Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

-

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Kenapa Kekalahan Itu, Apalagi Menjadi Juara Kedua, Begitu Menyakitkan?

4 Juni 2021   10:00 Diperbarui: 5 Juni 2021   04:35 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menang itu rasanya menyenangkan. (sumber foto: eurosport.com)

Namanya kalah itu ngga enak. Bahkan bisa dibilang menyakitkan. Apalagi jadi juara kedua. Ya kan?

Sebuah perlombaan atau kompetisi, biar bagaimana pun akan cuma punya satu pemenang. Dan seringkali hidup adalah tentang perlombaan dan kompetisi kan?

Anda tentu tahu, dalam setiap perlombaan, selain sang pemenang, semua peserta lainnya akan kalah. Dan tergantung pada harapan mereka ketika mengikuti perlombaan tersebut, mereka harus merasakan tingkat emosi yang berbeda-beda seiring dengan kekalahan itu.

Satu kekalahan saja bisa jadi sudah cukup sulit untuk dihadapi. Apalagi kalau kalah terus menerus. Itu bisa mengguncang kepercayaan diri dan mempengaruhi kemampuan anda untuk tampil di kesempatan berikutnya.

Ngga peduli apa pun perlombaannya, siapa pun benci kalah. Dan setiap orang punya alasan kenapa mereka benci kalah.

Selain pukulan bagi ego anda, namanya kekalahan itu memang benar-benar menyakitkan. Dan rasanya sangat nyata. Anda tahu rasanya kan?

Rasanya perut anda bergejolak, tekanan darah berubah, meningkatkan stres, dan banyak lagi.

Itu nyata. Anda semua pasti pernah merasakannya. Dan itu sangat ngga menyenangkan.

Tubuh anda ingin merasa lebih baik. Pikiran anda ingin membuktikan kemampuannya. Ego anda ingin mendapatkan lagi citra dirinya. Itu adalah efek fisiologis dan psikologis yang nyata anda rasakan. Kekalahan memang benar-benar bisa terasa sangat buruk.

Fakta unik: Menang ngga cuma terasa lebih baik, kelihatannya pemenang juga hidup lebih lama! Pemenang Academy Award hidup, rata-rata empat tahun lebih lama dari aktor lain.

Iya sih, membicarakan kekalahan itu memang ngga menarik.

Tapi, fakta kalau cuma ada satu pemenang dan yang lainnya kalah, membicarakan kekalahan menjadi penting.

Penting untuk ngga cuma memahami apa yang terjadi dengan psikologi anda saat menderita kekalahan, tapi juga mengeksplorasi bagaimana anda bisa punya pendekatan dan cara berpikir yang lebih baik. dari situ, anda bisa menciptakan keadaan yang lebih baik ketika anda gagal menang.

Tentang juara kedua

Ini yang menarik. Sering kali hanya ada garis tipis antara menang dan kalah. Dan itu punya efek menarik tentang apa yang anda rasakan ketika menjadi juara kedua.

Ada sebuah penelitian klasik yang mengamati para atlet di Olimpiade di mana mereka melihat betapa bahagianya para atlet ketika mereka menang.

Mereka menampilkan foto-foto kemenangan dan meminta orang-orang melihat ekspresi wajah para pemenang itu.

Apa yang terlihat ternyata mengejutkan!

Anda akan melihat sebuah pola umum. Peraih medali emas terlihat sangat senang. Peraih medali perunggu terlihat sangat senang. Dan ini yang menarik. Peraih medali perak sering kali punya ekspresi kosong di wajahnya! Mereka seperti menatap ke kejauhan sana dengan ekspresi kosong.

Anda yang pernah jadi juara kedua pasti tahu betul rasanya. Semakin dekat diri anda untuk menang, tapi ngga pernah benar-benar menjadi pemenang, semakin buruk yang anda rasakan.

Apa yang terjadi ketika anda kalah

Apa yang anda lakukan ketika anda kalah?

Umumnya, respons alami anda adalah merasionalisasi kekalahan itu.

Anda akan membuat alasan yang terdengar benar. Paling sering adalah menyalahkan keadaan atau mungkin orang di sekitar anda.

Ketika anda berulang kali gagal menang, anda kehilangan kepercayaan diri. Dan anda mulai berpikir kalau anda ngga bisa jadi pemenang. Karena untuk menang, anda berpikir kalau anda harus punya bakat lebih dari yang sudah anda punya sekarang ini.

Dengan menyalahkan keadaan atau kurangnya bakat anda, anda berhasil meredam pukulan ego anda dengan membuat diri anda percaya kalau anda sudah melakukan yang terbaik yang anda bisa dengan apa yang anda miliki.

Sayangnya, dengan melakukan itu, anda sedang membuang kesempatan belajar yang diberikan kepada anda.

Apapun yang sedang anda lakukan, misalnya berdagang atau mengikuti lomba, respons langsung yang anda lakukan, didorong oleh emosi akibat kekalahan, biasanya malah melibatkan perilaku berisiko (berdagang berlebihan tanpa kenal waktu, misalnya). Anda mencoba "mengganti" kesalahan yang membuat anda kalah. Atau malah sebaliknya, anda jadi terlalu berhati-hati dan takut membuat kesalahan.

Yang paling ekstrim, kekalahan membuat beberapa orang berhenti mencoba sama sekali.

Anda perlu belajar menggunakan kekalahan sebagai kesempatan belajar terus menerus. Anda harus menggunakan kesempatan itu untuk mencari tahu apa yang anda lakukan dengan buruk dan memperbaikinya.

"Efek Pemenang"

Dalam buku "The Winner Effect," Ian Robertson berpendapat kalau alasan kenapa menang itu sangat menyenangkan, sebagian besar adalah karena faktor kimia.

"Kemenangan meningkatkan testosteron, yang pada gilirannya meningkatkan dopamin pembawa pesan kimiawi, dan dopamin itu mencapai jaringan penghargaan di otak, yang membuat anda merasa lebih baik."

Menang itu rasanya menyenangkan. (sumber foto: eurosport.com)
Menang itu rasanya menyenangkan. (sumber foto: eurosport.com)

"Efek pemenang" adalah istilah yang digunakan dalam biologi untuk menggambarkan bagaimana seekor hewan yang sudah memenangkan beberapa pertarungan melawan lawan yang lemah, jauh lebih mungkin untuk memenangkan pertarungan selanjutnya melawan pesaing yang lebih kuat.

Ian Robertson mengungkapkan kalau hal tersebut juga berlaku untuk manusia.

Apa artinya?

Betul, memang hanya akan ada satu pemenang sejati dari sudut pandang hasil akhir perlombaan. Tapi, anda bisa menggunakan definisi anda sendiri tentang apa itu menang dan kalah. Definisi tersebut bisa anda gunakan sebagai sarana untuk mengelola psikologi, pola pikir, dan harapan anda.

Penting bagi anda untuk mendefinisikan apa itu "kemenangan" sebelum perlombaan dan mengukur kinerja anda terhadap target itu. Bukan menciptakan definisi tersebut sesudah hasil lomba sebagai cara untuk memanjakan diri anda sendiri.

Dengan kata lain, definisi tersebut harus menjadi tujuan yang anda perjuangkan, bukan rasionalisasi yang digunakan untuk membuat diri anda merasa lebih baik setelah kalah.

Kita ambil contoh. Misalnya, akan sangat ngga masuk akal untuk seorang pemula berharap memenangkan perlombaan pada kesempatan pertamanya. Ya kan?

Akan lebih masuk akal kalau seorang pemula menetapkan target seperti menjadi "pemula terbaik", atau "selisih sekian poin dari pemenang", misalnya.

Itu bisa jadi pendekatan mental yang sangat kuat. Karena seperti yang ditegaskan Robertson, ketika anda memenangkan pertarungan melawan lawan yang lebih rendah, anda lebih mungkin untuk memenangkan pertarungan di masa depan melawan penantang yang lebih besar.

Tentu saja, dengan setiap kemenangan, kuncinya adalah untuk terus memajukan definisi anda tentang kemenangan lebih jauh lagi menuju kemenangan yang sesungguhnya, bukan terus merasa nyaman dengan "kemenangan" yang gampang.

Pendekatan mental seperti itu bisa sangat berguna. Apalagi kalau anda menggunakan itu untuk membuat rencana peningkatan kinerja secara nyata di mana anda menetapkan target yang cukup tinggi dan menantang, tapi cukup rendah untuk bisa dicapai melalui upaya anda.

Mengelola harapan

Anda boleh saja punya harapan yang tinggi. Tapi, ada baiknya anda juga meluangkan waktu sejenak untuk melakukan introspeksi terkait hal itu.

Penting untuk anda tahu apa harapan anda lebih dekat.

Kelola harapan anda. (sumber foto: Diego PH on Unsplash)
Kelola harapan anda. (sumber foto: Diego PH on Unsplash)

Mungkin anda ngga tahu apa rahasia kebahagiaan itu. Tapi, anda tahu pasti apa rahasia ketidakbahagiaan. Itu adalah ketika harapan anda ngga terpenuhi.

Coba ingat-ingat, saat anda lulus sekolah atau kuliah dulu. Apakah anda berharap hidup anda berubah dan menjadi hebat ketika anda lulus dari perguruan tinggi? Dan ternyata kenyataannya ngga seperti itu.

Anda dibiarkan ngga bahagia.

Mengapa? Ngga ada alasannya. Memang seperti itu. Dan semuanya baik-baik saja.

Anda ngga dimasukkan ke penjara, tetap bisa makan, punya teman, dan kegiatan untuk dilakukan.

Satu-satunya masalah adalah kenyataan yang ngga sesuai dengan harapan anda. Betul kan?

Hal yang sama juga terjadi pada banyak orang sesudah mereka menikah.

Mereka mengharapkan kebahagiaan dengan berbagai fantasinya tentang sebuah pernikahan. Dan ketika itu ngga terjadi sesudah sekitar bulan pertama, mereka jadi ngga bahagia.

Mengapa? Faktanya, mereka sudah menikah. Mereka punya pasangan yang luar biasa, mungkin rumah baru, dan lain-lain.

Ngga ada yang benar-benar salah. Tapi, mereka punya harapan yang ngga terpenuhi (atau mungkin ngga terucapkan). Dan itu yang membuat mereka ngga bahagia.

Harapan dan usaha harus seimbang

Apa harapan anda terkait sebuah perlombaan dan kompetisi?

Apakah harapan anda realistis?

Apakah anda berharap untuk selalu menang?

Atau mungkin selalu kalah?

Kalau harapan anda melebihi apa yang bisa anda capai saat ini, anda hanya akan merasa sakit dan sengsara. Kecuali kalau anda punya rencana peningkatan yang jelas seperti yang sudah saya sampaikan di atas.

Di sisi lain, ngga semua orang bermain untuk menang.

Ada banyak orang yang menetapkan target lebih rendah, yang bisa mereka capai secara konsisten, dan mereka senang bertahan di level itu.

Pertanyaannya, apakah anda mencoba untuk menjadi seorang juara, atau cuma bersenang-senang bermain-main di kolam yang lebih kecil? Anda harus tahu itu dan mengelola harapan anda.

Menang itu ngga berada dalam kendali anda

Satu hal yang harus anda ingat, bahkan orang yang paling hebat di dunia pun ngga bisa mengontrol apakah dia akan menang atau kalah.

Satu-satunya yang ada dalam kendali anda adalah melakukan yang terbaik.

Menang atau kalah ada di luar kendali kita. (sumber foto: Abidemi Kusimo on Unsplash)
Menang atau kalah ada di luar kendali kita. (sumber foto: Abidemi Kusimo on Unsplash)

Karena itu, kalau anda ngga menang, itu artinya anda ngga menunjukkan potensi terbaik anda. Atau, anda perlu meningkatkan lagi potensi anda.

Terlepas dari apakah anda mengejar target yang anda tetapkan untuk diri anda sendiri atau mengejar kemenangan sejati, gagal mencapai tujuan anda adalah umpan balik paling langsung yang bisa anda terima.

Jangan perlakukan kekalahan sebagai alasan untuk meragukan diri sendiri. Perlakukan itu ngga lebih dari sebuah indikator yang jelas kalau anda punya sesuatu untuk diperbaiki.

Cermatlah dalam menentukan apa yang perlu diperbaiki, pecahkan masalah, identifikasi akar penyebab masalah, kembangkan rencana untuk mengatasi masalah, dan laksanakan rencana itu.

Pahami apa pun yang menahan kinerja anda dan belajarlah dari kekalahan anda.

Kalah bukanlah penilaian terakhir kecuali anda membuatnya begitu.

Anda bisa memilih untuk membiarkannya menghancurkan diri anda, atau menggunakannya untuk naik level. Keputusannya ada di tangan anda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun