Beberapa minggu lalu, tepatnya tanggal 02 April 2016. Sebuah artikel yang ditulis mengenai terkaitnya Teofilin menjadi sabu-sabu seperti yang dikutip dari artikel bahwa pelaku membuat sabu-sabu dengan cara mengoplos sabu menggunakan teofilin, yang merupakan obat asma. Dari penggerebekan tersebut BNN mengamankan 468 butir pil ekstasi, 4,64 gram sabu-sabu dan kristal putih yang masih harus uji di laboratorium.
Teofilin
Teofilin merupakan obat golongan metil xantin. Obat ini biasanya diberikan pada orang yang mengalami gangguan atau obstruksi pernapasan misalnya pada penderita asma, dengan pemberian obat ini terjadi bronkodilator sehingga terjadi relaksasi pada bronkus yang menyebabkan pasien tidak mengalami sesak. Teofilin ini diberikan dalam bentuk tablet atau kapsul.
Metamfetamin
Metamfetamin (Narkotika Golongan 1) atau lebih dikenal dengan sabu-sabu adalah senyawa kimia hasil sintesis dengan rumus kimia C6H5CH2CH(NH2)CH3 biasa disebut sebagai amfetamin dan benzedrin. Senyawa ini merupakan stimulan yang kuat, jauh lebih kuat dibandingkan kafein dan nikotin. Efek samping dari metamfetamin adalah perasaan senang dan euphoria serta pada konsetrasi yang lebih tinggi mengakibatkan naiknya kewaspadaan dan efek menekan rasa lelah.
Mengapa harus metamfetamin dan teofilin?
Metamfetamin dapat digunakan untuk menekan lelah dan memberikan rasa senang bagi penggunanya. Disamping efeknya yang menarik, metamfetamin relatif mudah untuk didapatkan dan diproduksi karena dapat disintesis dengan mudah dari efedrin atau pseudoefedrin, suatu senyawa obat yang umum digunakan sebagai dekongestan. Teofilinpun mempunyai harga yang ekonomis dan mudah didapatkan di apotek dan toko bahan kimia.
Apa yang terjadi jika  teofilin dan metamfetamin digabungkan?
Teofilin berkerja dengan cara merelaksasi otot polos pada bronkus dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas. Teofilin berkerja dengan menghambat fosfodiesterase yang merupakan suatu  enzim ekstra seluler yang berkerja menginaktifasi cAMP disel mast otot polos bronkus dengan terhambatnya fosfodiesterase maka kadar cAMP meningkat sehingga menyebabkan bronchodilatasi. Sedangkan pada metamfetamin berkerja dengan cara meningkatkan aktifitas neurotransmiter  non ephineprin dan dopamin dengan cara meblokade re-uptake diujung saraf, kedua transmiter ini berkerja  pada sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan kewaspadaan, denyut jantung, dan pernafasan.
Sehingga, kemungkinan interaksi yang terjadi antara teofilin dan metamfetamin merupakan interaksi yang sinergis. Teofilin berfungsi sebagai stimulan SSP (perifer) sedangkan metamfetamin berfungsi sebagai stimulan SSP dan SSP (perifer) secara tidak langsung. Efek Metamfetamin pada SSP dengan cara menghambat ambilan kembali (re-uptake) dopamin ke terminal presinaptik tempat transmiter tersebut dilepaskan dan memacu sumbu serebrospinalis (selaput otak) keseluruhan, korteks, batang otak dan medula. Hal ini meningkatkan kewaspadaan, berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia.Â
Jadi interaksi yang terjadi antara kedua obat tersebut jika dikombinasi dengan dosis tinggi akan mengakibatkan kejang pada SSP. Karena efek stimulan pada SSP, metamfetamin dan derivatnya digunakan dalam terapi depresi, hiperaktivitas pada anak, narkolepsi dan pengatur nafsu makan. Sedangkan pada SPP (perifer) metafetamin dalam dosis besar dapat menyebabkan gejala psikotik misalnya halusinasi, agitasi/perilaku aneh, delusi dan skizofrenia. Bahkan dapat menyebabkan kematian. Sebagai akibatnya muncul efek sedasi yang berlebih, Sekaligus menyebabkan efek yang fatal dan berbahaya dapat menyebabkan kematian.