Mohon tunggu...
Dicky Wibowo
Dicky Wibowo Mohon Tunggu... dokter hewan -

Instagram: Mlaku Wae Project / Menulis di www.mlakuwae.blogspot.co.id serta menulis fiksi di www.pawonfiksi.blogspot.co.id / dokter hewan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mari Kita Menolak Penambangan Karst Rembang

30 Juli 2014   23:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14067117871208578600

[caption id="attachment_335687" align="aligncenter" width="300" caption="Sebuah poster mengenai dampak industri terhadap kelestarian lingkungan hidup yang ditempel di salah satu tembok bangunan di kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Rabu (30/7/2014)."][/caption]

Pro dan kontra masih mewarnai pemanfaatan karst Kabupaten Rembang oleh PT. Semen Indonesia. Berbagai aksi penolakan pun diperlihatkan oleh warga Rembang, demonstrasi dan pemasangan poster-poster terkait penolakan adalah salah satu aksi yang sering dilakukan oleh warga yang kontra pembangunan pabrik semen. Tidak bisa dipungkiri bahwa kawasan karst merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi industri semen. Batu gamping yang merupakan penyusun bentang alam karst merupakan penghasil kalsium karbonat, dimana hampir 70 – 80 persen bahan baku semen merupakan batu gamping.  Namun, kawasan karst juga mempunyai nilai lingkungan yang tinggi, yakni sebagai kawasan penyimpan air tanah dan perlindungan biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang tinggi. Nilai lingkungan tersebut sangatlah penting bagi keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan ekosistem sekitar kawasan karst.

Memang menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah daerah kabupaten Rembang dan propinsi Jawa Tengah, mengingat kedua wilayah ini sangat membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah. Namun, jika ditilik lebih lanjut di masa sekarang dimana pengalaman-pengalaman sebelumnya bahwa pemanfaatan kawasan lindung untuk industri selalu menyisakan kerusakan lingkungan yang masif, maka menurut hemat penulis, pemanfaatan kawasan karst Rembang dan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia sudah sepatutnya harus dihentikan. Meskipun PT. Semen Indonesia mengatakan bahwa pembangunan usahanya sudah mengantongi dukungan dari pejabat-pejabat di lingkup pemerintah kabupaten dan propinsi.

Investasi industri semen memang sangat besar nilai ekonominya, tetapi investasi kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati justru sangat besar nilainya, baik itu nilai ekonomi maupun non-ekonomi. Pemanfaatan kawasan lindung oleh industri tambang selalu menyisakan efek samping yang tidak begitu kecil, misalnya saja polusi, hilangnya sumber air, kekeringan, serta rusaknya lahan-lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Efek samping tersebut sangatlah tidak berimbang dengan keuntungan ekonomi yang dihasilkan industri tersebut. Memang, secara hukum, pihak industri dan pihak pemerintah (propinsi dan kabupaten) memegang kunci utama bagi keberlanjutan usaha ini. Namun, mereka seharusnya bisa mengerti dan paham mengenai kearifan lokal masyarakat sekitar dan masalah kelestarian lingkungan. Mereka sudah seharusnya menjadi kawan bagi masyarakat awam dalam membangun wilayah yang selaras dengan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Mereka dengan kebijakannya bisa mengubah itu semua.

Namun, apa yang diperbuat pemerintah (propinsi dan kabupaten) selalu bertentangan dengan aspirasi masyarakat yang dipimpinnya. Menurut hemat penulis, pemerintah harus memperhatikan UUNo.  32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan menyampaikan informasi dan atau laporan.

Menurut pendataan Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK), telah ditemukan bukti-bukti lapangan di kawasan cekungan air tanah Watuputih Rembanng, yakni 109 mata air, 49 goa, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding goa. Dari data ini sudah sepantasnya pemerintah propinsi Jawa Tengah dan kabupaten Rembang berpikir ratusan bahkan ribuan kali untuk menerbitkan ijin pemanfaatn karst kepada industri semen.

Ini adalah lebih kepada persoalan kelestarian lingkungan hidup, sudah sepantasnya kita semua berpikir ulang bagaimana kita memperlambat laju kerusakan lingkungan hidup, karena sejatinya kelestarian lingkungan hidup lambat laun akan menurun juga. Di tangan manusia lah kunci kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Jika penambangan akan menghasilkan untung besar dalam jangka pendek, maka melestarikan lingkungan hidup akan menghasilkan untung besar dalam jangka panjang, dan semua lini kehidupan akan berjalan baik. Dan satu lagi, negeri kita berdiri karena kekayaan alamnya, kekayaan keanekaragaman hayatinya, kearifan lokal masyarakatnya, serta pertaniannya (dalam arti luas), negeri kita bukan berdiri dari industri perusak alam dan masyarakat bermental buruh.

Kalau penulis tidak salah ingat, pemerintah pusat pernah berujar mengenai swasembada di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan yang harus diraih oleh bangsa ini. Lalu, mengapa tidak kita manfaatkan kawasan sekitar lindung karst untuk mendukung “swasembada” di bidang tersebut. dengan teknologi yang dipunyai oleh anak-anak bangsa sudah seharusnya kita mampu, mengingat ribuan sarjana dari bidang tersebut tersebar di negeri ini. Jika tidak keberatan, penulis sampaikan, marilah kita hentikan penambangan karst yang dilindungi atau karst yang memang nyata-nayata mempunyai nilai-nilai keanekaragaman hayati. Mari kita beralih kepada pembangunan wilayah yang berorientasi kepada kelestarian lingkungan hidup.

Salam Lestari !!!

Ditulis juga di www.peduli-biodiversitas.com

dan www.wirakid.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun