalah keluarga Bangsawan yang ternama di Palembang sana, dimana nama depannya ada Nyimas, sebutan untuk perempuan keturunan bangsawan di Sumatera Selatan. Sari juga Sarjana Teknik lulusan ITB Bandung. Ryan, adalah pemuda asli Banjar, yatim yang menghidupi Ibu dan seorang adiknya. Sambil bekerja , ia kuliah Teknik di Universitas setempat dan selesai.

Ryan pemuda yang ulet, bekerja tidak hitung hitungan waktu, sehingga ia dipromosikan sebagai Asisten Manajer lapangan. Setahun setelah putus dengan Sari, Ryan menikah , dan sekarang sudah dikarunia seorang putri yang cantik.

Tak lama setelah putus dengan Ryan, Sari menikah dengan jodoh pilihan orang tuanya. Seorang pemuda dari keturunan bangsawan juga, anak seorang pengusaha kapal di Palembang. Setelah Ia menikah, kami kehilangan kontak satu sama lain, sampai Ia mengirim pesan malam itu.

Kulihat Sari yang duduk di hadapanku. " Aku telah bercerai Bang, empat bulan setelah pernikahan kami " ucapnya lirih. " Ternyata suamiku berselingkuh dengan pacar lamanya, ia masih berhubungan pada saat kami menikah. Mereka juga sudah menikah, tanpa sepengetahuan orang tua suamiku " . 

Tiba tiba tangisnya pecah, orang orang melihat kami berdua. " Sudahlah Sari, sudah Dik. Malu, orang orang melihat kita " ucapku sembari menyerahkan tisu untuk menghapus air matanya. " Aku sekarang bekerja di sini Bang, di Jakarta . Semenjak perceraian itu aku tidak pernah pulang ke kampung kita. Emak sudah berpulang, Ayah sama adik adik saja di kampung. Mereka tidak tahu aku bekerja di sini, karena memang tidak pernah lagi kuhubungi. Aku hanya bilang sama Paman Rustam, agar menyampaikan bahwa aku baik baik saja. Dan berpesan , agar paman Rustam tidak memberitahu keberadaan ku saat ini " ucapnya pelan .

"Tak baik menyimpan dendam dik, apalagi pada orangtua yang melahirkanmu . Pada adik adik yang menyayangimu. Berilah pintu maaf pada mereka, pintalah restu. Insyaallah, engkau akan diberi jodoh yang lebih baik lagi " bujukku, mencoba melunakkan hatinya. Menjelang maghrib, Sari pamit. Kulihat kerudungnya basah. Ah, aku hanya bisa berdoa, semoga Sari bisa dipertemukan jodoh yang baik untuknya dan keluarganya ( dokpen)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun