Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rantai di Garasi, Rantai di Hati, Kisah Sederhana yang Mengungkap Banyak Hal

15 Juli 2025   08:05 Diperbarui: 14 Juli 2025   19:14 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garasi kosong tapi parkir mobil di luar, menyusahkan orang (AI-generated/Gemini) 

Mungkin kamu heran, bagaimana seseorang dengan dua rumah dan dua garasi kosong masih memilih parkir di jalan? Tapi ketakutan jarang bersifat logis. Garasi itu mungkin dikunci bukan karena kebutuhan praktis, tapi karena simbol emosional --- lambang kalau orang lain tak boleh memanfaatkan apa yang ia punya tanpa izin. Ada semacam rasa kekurangan yang tersembunyi di sana, penolakan terhadap gagasan kalau kebaikan yang dibagi tidak mengurangi berkah, justru melipatgandakannya.

Nabi Muhammad bersabda: "Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tapi kekayaan sejati adalah kaya jiwa." (HR. Bukhari dan Muslim)

Apa yang kamu pegang, apa yang kamu jaga, apa yang kamu tutup --- semua itu bukan tanda kekayaan kalau jiwamu tidak merasa cukup. Kekayaan sejati adalah jiwa yang merasa aman dan tenang dalam memberi. Hati yang tidak terkekang oleh rasa takut, kecurigaan, atau gengsi.

Tirani Halus dari Ego

Setiap manusia, dalam perjalanannya, akan berhadapan dengan ego --- suara dalam diri yang mendambakan pengakuan, kuasa, dan kendali. Ego tidak selalu berteriak. Kadang ia sangat halus, bahkan tampak bijak di permukaan. Tapi kehadirannya bisa dirasakan dalam keputusan-keputusan kecil: enggan berbagi, ingin menunjukkan kuasa, keinginan untuk berkata, "Ini milikku, dan kamu tak boleh menyentuhnya."

Garasi yang dirantai itu? Itu bukan sekadar tempat parkir. Ia berubah menjadi simbol --- pernyataan sunyi tentang kuasa. Sebuah cara berkata, "Ini punyaku, meski aku tak memakainya. Dan kamu, tak peduli seberapa butuhnya, tetap tak bisa memakainya."

Dalam spiritualitas Islam, dikenal konsep tazkiyah --- penyucian jiwa. Ia mengajakmu untuk mengenali dan menjinakkan ego sebelum ia membutakanmu. Al-Qur'an memperingatkan:

"Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?" (QS. Al-Furqan 25:43)

Saat ego menjadi pemandumu, bahkan kebaikan bisa terasa seperti ancaman. Bahkan kemurahan hati terasa seperti kelemahan. Kamu mulai takut kalau dengan membiarkan orang lain memanfaatkan apa yang kamu punya, kamu kehilangan kuasa. Maka kamu jaga terus "garasi" itu. Bukan karena kamu membutuhkannya --- tapi karena kamu tidak ingin orang lain memakainya.

Tapi tanyakan pada dirimu sendiri: apa yang terjadi pada jiwamu ketika hidup dengan cara seperti itu?

Saat Kenyamananmu Jadi Kesulitan Bagi Orang Lain

Memilih parkir di pinggir jalan padahal garasi kosong mungkin terlihat sepele. Tapi pilihan itu punya dampak. Bagi tetangga yang kesulitan mencari tempat parkir. Bagi orang yang lewat dan harus berhimpitan. Bagi ketidaknyamanan kecil yang bisa dihindari --- tapi dibiarkan terjadi.

Setiap tindakanmu --- bahkan yang paling biasa --- menciptakan riak. Dan dalam jalinan sosial lingkungan dan masyarakat, riak itu punya makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun