Mohon tunggu...
Dian New
Dian New Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Upah dan Tenaga Kerja dalam Islam

12 Oktober 2018   00:24 Diperbarui: 12 Oktober 2018   01:39 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

(Artinya : "Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).

Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Musta'jir (orang yang memberi pekerjaan) sebaiknya memberi upah kepada pekerja/ajir sesegera mungkin. Hal ini dimaksud bahwa agar para pekerja merasa senang, dihargai dan dapat segera menggunakan upah unuk memenuhi kebutuhannya. Musta'jir tidak diperbolehkan menunda pemberian upah karena menunda pemberian upah merupakan salah satu hal yang tidak disukai Rasulullah SAW. (Ifdlolul Maghfur, 2015)

Prinsip utama pengupahan adalah adil. Maksud dari adil ialah harus ada kejelasan atau akad antara  musta'jir dan ajir. Juga bukan berarti sama, tetapi harus disesuaikan dengan tenaga dan risiko yang dihadapi untuk pekerjaan yang dilakukannya. Pemberian upah biasanya juga didasarkan pada tingkat pendidikan, pekerjaan,  dan waktu / masa seseorang bekerja. Semakin tinggi jabatan dan semakin besar pula risiko yang ditanggung, maka semakin banyak pula upah yang diterimanya. Upah juga harus diberikan secara layak, artinya upah yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan sandanga, papan dan pangan seorang pegawai / ajir.

Transaksi ijarah dilakukan terhadap suatu pekerjaan dimana pekerja berhak mendapat gaji berdasarkan transaksi tersebut, maka gaji tidak wajib diserahkan hingga pekerjaannya selesai.

Apabila pekerjaannya telah selesai, maka majikan harus segera memberikan upah kepada pegawai. Contohnya bila seseorang bekerja untuk memperbaiki kendaraan yang rusak. Jika transaksi dinyatakan bahwa ia akan mendapat gaji setelah selesai memperbaiki, maka pekerja tersebut berhak menerima gaji setelah pekerjaan selesai. (Abdul Rahman Ghazaly, 2010)

Islam sangat membenci sikap eksploitatif terhadap pegawai. karena itu, membayar upah pegawai tepat waktu termasuk amanah yang harus dilaksanakan. Dalam hal ini penting bagi ajir dan musta'jir untuk menentukan kapan pemberian upah dilaksanakan. Bila tidak ada kesepakatan yang jelas dan dipahami dengan sepenuhnya oleh kedua belah pihak, maka hal ini cenderung menguntungkan salah satu pihak, sedangkan puhak lain merasa dirugikan.

Musta'jir tidak diperbolehkan menambah jangka waktu pemberian upah bila tanpa sebab yang memang tidak dapat dimaklumi. Karena upah merupakan hak yang harus segera diterima oleh pegawai. Nilainya pun harus sesuai dengan kebutuhan untuk bisa hidup sejahtera. Islam sangat melarang memakan harta dengan cara yang batil. Mengupah pekerja semaunya, tidak sesuai dengan hasil yang dikerjakan.

Apabila system upah dirasakan secara adil dan layak oleh para pekerja, maka musta'jir akan lebih mudah untuk menarik pekerja / ajir yang potensial, mempertahankan, dan memotivasi agar lebih meningkatkan kualitas kinerjanya. Sehingga produktifitas meningkat dan antara kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Riniwati, Harsuko, 2016, Manajemen Sumber Daya Manusia, Malang : UB Media

Maghfur, Ifdlolul, 2015, system Upah Dalam Islam, Yogyakarta : Yayasan Kodama

Rahman, Ghazali, Abdul, 2010, Fiqih Muamalat, Jakarta : Prenada Media Group

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun