Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penyesuaian Pernikahan pada Dewasa Muda

6 Februari 2025   08:20 Diperbarui: 6 Februari 2025   08:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penulis : Dominica Fanuel Rahayu 

asal.        : Prodi Psikologi, Universitas Katolik Musi Charitas

Masa dewasa awal merupakan masa yang dimulai dari usia 18 sampai kurang lebih 40 tahun. Masa dewasa awal juga merupakan masa transisi dari remaja ke dewasa. Masa dewasa awal adalah suatu peralihan secara intelektual, sosial, fisik dan psikologis. Ketika memasuki masa dewasa awal, seorang individu dapat memiliki keinginan untuk memulai hubungan dengan lawan jenis. Pasal 7 UU No.16 tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah dianggap memiliki kematangan emosional sehingga sudah dapat menjalin hubungan rumah tangga karena kematangan emosional merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan dalam rumah tangga. Pada akhir-akhir ini terdapat beberapa pemberitaan mengenai perceraian figur artis yang menikah di usia muda, pesta pernikahan yang mewah dan bertema negeri dongeng, namun pernikahan tidak berlangsung kurang lebih dari 5 tahun. Pernikahan yang dilakukan oleh individu yang belum memiliki kematangan emosional dapat menimbulkan dampak negatif, karena untuk mewujudkan pernikahan yang harmonis dibutuhkan kematangan secara fisik dan
mental. 

Ketika individu tidak memiliki kematangan emosi, maka hubungan dalam rumah tangga juga dapat terancam keharmonisannya karena masing-masing pasangan belum dapat menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya dengan baik sehingga dapat menimbulkan berbagai konflik yang dapat berakhir dengan perceraian. Perceraian merupakan keadaan dimana terdapat ketidakutuhan suatu system dalam keluarga yang dapat disebabkan oleh pertengkaran, masalah ekonomi, serta perselingkuhan (Rosita & Fendito, 2023). Dalam suatu pernikahan, diperlukan kesiapan dalam menikah dimana seorang individu yang hendak menikah harus siap menerima tanggung jawab sebagai suami istri, kesiapan menjadi orang tua serta siap dalam membina hubungan dalam rumah tangga (Salekha, Nugraheni, & Mawarni, 2019 ;dalam Adyani et al., 2023). 

Pernikahan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kematangan emosi akan
memiliki resiko timbulnya trauma pada pasangan suami istri yang disebabkan karena tidak
adanya kesiapan individu tersebut dalam menjalankan tuga dan perannya sebagai suami maupun
istri (Setyawan, Marita, Kharin, & Jannah, 2016 ;dalam Adyani et al., 2023). Kurangnya
persiapan sebelum melangsungkan pernikahan dapat berakibat perceraian. Landasan penting
dalam kehidupan pernikahan adalah komitmen dari masing-masing pasangan untuk memecahkan
masalah dalam rumah tangga (Thanthirige et al., 2016 ;dalam Adyani et al., 2023).

Diperlukan adanya persiapan yang dilakukan calon pasangan suami istri yang hendak
melakukan pernikahan agar masing-masing pihak dapat memiliki kematangan emosional yang
baik sehingga dapat menyelesaikan masalah rumah tangga dengan baik tanpa adanya kekerasan
dalam bentuk apapun. Salah satu cara persiapan pernikahan yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan konseling pranikah. Konseling pranikah dapat dilakukan oleh konselor, pemuka
agama maupun tenaga kesehatan yang berkompeten dalam bidang kesehatan reproduksi calon
pengantin. Selain melakukan konseling pranikah, calon pengantin juga harus memperoleh
informasi mengenai kesehatan alat reproduksi, kesiapan mental, kesiapan sosial, kesiapan emosi,
kesiapan moral serta kesiapan intelektual dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA
Adyani, K., Wulandari, C. L., & Isnaningsih, E. V. (2023). Faktor -- Faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan Calon Pengantin dalam Kesiapan Menikah. Jurnal Health Sains, 4(1), 109--
119. https://doi.org/10.46799/jhs.v4i1.787
Aisyah, S. H., Bahiyah, K., Prasetiya, B., & Kusumawati, D. (2022). Dampak Psikologi
Terhadap Kehidupan Anak Korban Broken Home. Al-ATHFAL: Jurnal Pendidikan Anak,
3(2), 75--81. https://doi.org/10.46773/alathfal.v3i2.485
Hayati, & Damaryanti, F. A. (2020). Sikap Kemandirian pada Dewasa Awal Anak Korban
Perceraian. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Pengembangan SDM, 9(2), 54--68.
https://www.scribd.com/document/612342482/719-1416-2-PB
Hikmah, N. (2019). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Dini Di Desa
Muara Wis Kecamatan Muara Wis Kabupaten Kutai Kartanegara. EJournal Sosiatri-
Sosiologi, 7(1), 261--272. https://ejournal.ps.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2019/03/01_format_artikel_ejournal_mulai_hlm_Ganjil (03-30-19-01-11-
43).pdf
Rosita, D., & Fendito, A. P. (2023). Perceraian Akibat Perkawinan Usia Muda Dalam Perspektif
Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun