Kehidupan Arimbi yang begitu dibanggakan kedua orang tuanya dikampung nyatanya sangat kontradiksi dari apa yang ia jalani sebagai pegawai negeri pengadilan di ibu kota. Menjadi pegawai negeri ternyata tidak menjadikan dirinya sejahtera. Karena desakan ekonomi, dan kebiasaan sesama rekannya di pengadilan, seolah korupsi hal yang sudah lumrah dan wajar menjadi jalan pintas menuju hidup layak dan berkecukupan bagi pegawai. Bobroknya sistem peradilan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia mulai dari pemerasan, penyalahgunaan jabatan hingga penyuapan kepada aparat dibahas secara berani oleh Okky Madasari.
Sudah hal yang biasa novel dewasa selalu ada adegan dewasa namun yang membuat berbeda buku ini menggambarkan salah satu ketidakwajaran yang mungkin memang terjadi di dalam sana dan saya agak risih ketika itu dibahas berkali-kali.
Bahasa yang digunakan ringan dan mudah dipahami oleh orang awam yang bukan berlatar belakang hukum.
Novel ini mengambil sudut pandang orang pertama atau Arimbi (tokoh utama), berkali-kali diceritakan momen dia melakukan tindakan haram itu, namun penulis kurang menggambarkan pergumulan batin Arimbi dalam situasi tersebut. Penulis lebih banyak menggambarkan ragam situasi hulu ke hilir korupsi di Indonesia terkhusus lembaga peradilan itu sendiri, namun kurang melihat kedalam diri tokoh utama ketika menjalani berbagai situasi di dalam cerita.
Buku ini menarik karena topiknya yang masih jarang, kita bisa melihat sekilas tentang sistem peradilan di Indonesia. Lebih menarik apabila bahasan tentang hukumnya sedikit mendalam sehingga pembaca mendapat wawasan baru tentang hukum materilnya bukan hanya formilnya saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI