Bayangkan sejenak Anda sedang duduk di tepi sungai. Di depan Anda mengalir air jernih yang terus bergerak, tak pernah berhenti. Ada batu-batu besar di dasarnya, ada juga ranting-ranting kecil yang hanyut mengikuti arus. Sungai itu adalah metafora kehidupan kita. Kita tidak bisa mengendalikan semua hal yang terjadi dalam hidup ini, ada yang bisa kita pegang kendali sepenuhnya, ada yang hanya bisa kita pengaruhi, dan ada pula yang harus kita terima apa adanya.
Mari kita ceritakan kisah tentang tiga pilihan ini. Sebuah perjalanan sederhana yang akan membantu kita memahami cara berdamai dengan segala kondisi dalam hidup.
Pilihan Pertama
Ada banyak hal dalam hidup yang benar-benar kita kuasai. Misalnya, bagaimana Anda bangun pagi hari. Apakah Anda memilih untuk langsung bangun dari tempat tidur dengan semangat atau malah menarik selimut kembali? Itu adalah pilihan yang sepenuhnya Anda kontrol.
Tapi tahukah Anda? Tidak semua orang sadar bahwa mereka punya kendali atas beberapa aspek penting dalam hidup. Contohnya, sikap kita terhadap masalah. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, kita bisa memilih untuk marah, frustrasi, atau mungkin tetap tenang dan mencari solusi. Semua itu adalah hal yang sepenuhnya kita kontrol. Kita memegang tanggung jawab penuh atas pilihan-pilihan tersebut.
Namun, sering kali kita lupa bahwa kekuatan terbesar kita justru ada di sini: pada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Jadi, mari luangkan waktu sejenak untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah saya sudah menggunakan kekuatan ini dengan bijak?
Pilihan Kedua
Sekarang bayangkan Anda sedang berada di sebuah pertemuan keluarga besar. Anda ingin mengajak semua orang untuk makan malam bersama di restoran favorit Anda. Namun, ternyata tidak semua anggota keluarga setuju. Ada yang lebih suka makan di rumah, ada yang mengusulkan tempat lain, bahkan ada yang enggan ikut sama sekali.
Dalam situasi seperti ini, Anda tidak bisa memaksa semua orang untuk mengikuti keinginan Anda. Tapi bukan berarti Anda tidak bisa melakukan apa-apa. Anda bisa mencoba meyakinkan mereka dengan alasan-alasan logis atau mungkin bisa untuk kompromi. Dengan kata lain, meskipun Anda tidak bisa sepenuhnya mengendalikan keputusan akhir, Anda masih punya peluang untuk mempengaruhi hasilnya.
Banyak hal dalam hidup bekerja dengan cara seperti ini. Misalnya, karier kita. Kita tidak bisa menjamin bahwa promosi jabatan akan datang tepat waktu sesuai harapan, tapi kita bisa bekerja keras, meningkatkan keterampilan, dan membangun hubungan baik dengan kolega. Kita tidak bisa memastikan cuaca besok akan cerah, tapi kita bisa membawa payung jika prakiraan cuaca mengatakan hujan.
Ketika kita berusaha mempengaruhi sesuatu, kita belajar untuk menjadi fleksibel. Kita belajar bahwa kadang-kadang hasil akhir tidak selalu sesuai ekspektasi, tapi upaya yang kita lakukan tetap berharga. Ini adalah seni menemukan keseimbangan antara usaha dan penerimaan.
Pilihan Ketiga
Lalu, bagaimana dengan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan maupun pengaruhi? Inilah bagian tersulit dari ketiga pilihan ini. Karena di sini, kita hanya bisa pasrah dan menerima.
Beberapa tahun lalu, saya mengenal seorang ibu bernama Ibu Santi. Anaknya, Raka, lahir dengan kondisi fisik yang lemah. Dokter berkata bahwa Raka tidak akan bisa berjalan normal seperti anak-anak lainnya. Mendengar kabar itu tentu sangat mengecewakan bagi Ibu Santi. Dia sempat merasa marah, sedih, dan bahkan menyalahkan Tuhan. Namun, setelah melalui proses panjang, dia akhirnya menyadari satu hal: dia tidak bisa mengubah kondisi fisik Raka. Dia tidak bisa mengendalikan atau mempengaruhi tubuh anaknya agar menjadi "normal". Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah menerimanya.
Namun, menerima bukan berarti menyerah. Ibu Santi mulai fokus pada hal-hal yang bisa dia lakukan untuk mendukung Raka. Dia mencari terapi fisik terbaik, memberikan kasih sayang tanpa syarat, dan memastikan anaknya tumbuh dengan rasa percaya diri. Meski tantangan besar tetap ada, dia berhasil menjalani hidup dengan damai karena dia belajar untuk menerima apa yang tidak bisa dia ubah.