Mohon tunggu...
Dian Puspita Ramadhan
Dian Puspita Ramadhan Mohon Tunggu... Dosen

Assallamu'allaikum. Perkenalkan saya Dian Puspita Ramadhan, S.E.,M.Acc. Pekerjaan saya sekarang adalah sebagai dosen disalah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pajak Digital dan Gig Economy: Dilema Regulasi di Bisnis Platform

4 Maret 2025   12:41 Diperbarui: 4 Maret 2025   12:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pendahuluan

            Era digital telah membawa revolusi dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam lanskap ekonomi global, yang ditandai dengan munculnya gig economy- sistem kerja yang berbasis fleksibilitas dan proyek jangka pendek. Pertumbuhan gig economy mengalami ekspansi cepat, seiring dengan kemajuan tekhnologi serta peran platform digital yang memfasilitasi freelancer dengan pasar kerja. Fenomena ini selain memberikan peluang bagi tenaga kerja yang menginginkan kebebasan dalam bekerja juga menghadapkan pemerintah pada tantangan dalam perumusan kebijakan, khususnya dalam aspek perpajakan.

            Pemerintah di berbagai negara dihadapkan pada dilema dalam merancang regulasi pajak bagi pekerja dan pelaku usaha di sektor gig economy. Model kerja yang adaptif dan berbasis platform ini sering kali tidak sesuai dengan sistem perpajakan tradisional yang lebih tertuju pada pekerjaan tetap. Di lain hal, peningkatan signifikan layanan berbasis platform seperti ride-hailing, e-commerce, dan freelance marketplace semakin menekankan urgensi adaptasi kebijakan pajak agar tetap adil, transparan, dan mampu menyesuaikan perubahan ekonomi digital. Sehingga diperlukannya strategi berinbang antara perlindungan hak pekerja, kejelasan hukum bagi platform digital serta regulasi perpajakan yang dapat menyesuiakan perkembangan zaman.

Gig Economy dan Tantangan Pajak Digital

Gig economy adalah sistem kerja berbasis proyek atau tugas jangka pendek yang difasilitasi oleh platform digital. sistem ini memberikan kebebasan bagi tenaga kerja dalam menentukan waktu dan tempat kerja mereka, namun juga menimbulkan kendala dalam aspek perpajakan, seperti:

  1. Ambiguitas Status Pekerja. Banyak pekerja dalam gig economy dianggap sebagai kontraktor independen daripada karyawan tetap. Akibatnya, aturan pajak yang dikenakan kepada mereka tidak seketat pekerja konvensional, sehingga dapat memimbulkan potensi penghindaran pajak.
  2. Kesulitan dalam mengontrol Pendapatan. Pekerja gig economy mendapatkan pendapatan berasal dari berbagai sumber, sering kali tanpa system pemotongan pajak langsung sebagaimana karyawan tetap. Kondisi ini membuat otoritas pajak kesulitan dalam mengawasi dan menegakkan kepatuhan pajak.
  3. Perpajakan Platform Digital. Platform digital yang beroperasi diberbagai negara seringkali memiliki sistem perpajakan yang rumit. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengalihkan pendapatan ke yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah, sehingga merugikan negara tempat pengguna berada.

Regulasi Pajak Digital: Tantangan dan Upaya Pemerintah

Beberapa negara telah berupaya menangani tantangan pajak digital melalui penerapan kebijakan seperti pajak pertambahan nilai (PPN) atas layanan digital dan pajak transaksi elektronik. Kendati demikian, masih menyisakan berbagai dilemma yag harus dihadapi:

  1. Keseimbangan antara Inovasi dan Regulasi Regulasi yang terlalu ketat berpotensi menghambat pertumbuhan bisnis platform dan gig economy. Oleh sebab itu, kebijakan perpajakan harus dirancang agar tidak membebani pelaku industri sekaligus menjamin pendapatan negara.
  2. Kerjasama Internasional. Transaksi pajak digital melibatkan berbagai negara, sehingga kerjasama antar negara diperlukan untuk mencegah penghindaran pajak. OECD telah merancang terkait kebijakan pajak digital global untuk memastikan perusahaan membayar pajak secara proposional di negara tempat mereka menghasilkan pendapatan.
  3. Keadilan dalam Sistem Perpajakan. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pajak yang diterapkan tidak hanya membebani pekerja gig economy, tetapi juga mencakup platform digital yang mendapatkan keuntungan besar dari model bisnis ini. Pajak perusahaan yang dikenakan perusahaan berbasis platform harus lebih transparan dan sebanding dengan kontribusi mereka terhadap perekonomian.

Kesimpulan

            Persoalan regulasi pajak digital dan gig economy menunjukkan tantangan yang harus diatasi di era ekonomi digital. Pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan perpajakan dengan perkembangan teknologi agar tetap relevan dan efektif dalam memastikan kepatuhan pajak tanpa menghambat inovasi. Dengan kebijakan yang seimbang dan koordinasi internasional yang kuat, diharapkan pajak digital dapat menjadi instrumen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun