Mohon tunggu...
Dede Diaz Abdurahman
Dede Diaz Abdurahman Mohon Tunggu... Travel Blogger

Google Street View Trusted Photographer Content creator, vlogger, hobi travelling, suka foto, ngeblog, baca buku, footballover & coffee addict

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kritik Pedas Ferry Irwandi atas "Kegagalan Besar" Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026

12 Oktober 2025   16:02 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kritikan Ferry Irwandi atas Kegagalan Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026 (sumber: Instagram/irwandyferry(

Kritik Ferry tak berhenti di permukaan. Ia menyinggung akar masalah yang lebih dalam: ekspektasi masyarakat yang sering disalahkan sebagai "beban". "Jangan salahkan masyarakat punya ekspektasi atau harapan," tulisnya, seolah membela jutaan hati yang terluka. 

Bagi komentator ini, harapan itu lahir dari janji-janji manis PSSI dan pelatih, bukan dari khayalan kosong. Indonesia, dengan populasi penggemar sepak bola terbesar di Asia Tenggara, pantas bermimpi besar. 

Kekalahan dari Irak – gol tunggal yang dicetak melalui serangan balik sederhana di babak kedua – bukan hanya soal nasib sial, tapi kegagalan strategi. Kluivert, yang datang dengan reputasi gemilang sebagai pemain Ajax dan Barcelona, gagal menerjemahkan itu ke lapangan. Pemain inti seperti Egy Maulana Vikri tampak kehilangan percikan, sementara lini belakang bolong-bolongan menghadapi tekanan minimal.

Lebih dari sekadar seruan pemecatan, Ferry Irwandi menawarkan visi perbaikan. "Silakan berproses, kita akan ikuti lagi dari 0, tapi jangan minta kita untuk berproses dengan pelatih yang dianggap bisa memberikan perubahan tapi malah mengecewakan," ujarnya. 

Ini adalah panggilan untuk restart yang jujur: PSSI harus belajar dari kesalahan, membangun fondasi jangka panjang tanpa intervensi politik sesaat. Ia juga mengajak suporter untuk tetap setia, meski dengan nada tegas: "Berbenahlah dan terbang kembali Garuda." Ungkapan itu, yang langsung menjadi hashtag trending di media sosial, mencerminkan optimisme getir – Garuda tak boleh jatuh selamanya, tapi butuh sayap baru yang kuat.

Reaksi terhadap kritik Ferry datang deras. Banyak mantan pemain Timnas, seperti Ponaryo Astaman, ikut bersuara di Twitter, menambahkan bobot pada diskusi. "Ini bukan akhir, tapi alarm keras untuk reformasi," kata Ponaryo dalam cuitannya. 

Sementara itu, di kalangan suporter, muncul petisi online yang menuntut audit menyeluruh PSSI, dengan lebih dari 50.000 tanda tangan dalam hitungan jam. Bahkan, YouTube Ferry Irwandi, di mana ia membahas topik ini lebih dalam, langsung melonjak penontonnya hingga ratusan ribu. Ini menunjukkan betapa dalamnya luka kegagalan ini bagi bangsa yang pernah mencicipi euforia Piala AFF.

Secara historis, kegagalan ini bukan yang pertama. Indonesia terakhir kali tampil di Piala Dunia pada 1938, era kolonial yang jauh berbeda. Sejak era modern, mimpi itu terus menguap di kualifikasi, sering kali karena masalah internal seperti konflik federasi atau kurangnya investasi di grassroot. 

Kekalahan dari Irak, tim yang peringkatnya tak jauh berbeda, menjadi pengingat pahit bahwa potensi tak cukup tanpa eksekusi. Ferry Irwandi, dengan gayanya yang jurnalistik sekaligus emosional, berhasil merangkum kekecewaan kolektif itu menjadi narasi yang membangkitkan semangat. Ia bukan hanya mengkritik; ia mengajak refleksi.

Di akhir unggahannya, Ferry menutup dengan harapan: proses baru harus dimulai dari nol, tapi dengan komitmen sungguhan. Saat Garuda gagal terbang ke Amerika, Meksiko, dan Kanada untuk Piala Dunia 2026, pertanyaan besar menggantung: siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah Kluivert akan mundur, PSSI akan bereformasi, atau suporter akan kehilangan kepercayaan selamanya? 

Satu hal pasti, suara seperti Ferry Irwandi akan terus bergema, mendorong sepak bola Indonesia bangkit dari abu kekalahan. Karena di negeri ini, sepak bola bukan sekadar olahraga – ia adalah jantung denyut kebangsaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun