Mohon tunggu...
Dian Nurhaeni
Dian Nurhaeni Mohon Tunggu... Penulis - @diiannur_

Tulislah apa yang kamu rasakan dan kamu pikirkan jika dengan menulis membuat perasaanmu senang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saka Dinara

27 Agustus 2020   16:57 Diperbarui: 27 Agustus 2020   17:32 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Jauh di atas sana, lukisan kembang api menghiasi langit malam bersama dengan bintang dan bulan. Letusannya terdengar begitu jelas di telinga Saka yang sedang berada di atas gunung.
Yeay! Selamat Tahun Baru 2018!
     Suara itu dengan lantang diteriakkan dari atas Gunung Gede yang berada di Bogor. Sorak-sorai warga yang berada di atas gunung sangat antusias menyambut hari baru di tahun yang baru. Ada yang terus menyalakan kembang api, bernyanyi sambil memetik gitar, memakan jagung bakar, dan lucunya, saat Saka memutar badan Saka melihat sepasang kekasih yang begitu romantis. Mereka saling menyuapi makanan, bersenda gurau, dan rupanya sang kekasih memberikan hadiah untuk menepati janji sucinya. Saka bergidik geli melihatnya.
"Bilang aja iri, Bro! Hahaha." Arya menepuk pundak Saka sambil tertawa.
"Iri? Masa iya iri. Orang kita itu masih kecil, masih dibawah umur, udah deh jangan halu." Saka memutar badannya lagi.
"Lo kan banyak secret admire Ka. Kenapa lo enggak sikat aja satu cewe dari mereka?"
"Belum ada yang cocok."
"Iya gue doain Ka, good luck."
"Halah so'-so' doain gue. Lo aja dulu, sikat tuh si Maya."
"Ih ogah, mending sama Bunda kantin aja tau gitu mah."
"Maya itu emang gak cantik, tapi dia tulus Ya. Lo jangan nyia-nyiain cewe tulus kayak dia. Jaman sekarang itu cantik udah biasa, tapi yang sikapnya baik jarang banget Ya."
"Wah si Saka kesambet apaan nih Gi?" kata Arya sambil melempar kulit kacang pada Egi.
"Kesambet Mas-Mas yang lagi ngelamar Mbaknya yang ayu haha." Mereka bertiga saling tertawa tepat pada tanggal 1 Januari 2018 dini hari di puncak Gunung Gede.
     Sekitar pukul dua dini hari mereka sudah terlelap di dalam tenda. Seperti biasa, Egi si tukang ngorok memang tidak tahu situasi dan kondisi. Begitu juga dengan Arya. Tidur yang kalap tempat membuat Saka terbangun dan menarik napas. Dasar teman konyol, gumam Saka.
                         **
     Pukul setengah enam pagi, sang mentari mulai menunjukkan diri dari ufuk timur. Saka, Arya, dan Egi menggunakan jaket dan menghadap perapian sambil menyeduh kopi. Sungguh pemandangan yang indah. Terlebih pemandangan Kota Bogor membuat mata terbuka dan hati sedikit lega. Seruput kopi yang mereka minum menemani perbincangan seputar Gunung Gede. Saka yang terbilang murid cukup pintar di kelasnya membuka obrolan tentang gunung itu. Terlebih Saka sangat menyukai alam terutama gunung karena Saka menyukai kebebasan.
"Ya, Gi, lo pada tau gak kenapa gue ngajak kalian ke gunung ini?" kata Saka.
"Karena disini ada Mas-Mas yang ngelamar Mbak ayu semalem kan?" balas Arya dengan tengil.
"Gue serius Ya, kenapa sih lo? Kayaknya lo deh yang iri sama Mas yang semalem haha."
"Bener Ka, si Arya emang ngebet." timpal Egi.
"So tau lo pada, hobi banget bercandain gue." kata Arya.
     Saka mulai membenarkan posisi duduknya. Mukanya mulai menunjukkan bahwa dia akan berbicara serius namun tetap santai. "Ya udah kita serius dulu nih. Jadi alasan gue ngajak kalian kesini karena gue tau kalian pasti suka gunung ini. Katanya Gunung Gede ini tuh gunung api bertipe stratovolcano yang ada di Pulau Jawa. Terus gunung ini juga ada di lingkup Taman Nasional Gede Pangrango. Jadi kalian harus bersyukur. Tuhan nyiptain ini semua itu supaya kita mensyukuri nikmatnya."
"Wih, gila keren banget temen gue." kata Egi sambil bertepuk tangan.
"Tumben banget lo pinter, Ka." si tengil Arya menimpal.
"Gue emang pinter kali!" kata Saka menyeringai dengan percaya diri.
     Setelah siang, mereka bersiap untuk turun ke bawah dan berniat untuk pulang. Perjalanan turun ke bawah berjalan dengan lancar tanpa kendala. Egi yang pada saat berangkat sempat tersandung akar pohon, sekarang turun dengan selamat. Begitu juga dengan Saka dan Arya, mereka bertiga selamat sampai bawah.
                         **
     Sore hari setelah Saka sudah beres-beres dari pendakian, dia terbaring di atas ranjang empuknya. Menatap langit-langit dan terlintas pikiran "Gue kayaknya butuh temen deket, tapi cewe. Gue juga gak tau gimana rasanya punya pacar. Orang ganteng kayak gue masa gak punya pacar. Si Omat aja yang mukanya pas-pasan punya mantan banyak." gumamnya. Tiba-tiba notifikasi handphone Saka berbunyi, tanda mendapatkan pesan. Ternyata dari Oktaf, teman satu organisasi Saka.
Ka, ada yang suka sama lo, ini orangnya. Lo tau gak?
Saka melihat foto yang dikirim oleh Oktaf. Rasa penasaran muncul dari diri Saka. Akhirnya Saka memberanikan diri untuk meminta nomor perempuan itu. Siapa tahu perempuan itu jawaban dari suara hati gue. Gumamnya, lagi. Setelahnya, dia mulai mengirimkan pesan pada seseorang yang katanya secret admire Saka.
Salam kenal, aku Saka dari 11 IPA 1. Kamu pasti tau kan?
     Pesan itu terkirim kepada Dinara, perempuan yang baru menginjak kelas 10 dan biasa dipanggil Dinar. Sebetulnya, Dinar tidak pernah tahu soal Saka siapa dan sekolah dimana. Tentu Dinar kebingungan, siapa sebenarnya laki-laki yang mengirim pesan itu kepadanya. Mau tidak mau, Dinar menjawab pesan dari Saka. Karena Dinar tidak ingin dirinya dicap menjadi orang yang sombong. Meskipun tidak kenal, Dinar harus ramah kepada semua orang, pikirnya.
Maaf Kak, aku gak tau hehe
Pesan terkirim kepada Saka. Dengan bingung Saka berbalas menanyakan pada Oktaf.
Oktaf, lo gimana sih? Dia kagak tau gue siapa. Lo bohongin gue ya?
Gue tau dari temennya dia Ka, katanya dia suka ke lo.
Dia bilang gak tau gue.
Ya udah kenalan aja dulu, siapa tau cocok.
Iya sih, orang gue ganteng kan ya. Siapa tau dia suka ke gue.
Pede banget lo.
Emang ganteng kali.

     Hari itu, tepat pada tanggal 1 Januari 2018 akhirnya menjadi sebuah hari dimana Saka memberanikan diri untuk mendekati seorang perempuan dari sekian banyak secret admire-nya. Namanya Dinar, 10 IPA 3. Entah apa yang membuat Saka penasaran. Mungkin karena belum pernah merasakan arti cinta yang sesungguhnya? Atau bisa saja Saka hanya iseng sekedar mencari teman untuk mengobrol saja.
                         **
     Dua hari setelah perkenalan itu, Saka memutuskan untuk bertemu dengan Dinar. Berhubung sekolah masih libur, Saka bebas mengajaknya pergi di hari apapun. Begitu juga dengan Dinar, dia tidak keberatan untuk mengiyakan ajakan Saka. Namun satu hal, inilah kali pertama Dinar berkencan dengan seorang laki-laki. Dia tidak tahu akan seperti apa nantinya. Mungkin akan terlihat gugup di mata Saka. Mungkin juga tidak gugup, tapi mukanya akan merah semu seperti jambu.
"Din, kamu pake helmnya ya." kata Saka sambil menyodorkan pelindung kepala itu.
"Memangnya harus ya? Sebenernya mau pergi kemana? Jauh ya?" kata Dinar sedikit canggung.
"Pake aja dulu. Harus jaga keselamatan." balas Saka sambil menyalakan motor.
"Iya Kak siap, Dinar pake kok. Dinar akan jaga keselamatan, apalagi hati." kata Dinar sambil tersenyum jahil. Ada-ada saja Dinar. Dibalik kegugupannya, dia berusaha untuk membuat sedikit lelucon agar tidak ada kata canggung di antara mereka.
     Satu jam perjalanan cukup membuat Dinar kepanasan. Duduk di atas motor saat siang hari, jalanan macet, banyak polusi, tapi Dinar senang bisa duduk di atas motor laki-laki yang baru dia kenal. Namun Saka benar-benar tidak tahu akan membawa Dinar pergi kemana. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di Labirin Coffee yang ada di Kota Hujan tersebut. Salah satu kedai kopi yang sederhana dekat dengan Taman Nasional Gede Pangrango, supaya mereka mengobrol lebih santai dan tidak kaku.
     Selama dua jam, Saka dan Dinar benar-benar saling mengenal. Bercengkerama apa saja yang terlintas dalam pikiran mereka. Mulai dari hobi Saka mendaki gunung, Dinar yang suka menulis dan membaca karya fiksi, lalu kebetulan Dinar juga menyukai alam tapi Dinar belum seberani Saka untuk mendaki (mungkin karena perempuan), sampai orang di sekolah yang menurut mereka sedikit menyebalkan. Obrolan yang tidak terlalu penting, tapi selalu menjadi topik perbincangan mereka di manapun.
                         **
     Setelah pertemuan itu, hubungan Saka dan Dinar benar-benar sudah dekat. Dulu, Dinar masih malu-malu. Sekarang, Dinar sudah mulai memberikan perhatian pada Saka, begitu juga sebaliknya. Tanpa mereka sadari, mereka sudah terjebak dalam sebuah rasa yang sulit untuk diutarakan. Mau menganggap pacar, tapi bukan. Mau menganggap hanya sekedar teman dekat, tapi rasanya lebih daripada itu.
     Saban hari, Saka dan Dinar sering bertemu, apalagi di sekolah yang sama memudahkan mereka untuk sekedar bertatap muka. Komunikasi yang mereka jalin pun tidak pernah terputus. Rasanya mereka benar-benar sedang dimabuk asmara.
     Sampai pada suatu ketika, ada suatu hal yang membuat Saka tidak menghubungi Dinar. Sebenarnya, Saka tidak ingin membuat Dinar terluka. Namun keadaanlah yang memaksa mereka untuk berhenti sejenak. Dinar benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan Saka sampai dia belum bisa menghubunginya lagi. Tapi Dinar mengerti, Saka akan menghadapi berbagai ujian sebentar lagi karena saat ini Saka sudah kelas tingkat akhir.
                         **
"Ka, bukannya lo lagi deket sama si Dinar yang ade kelas itu kan?" kata Arya sambil memastikan benar atau tidak. Karena selama ini, hubungan Saka dan Dinar belum jelas.
"Kenapa emangnya?" balas Saka.
"Lo tuh gimana sih Ka, kalau lo udah deket sama satu cewe jangan tanggapin cewe lain dong. Kasian kan si Dinar jadi korban. Gue aja yang mau nolak si Maya gak enak, gue masih punya perasaan. Lo pake hati dong Ka. Perempuan itu sensitif kalau udah menyangkut perasaan." kata Arya berkata serius.
"Tapi gue bilang kok ke Dinar kalau banyak yang kagum sama gue. Apa salahnya?"
"Ka, meskipun lo udah bilang kayak gitu, tetep aja yang namanya perasaan cewe pasti ada sakitnya. Apalagi lo balesin chat sampah dari cewe-cewe gak jelas kayak gitu. Kalau lo balesin chat mereka, sama aja lo ngasih harapan ke mereka. Lo paham kan?" timpal Egi. Sejuah ini, Egi yang paling mengerti perasaan perempuan karena dia sudah cukup berpengalaman.
"Ya gue cuma balesin chat mereka sewajarnya aja gak lebih. Kalau gue gak bales nanti gue dikira sombong, meskipun sebenernya gue males." kata Saka tanpa ada rasa salah. Sebenarnya Saka juga tidak mengerti harus berbuat apa. Saka memang tipikal orang yang ramah pada siapapun. Tapi, Egi dan Arya rasa jika Saka terlalu baik pada perempuan yang menyukainya, itu sesuatu yang salah. Karena akan muncul sebuah harapan jika perempuan itu sudah diberi respon.
"Emang susah ya, ngomong sama orang yang terlalu cuek gini sama hubungan." kata Egi.
"Bener banget haha." timpal si tengil Arya.
"Gue gak paham, tapi suatu saat gue bakal ngerti apa yang kalian omongin ke gue. Thanks Bro." kata Saka menepuk pundak Arya dan Egi.
Tiba-tiba, teriakan menggelegar membuat Saka kaget. "Saka, temenin aku ke ruang guru yuk!" kata Vita, teman perempuan Saka di kelas. Tanpa basa-basi, Saka langsung pergi bersama Vita ke ruang guru. Sedangkan Arya dan Egi saling bertatap dan menggelengkan kepala. Apalagi yang dilakukan oleh Saka, gumam Egi. Mereka benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana.
     Entah kebetulan atau bagaimana, Dinar berpapasan dengan Saka dan Vita yang sedang jalan berdampingan. Dinar melihat mata Saka, tapi Saka memalingkan tatapannya seolah dia tidak ingin melihat apa yang sedang terjadi. Di koridor kelas, Arya dan Egi melihat kejadian itu. Sungguh kejadian yang akan mendatangkan masalah kata Arya. Dinar langsung memalingkan wajah dan berusaha untuk tetap tenang. Dinar tidak ingin cemburu buta pada hal yang tidak jelas seperti tadi. Untuk perasaan, tidak usah ditanya lagi. Sudah jelas bahwa Dinar sakit hati, melihat laki-laki yang dia anggap sudah dekat dengannya tiba-tiba berjalan dengan perempuan lain. Hah konyol sekali rasanya.
     Dua jam kemudian, bel pulang sekolah berbunyi. Seperti biasa, siswa-siswi buyar di parkiran sekolah mencari motor mereka. Tanpa lama, Dinar dan sahabat karibnya segera pulang ke gerbang bawah karena mereka tidak mengendarai motor. Sepanjang berjalan, Dinar bercerita pada sahabatnya. Hari ini Dinar sedang kecewa pada Saka. Katanya, Saka hanya ingin menenangkan diri untuk persiapan ujian. Tapi nyatanya, Saka malah semakin dekat dengan teman perempuan di kelasnya. Benar-benar membuat perasaan Dinar bingung.
     Suara motor khas Saka terdengar dari belakang Dinar. Dinar harap Saka berhenti dan sedikit memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi tadi. Tapi mustahil, realitanya Dinar melihat Saka berboncengan dengan Vita. Seketika Dinar berhenti berjalan, matanya terbelalak.
"Hah! Din, itu Kak Saka kan? Kok bisa dia sama tetangga gue? Gimana ceritanya Din!" kata sahabat Dinar.
"Gue gak tau, dia kan banyak gebetannya. Udah gak usah dibahas!"
"What the hell? Please, lo harus tanya ke dia apa yang sebenernya terjadi."
"Gak usah, gue males. Kalau cowo baik, nanti juga bakal ngejelasin sendiri ke gue tanpa ditanya." kata Dinar.
"Soft banget lo, yang sabar ya Din." kata sahabatnya sambil merangkul Dinar.
"Udah deh enggak usah lebay, nanti juga gue sembuh sendiri." kata Dinar dengan polesan senyum di wajahnya.
     Dalam diamnya Dinar, sebenarnya hati dia terluka. Dinar benar-benar merasa tidak ada istimewanya di mata Saka. Dinar merasa bahwa dirinya hanya dijadikan sebagai pelampiasan untuk sekedar menyenangkan perasaan. Tidak usah ditanya, Dinar sudah terlanjur kecewa.
     Tidak mungkin seorang perempuan membiarkan masalah hati jadi membesar. Dinar ingin memastikan dengan benar, siapa perempuan yang kelihatannya sangat dekat dengan Saka. Dinar mencoba untuk sekedar mencari tahu siapa namanya dan bagaimana kehidupannya di media sosial. Ternyata, Dinar dibuat sakit hati lagi. Dinar melihat perempuan itu mengunggah foto berdua bersama Saka. Benar-benar penuh dengan teka-teki. Semakin dalam Dinar mencari tahu, semakin sakit hati, gumamnya.
                         **
     Dua hari setelahnya, kebetulan hari Minggu. Saka berusaha untuk menghubungi Dinar karena dia rasa, Dinar berbeda setelah kejadian itu. Saka mulai merasa bersalah, tapi dia bingung akan seperti apa nantinya. Akhirnya dengan segala keberanian, Saka datang ke rumah Dinar. Kebetulan Dinar sedang membaca novel di taman depan.
"Din, aku ganggu gak?" kata Saka dengan sedikit gugup.
"Iya ada apa?" balas Dinar sambil menyimpan novelnya.
"Soal yang kemarin, aku minta maaf."
"Maaf ya, aku lagi gak mau bahas soal itu. Lupain aja karena di antara kita udah renggang Kak. Aku gak mau nambah beban sakit di hati aku." kata Dinar dengan sedikit menahan emosi.
"Aku... beneran gak ada apapun sama Vita."
"Dinar tadi bilang apa Kak? Gak usah dibahas lagi, ya?" kata Dinar menatap Saka.
Saka melihat tatapan kesal dari mata Dinar. "Iya tapi aku minta maaf." katanya.
"Sebenernya aku bingung sama semua ini. Bukannya di antara kita gak ada ikatan apapun ya? Lagian kamu juga udah jauh dari aku, jadi ya wajar aja kalau kamu kayak gitu Kak. Aku aja yang gak tau diri. Jelas-jelas gak ada hubungan sama kamu, malah cemburu liat kamu sama orang lain."
"Tapi aku masih anggap kamu orang yang spesial di mata aku Din." katanya.
"Terus kalau kayak gitu kenapa kamu gak bisa jaga perasaan seorang perempuan? Tau gak sih kalau perempuan itu sensitif?" luapan emosi dan sakit hati Dinar benar-benar tidak bisa terkontrol saat itu. Sampai Saka sedikit speechless harus menjawab apa.
"Iya Dinar, maafin aku. Aku yang terlalu menganggap bahwa semua ini biasa aja. Aku yang belum paham gimana tentang perasaan. Asal kamu tau, Vita itu temen aku dari kelas sepuluh. Di antara kita enggak ada sedikit pun kedekatan. Tolong maafin aku Dinar. Aku sayang sama kamu."
     Dinar benar-benar terkejut. Baru kali ini Saka menyebut sayang secara langsung kepada Dinar. Biasanya dia hanya mendapat ucapan sayang saat berkirim pesan. Dari sana Dinar merasa malu sudah emosi pada Saka. Tapi memang wajar, perempuan itu perasa. Akhirnya Saka dan Dinar pun menjalin lagi hubungan baik. Saling memaafkan dan mengerti pada keadaan. Karena sebetulnya dalam suatu hubungan itu harus saling mengerti, bukan sekedar mencintai.
                         **
     Dari ujung timur, matahari mulai menunjukkan sinarnya. Saka yang sudah siap melaksanakan ujian di hari terakhir terlihat sangat senang. Ditambah ada seseorang yang selalu memberikan semangat kepada Saka, siapa lagi jika bukan Dinar. Dinar selalu memberikan pesan kepada Saka, seperti "Selamat ujian ya Kak", "semoga lancar", "jangan inget aku nanti gugup dan gak bisa jawab soal-soalnya", dan lainnya yang membuat hati Saka tersenyum geli. Hari terakhir ujian, hari yang menyenangkan sekaligus membingungkan bagi Saka. Bingung akan nasib hubungannya dengan Dinar karena Saka sebentar lagi harus kuliah.
     Selepas ujian, Saka mengajak Dinar jalan-jalan mengelilingi Kota Bogor. Saka ingin melihat senyum tulus dari Dinar karena waktu itu sempat menyakiti perasaannya.
"Kita mau kemana? Tumben banget semangat buat jalan-jalan haha." kata Dinar sambil memasang helm di kepalanya.
"Udah deh ikutin aja mau aku." kata Saka, "Pegangan ya, yang kenceng. Nanti kalau kamu jatuh, aku bisa di gebukin satu RT."
"Woy main-main! Mana ada satu RT, orang aku bukan anak ketua RT."
"Kan kamu ratu di hati aku, jadi harus dijaga baik-baik." kata Saka.
"Haha receh banget. Apaan coba, udah berani gombal aja!" kata Dinar sambil menepuk lengan Saka.
     Di atas motor, mereka saling berbagi tawa sambil melihat pemandangan yang tidak pernah membosankan. Dinar pikir, sepertinya Saka akan tetap menjadi nomor satu bagi hatinya. Meskipun Dinar cukup sedih karena Saka akan lulus dan tidak akan bertemu lagi di sekolah.
"Din, coba ambil sesuatu di tas aku." pinta Saka.
"Hah, Ambil apa? Ambil sendiri aja aku gak mau!" kata Dinar sambil sedikit berteriak.
"Ambil aja sama kamu, di bagian tengah situ nanti sebutin ada apa aja." kata Saka.
Dinar langsung membuka tas bagian tengah dengan ragu. Belum pernah Dinar seperti itu sebelumnya, maka dari itu Dinar sedikit kaku. Tapi, apa yang ada di dalam tas Saka benar-benar membuat Dinar senang.
"Ada cokelat!" kata Dinar.
"Nah itu ambil, untuk kamu." kata Saka sambil terus melajukan motor. Sebenarnya bahaya, namun kondisi jalan bukan jalan umum. Ini jalan biasa dan tidak ada kendaraan lain yang berlalu-lalang.
"Ah serius?" kata Dinar sedikit memajukan wajahnya ke depan.
"Iyaaaaa."
"Makasih Kak!"
     Setelah puas berjalan-jalan dan diberi sedikit kejutan, Dinar diantar pulang oleh Saka. Cukup lama, sekitar tiga jam mengelilingi Kota Hujan. Dinar benar-benar tidak akan melupakan semua kenangan yang telah dilakukan.
                         **
     Tiga hari setelahnya, Dinar sempat gelisah karena Saka tidak kunjung menghubunginya. Tidak ada telepon dari Saka, bahkan pesan yang sempat Dinar kirim tak kunjung dibalas. Dinar khawatir jika terjadi apa-apa dengan Saka. Dinar mengalihkan semuanya dengan membaca, sampai dia ketiduran. Saat bangun, ada tujuh pesan dari Saka yang belum sempat terbaca.
Hai Dinara, maaf chat kemarin gak sempet aku bales.
Pokoknya maaf kalau aku buat perasaan kamu sedih atau apapun itu.
Mungkin hubungan kita cukup sampai disini aja ya. Aku juga gak tau kenapa jadi kayak gini. Tapi menurut aku, ini adalah keputusan yang paling baik untuk kita.
Terima kasih ya selama ini kamu udah jadi temen deket aku, terima kasih juga selalu ngasih semangat buat aku, dan sering doain aku.
Sehat-sehat ya, Dinar.
Mungkin kamu marah, kesel, atau apapun itu yang ada di hati dan pikiran kamu. Tapi kita ada jalannya masing-masing.
Aku harap semoga kita tetap menjalin silaturahmi :)

"Hah, maksudnya?" lirih Dinar. 

     Seketika Dinar langsung lemas tidak berdaya. Apa maksud Saka seperti itu? Kemarin lusa, dia baik-baik saja. Memberikan cokelat, mengajak jalan-jalan, tapi hari ini? Kejutan macam apa yang Saka berikan untuk Dinar? Alur cerita yang seakan membuat terbang tinggi dan sebentar lagi akan tergapai, lalu dengan mudahnya dijatuhkan. Dinar benar-benar kecewa pada Saka. Mengapa Saka harus seperti itu jika akhirnya akan seperti ini, pikirnya. Tidak usah ditanya, Dinar sedang menangis sesenggukan karena dia tak percaya apa yang Saka lakukan. Dia tahu, bahwa semuanya hanya berawal dari ketidaksengajaan. Dia juga tahu, pada setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Dengan tangan gemetar dan air mata terus jatuh membasahi pipinya, Dinar membalas pesan dari Saka.

Terima kasih kembali, Kak Saka. Aku mengerti bahwa semua ini adalah keputusan yang terbaik. Silakan jika Kakak ingin seperti itu. Semoga kita sama-sama bahagia.

Tuhan memang belum merencanakan kita untuk bersama. Mungkin suatu saat nanti atau tidak sama sekali.

Bersambung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun