Mohon tunggu...
Diana Afifah
Diana Afifah Mohon Tunggu... Suka-suka kalo nulis

Hai kompasiner.. selamat datang di platform orang yang kadang suka nulis. Senang bisa sharing hal-hal random, renyah sampai berat, kalau lagi mikir aja, sisanya lupa ditulis. Dari background psikologi, nulis hanya biar ngga stress aja, tetap terbuka untuk belajar ilmu baru. Selalu ada hal-hal yang seru diluar diri kita, teruslah belajar dan mencari sesuatu yang menakjubkan dihidupmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan dan Pilihan : Menyelami Esensi Kartini Masa Kini

25 April 2025   15:02 Diperbarui: 25 April 2025   15:02 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

  Beberapa hari yang lalu, kita baru saja memperingati hari Kartini. Upaya peringatan untuk mengenang dan menceritakan lagi segala perjuangan Kartini untuk kaum hawa di masa itu. Perjuangan menyambut sebuah emansipasi, apa itu emanasipasi ? 

Emansipasi merupakan pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Semakin kesini, istilah tersebut kian dikaitkan dengan emansipasi wanita. Yakni gerakan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada wanita dalam berbagai bidang kehidupan, meliputi pendidikan, pekerjaan, politik, dll. Hingga detik ini esensi emansipasi mungkin sedikit bergeser, ketika para kaum hawa "berlomba-lomba" untuk terlihat digdaya. 

Istilah ini mungkin sedikit mengusik sisi kemandirian para kaum hawa, namun kali ini mari kita menyelami esensi Kartini yang patut kita renungkan di peringatan Hari Kartini ini.  

  Perempuan selalu akrab dengan pilihan. Pilihan yang diambil untuk dirinya sendiri maupun orang lain, menjadi perempuan berdikari di masa kinipun terdengar lebih mudah. Perempuan diberi akses guna membentuk eksistensi dirinya dikancah publik, misal pilihan untuk melanjutkan kuliah S2, berkarier atau menjadi ibu rumah tangga, menikah atau tidak, bahkan ingin memiliki keturunan atau tidak, semua menjadi opsi perempuan masa kini. Segala keputusan dapat diatur dan dibicarakan di jaman moderat ini. Mungkin bagi sebagian orang yang tidak melek dengan kebebasan berpendapat dianggap kuno. 

Mungkin banyak yang belum tahu, satu fakta mengejutkan tentang Kartini (dalam buku Mengupas Tuntas Biografi Kartini), ketika Kartini membuat suatu pilihan yang mana bagi perempuan masa kini keputusan tersebut memicu polemik tersendiri. Bahkan bagi teman seperjuangan Kartini pada masa itu menganggap bahwa Kartini telah mengkhianati perjuangannya sendiri. 

Keputusan untuk menikah dengan Bupati Rembang yakni Raden Adipati Djojoadiningrat, bukan untuk menjadi istri pertama. Keputusan ini diambil karena rasa cinta Kartini kepada ayahnya, ia kembali mendobrak kebebasan memilih pada masa itu. 

Kartini mengatakan bahwa "Saya sudah cukup membuat ayah saya prihatin, maka sekarang waktunya saya untuk membahagiakannya untuk yang terakhir kali". Pilihan Kartini tersebut bagi sebagian perempuan masa kini mungkin menganggap ini mencederai emansipasi wanita masa kini, namun apakah setelah itu Kartini menyerah, apakah ia melucuti dan perjuangannya selama ini ? Tidak. Kartini bukan anak kemarin sore yang menyerah karena keadaan, ia tetap melanjutkan perjuangan serta menjadi dirinya sendiri. 

   Makna inilah yang patut kita jadikan renungan dan motivasi. Bagaimana perjuangan perempuan masa kini ? apakah pilihan menjadi ibu rumah tangga melunturkan emansipasi ?  apakah pilihan untuk tidak berkarier menjadi hal yang tabu di era feminisme dan independent women ? itulah pilihan. Semua akan menuju kesuksesan masing-masing meski dengan jalan berbeda. Terkadang ambisi perempuan untuk terlihat eksis, mengalahkan keputusan yang mungkin juga terlihat baik dikemudian hari. Perempuan memiliki pilihan, namun hasil akhir tetap ditangan Tuhan. 

Apakah memadamkan ambisi pribadi dan memilih membahagiakan orang tua seperti Kartini, lantas tidak berhak untuk bersinar ?, lantas memilih untuk mendidik anak di rumah tidak berhak mendapat kesuksesan ? lantas apakah kita tidak boleh memenuhi ambisis pribadi seperti bersekolah setinggi mungkin ? boleh. 

Semua itu pilihan, sesuatu yang sudah dipikir matang untuk kita jalani. Tak ada pilihan yang salah dan benar, semua tergantung kesiapan diri sendiri. Semua berhak bersinar dengan jalannya masing-masing.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun