Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Clairvoyant

16 September 2020   17:21 Diperbarui: 16 September 2020   19:47 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengucap doa sepenuh hati, aku kembali mencoba menenangkan diri. Bila dalam keadaan begini, baru kuingat Sang Ilahi. Oh, ampunilah diriku, Gusti Ingkang Murbeng Dumadi.

Kugelar tikar. Aman, pikirku. 

Ponsel kunyalakan. Kupasang headset erat menyembunyikan sepi di tengah ruangan, usai jenazah di bilik sebelah berpindah tempat.

 Terdengar lembut alun simponi nada dari musik digitalku. Kucoba pejamkan mata. Sesaat bayangan Babank ayangku kembali lewat di angan. Ada rasa senang, sedikit senyum kulepas ikhlas. Tapi, dalam sekejap, ada rasa sebal karena ia tak kunjung datang. Huh, musim semi apaan? Katanya mau pulang. Ternyata, wabah Corona yang menjelang.

Lewat beberapa detik kemudian, datang logika melawat angan. Eh, tapi biarkanlah. Teringat lagi kata guru bijakku, yang namanya mencintai harus mengurangi menguasai. Eurekaaa!! 

Ngapain juga mikirin yang ga penting. Bukannya Ayangku kerja biar bisa bangun rumah sekapling. Agar hidup tak lagi pontang-panting. Selamat menunaikan kodratmu, Beib. Aku di sini menunggu. 

Lhoh...lhoh...ini bau pembersih lantai wangi banget, ya? Bukan bau karbol seperti biasanya. Mungkin pihak RS sudah mengganti karbolnya. Tapi, ini seperti wangi...kembang kuburan. Cuma perasaanku atau memang begitu? Karena kurang kerjaan, aku menciumi lantai. Hueeek ...

"Ngapain kamu ciumin lantai? Jangan-jangan kamu belum makan ya? Lama-lama kamu jilat tuh lantai sekalian," ujar Bapak yang tersadar sebentar, minta minum, lalu kembali tidur.

Tapi bener. Sweeer ini bau sudah kepalang mengisi lobus frontalku. Setelah mengembalikan gelas Bapak, kembali aku terbaring sejenak. Kuraba headsetku. Tak jua ketemu. Kulihat di kolong tempat tidur Bapak. Haiiiiissshh.....

Sepasang tangan putih. Dingin. Sedingin daging semur dari freezer Chef Juna, tetiba muncul dari bawah bed,  menarikku kuat. Namun dengan gaya aksi reaksi Newton, sekuat tenaga pula aku memberontak. Untung di alam bawah sadar kusimpan file rapelan, 'God you have saved my country. Now, please save me !!!!'

Aku melompat ke tempat tidur Bapak. Tak pedulikan lagi sebesar apa badanku; setua apa aku; seberapa banyak umurku. Aku memeluk erat badan renta Bapak. Untung jantung Bapak tidak turut melonjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun